Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengantar Pendidikan Nilai



A.    Latar Belakang Pendidikan Nilai
Dalam beberapa literatur, pendidikan nilai dan pendidikan moral sering digunakan untuk kepentingan yang sama karena erat hubungannya diantara kedua bidang pendidikan tersebut. Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan suatu objek dari suatu moral atau non moral, yang meliputi estetika yaitu menilai objek berdasarkan keindahan dan  selera pribadi, dan etika yaitu benar atau salah dalam hubungan antar pribadi. Sedangkan pendidikan moral yaitu pendidikan yang mempertanyakan benar atau salah dalam suatu hubungan antar pribadi yang melibatkan konsep seperti hak manusia, kehormatan manusia, dll.
Pendidikan nilai dan pendidikan moral kedua-duanya berusaha untuk membantu siswa untuk berubah. Sehingga mereka bertindak dengan cara yang lebih dapat diterima dan lebih produktif baik secara personal maupun sosial. Perubahan yang terjadi dalam bentuk perilaku pada individu ini disebabkan karena diperkenalkannya pada informasi baru yang menyebabkan perubahan dasar dalam kepercayaan, nilai dan sikapnya.
Kepercayaan yang dimaksud adalah sekumpulan fakta atau opini mengenai kebenaran, keindahan dan kebaikan. Sedangkan sikap adalah serangkaian kepercayaan yang menentukan pilihan terhadap objek atau situasi tertentu. Adaun nilai adalah serangkaian sikap yang menyebabkan atau membangkitkan suatu pertimbangan yang harus dibuat.

B.     Riset Otak dan Nilai
Penelitian perkembangan dan fungsi otak mengarah pada bagaimana otak diorganisir, bagaimana cara otak menggerakan kognisi dan akhirnya bagaimana otak mempengaruhi sistem kepercayaan, sistem sikap dan sistem nilai.
Hasil penelitian medis dan psikologis pada tahun 1950-an memberikan pemahaman tentang Split brain research yaitu suatu proses meninjau otak sebagai bagian yang terpisah yaitu otak kiri dan otak kanan dan masing-masing memiliki spesialisasi keterampilan yang berbeda.
Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an hasil riset otak menyatakan bahwa otak sebelah kiri dihubungkan dengan keterampilan logika dan linguistic, sedangkan otak bagian kanan dihubungkan dengan fungsi-fungsi artistic, kreatif, dan emotif. Hasil riset tersebut berpengaruh pada bidang pendidikan dan bidang sosio kultural.
Berdasarkan karya Gazzaniga, Sperry, Le Doux, Premach, Festinger, dkk mengemukakan hasil riset otak yang sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1.      Otak dibagi menjadi dua bagian yaitu otak sebelah kanan dan otak sebelah kiri.
2.      Kedua bagian tersebut saling berhubungan dan memiliki jalur penggerak respon perilaku.
3.      Bila kedua bagian tersebut dipisahkan oleh prasi bedah makan masing-masing bisa mengambil alih fungsi bagian yang lain.
4.      Tidak semua bagian otak diorganisirnya sama.
5.      Otak bagian kiri berhubungan dan melaksanakan logika, linguistic, inferensi. Sedangkan bagian otak sebelah kanan digunakan untuk mengorganisir gerakan mata dan tangan, memanifulasi objek, berfungsi untuk peraba non-verbal, dan menggerakan reaksi yang lebih emotif (seperti afektif dan perasaan).
6.      Otak kanan dan otak kiri memiliki kapabilitas lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya.
7.      Masing-masing bagian otak merupakan sistem modular pemrosesan mental terpisah yang masing-masing dapat mereaksi stimulus secara emosional. (yaitu memberikan penilaian positif atau negative terhadap suatu stimulus).
8.      Sistem-sistem modular menyimpan dasar-dasar kepercayaan dan emosi sehingga dapat mengendalikan sikap dan nilai seseorang.
9.      Apabila hubungan antara otak kanan dan otak kiri dipotong melalui bedah, maka, otak kanan umumnya kehilangan sebagian besar atau seluruh kemampuannya untuk berbicara.
10.  Sebagai person, kita membentuk objek dengan cara sebagai berikut:
a.       Secara mental menggambar atau membatasi objek dengan memberi ciri pada objek tersebut.
b.      Memberikan valuensi (suatu nilai positif maupun negatif) terhadap masing-masing atribut berdasarkan kepercayaan yang disimpan dalam sistem modular otak.
c.       Memproses kekuatan valuensi (baik yang positif maupun yang negatif) yang dipandang berdasarkan dari atribut suatu objek.
d.      Mengeluarkan atau menyampaikan suatu perasaan (sikap) terhadap objek.
11.  Setiap objek berupa kata, gambar, kejadian, atau pribadi akan berhubungan denga valuensi emosional yang berbeda.
12.  Bila suatu stimulus mengakibatkan konflik diantara dasar-dasar kepercayaan, maka akan memasuki tahap ketidakseimbangan, yang oleh Leon Festinger tahap ketidakseimbangan disebut Disonasi Kognitif. Apabila seseorang mengalami disonasi kognitif ada dua kemungkinan, yaitu:
a.       Menyusun kembali sistem kepercayaan berdasarkan informasi baru, dan konsekwensinya akan merubah prilaku dan konsisten dengan kepercayaan baru kita, atau
b.      Secara total menolak informasi baru dengan cara mempertahankan kepercayaan serta memelihara prilaku lama.
13.  Bagian otak kiri manusia berisi sistem modular mistis yang menyebabkan kita mencari:
a.       Penjelasan rasional tentang eksistensi dan aksinya. Serta,
b.      Cara-cara yang dapat membedakan diri kita dengan orang lain.
14.  Manusia pada awalanya tidak memiliki otak seperti manusia yang ada pada saat ini. Manusia purba (Homo habilis yang hidup jutaan tahun lalu) memiliki suplei darah yang sangat terbatas pada otaknya, sehingga memungkinkan untuk memiliki daya nalar yang sangat terbatas. Sedangkan Homo Erectus (yang hidup kurang lebih 200.000 sampai jutaan tahun lalu) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan bertambahnya aliran darah ke otak, oleh sebab itu sudah memiliki sistem inferensi walaupun dalam taraf sederhana, serta mulai memproyeksi hidupnya karena masalalu untuk masa kini dan masa yang akan datang. Manusia Neanderthal yang hidup kurang lebih antara 40.000 tahun yang lalu, memiliki aliran darah yang lebih besar ke otak, oleh karena itu telah memiliki kemampuan inferensi yang lebih canggih dari manusia sebelumnya, sudah bisa mengembangkan komunikasi verbal dan mulai mengontrol lingkungannya.
15.  Interaksi sistem kepercayaan manusia, sistem mistis serta prilakunya (seperti interaksi dengan lingkungannya serta evaluasi, verbalisasi interaksi tersebut) berkembang sehingga membentuk kepribadiannya. Michael Gazzaniga, mengatakan bahwa manusia memiliki salah satu dari dua pandangan terhadap dunianya, yaitu:
a.       Pandangan eksternal, yaitu manusia berada dalam kemurahan lingkungan, serta tanggung jawab hidup berada pada tangan orang lain (seperti Tuhan, masyarakat, perlindungan, dll).
b.      Pandangan internal, yaitu kita bebas untuk mengadaptasi lingkungan.
16.  Sistem kepercayaan manusia terbentuk dan berubah ketika berinteraksi dengan lingkungannya, sistem kepercayaan akan memiliki informasi tambahan melalui:
a.       Pancar indranya
b.      Inferensi (menggambarkan hubungan komparatif) dan pemetaan mental (melakukan pemecahan masalah yang kompleks)
c.       Orang lain baik dari penguasa, keluarga, teman, dsb
d.      Pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung dan pengalaman tidak langsung.
e.       Norma-norma prilaku kelompok social
17.  Perubahan dalam suatu kepercayaan akan didapatkan dari hasil informasi baru (berbeda informasi baru yang dihargai dan informasi baru yang dipercaya). Perubahan dalam keyakinan tersebut akan menghasilkan perubahan lain dibidang sikap, nilai, dan akhirnya terjadi perubahan prilaku. Diterima atau tidaknya suatu informasi baru tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
a.       Bagaimana informasi itu diperkenalkan (proses input)
b.      Oleh siapa informasi tersebut disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si pembawa).
c.       Dalam kondisi yang bagaimana informasi itu disampaikan atau diterima.
d.      Tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat informasi baru tersebut (yaitu tingkat dan sifat konfllik yang terjadi dengan kepercayaan yang telah ada.
e.       Level penerimaan individu yaitu motivasi individu untuk berubah.
f.        Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru serta merubah tingkah lakunya (tahap kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya).

C.    Komunikasi Dan Informasi Baru
Ahli-ahli komunikasi sering menggunakan diagram “black box” untuk menggambarkan proses komunikasi Input-Output. Informasi bari “A” pertama-tama diproses secara internal oleh si penerima dan diterima sebagai informasi “B”. Hasilnya kemungkinan sama dengan “A” atau mungkin sangat berbeda dengan “A”.
Dennison dan Shenton menampilkan proses komunikasi dengan versi yang sedikit berbeda melalui proses komunikasi 2 arah, yaitu: Pada model ini, banyak pesan yang dimaksud bisa hilang atau cacat pada setiap fase proses, hilangnya pesan sangat tergantung pada:
a.    Siapa atau sumber informasi tersebut
b.    Sifat dari pesan itu sendiri
c.    Saluran (metoda) yang digunakan unutk menyampaikan pesan
d.    Sifat dari penerima (kesiapan, motivasi atau sikapnya)
e.    Interpretasi pesan oleh penerima (pengertian)
f.     Sifat respon (feed back) oleh penerima
Edgar Dale telah menyusun apa yang disebutnya sebagai “Cobe Of Learning” yang menggambatkan tingkat dan jumlah belajar yang terjadi dengan menggunakan berbagai teknik pengajaran, (Metoda input informasi). Tesis yang dikemukakannya adalah bahwa belajar akan semakin banyak apabila siswa berurusan dengan pengalaman langsung dan berguna, dan jumlah belajar akan semakin sedikit bila siswa pasif dan hanya berurusan dengan transaksi verbal satu arah (yaitu mendengarkan kuliah).
Seperti yang dapat dililhat dalam “Cone of Learning” bahwa siswa akan terlibat lebih banyak dalam belajarnya apabila mereka diminta:
a.       Menggunakan indera lebih banyak
b.      Lebih aktif terlibat dalam proses belajar
Dalam pendidikan nilai, dua hal di atas amatlah penting, sebab guru yang mengupayakan siswanya agar mencapai sasaran belajar dalam ranah kognitif (pengetahuan) dan ranah afektif (sikap). Lebih jauh lagi, tujuan pendidikan Nilai dan tujuan Pendidikan Moral tidak hanya membantu siswa “belajar mengenai sesuatu” akan tetapi membantu siswa memiliki pemahaman yang lebih rasional dan mengarahkan perilaku mereka dengan cara yang lebih canggih sehingga benar-benar konsisten bagi dirinya dan diinginkan oleh masyarakatnya.

D.    Perubahan Perilaku sebagai Hasil Informasi Baru
Proses untuk menumbuhan perubahan sikap, kepercayaan, nilai dan perilaku seseorang membutuhkan waktu yang panjang serta membutuhkan perlakuan yang kompleks. Proses panjang itu telah menjadi perhatian peneliti medis dan psikologis selama berabad-abad, sehingga akhirnya kita memahami betapa kompleksya proses tersebut jika dihubungkan dengan fungsi otak manusia. Bahkan berdasarkan hasil studi teknologi medis yang telah dilakukan lama sekali  kita masih berada pada tahap awal penelitian, oleh karena itu yang dapat kita lakukan sekarang baru berspekulasi terhadap proses dan variabel yang terlibat dalam perubahn perilaku.
Dibawah ini akan digambarkan secara sederhana bagaimana proses perubahan perilaku individu yaitu sebagai berikut:
St     B      A      V     SM     [ I (LD) ] = perilaku X
St         = Stimulus atau informasi baru
            = Berpengaruh pada perubahan
B         = Believe atau kepercayaan
A         = Attitude atau sikap
V         = Values atau nilai
SM      = Standar moral
I           = Intent atau niat untuk menampilkan perilaku X
L          = Level komitmen untuk menampilkan perilaku X
D         =Degree atau tingkat intensitas dibelakang niat untuk menampilkan perilaku X
Dari penjelasan diatas mengenai penelitian otak manusia dan teori komunikasi jelas sekali bahwa gambaran proses perubahan perilaku tersebut perlu dimodifikasi agar variabel lain (O) dapat dimasukan.
Dalam (O) ini terdapat variabel-variabel sebagai berikut:
B1, B2, B        = kepercayaan mengenai objek yang sama
S                      = sumber stimulus atau informasi baru
P                      = proses atau metode yang menggerakan stimulus
CD                  = cognitive disonansi akibat konflik kepercayaan
MT                  = motivasi untuk menerima stimulus serta type pandangan terhadap manusia
Pf                    = preferens atau pilihan
R                     = readines atau kesiapan

Mengajar adalah suatu proses perubahan perilaku oleh karena itu pengajar harus:
a.       Menciptakan berbagai kesempatan kepada siswa untuk menerima dan mengenali informasi baru.
b.      Berupaya membimbing siswa kearah perolehan perilaku baru yaitu belajar bagaimana cara belajar yang baru, belajar melaksanakan dan belajar melaksanakan.

E.     Domain-Domain Belajar
Standar – standar nilai dan moral berkembang dan berubah ketika seorang individu menimbang-nimbang informasi baru yang dipertentangkan dengan informasi yang telah disimpannya dalam sistem modular otak, demikian pula pertimbangan ini akan memperhitungkan kapabilitas fisik tubuh manusia bagian lainnya. Oleh karena itu, setiap perubahan baru akan dimulai dari interaksi stimulus dengan gudang informasi kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah ada.
1.         Sistem kognitif menyimpan fakta-fakta, kepercayaan-kepercayaan, dasar, norma-norma, aturan-aturan, tradisi-tradisi, dll serta menyimpan suatu basis pengetahuan yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan informasi baru.
2.         Sistem afektif menyimpan perasaan-perasaan, sikap dan emosi, seperti perasaan mengenai diri (konsep diri, dukungan/penerimaan, penghargaan, rasa aman dan kepemilikan) dan juga perasaan-perasaan rasa terancam, tantangan, hambatan, rasa bersalah, dan sejenisnya.
3.         Sistem psikomotor berhubungan dengan ketangkasan, pergerakan tubuh, stamina, koordinasi dan juga kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), yaitu:
1)   Ranah Kognitif
Pada dasarnya Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi, yaitu:
a.         Pengetahuan (Knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
b.        Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
c.         Aplikasi (Application) adalah kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip.
d.        Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor yang satu dengan faktor lainnya.
e.         Sintesis (Synthesis) adalah suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola baru.
f.          Evaluasi (Evaluation) adalah kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
2)   Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
a.         Penerimaan (Receiving/Attending) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
b.        Tanggapan (Responding) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara.
c.         Penghargaan (Valuing) adalah memberikan nilai atau penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek. Dalam kaitan proses belajar mengajar, peserta didik tidak hanya menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.
d.        Pengorganisasian (Organization) adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Ini merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e.         Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex) lebih mengacu kepada karakter dan daya hidup seseorang. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menjadi lebih konsisten, menetap dan lebih mudah diperkirakan.
3)   Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Meliputi keterampilan motorik, keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial. Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, namun dibuat oleh ahli lain tetapi tetap berdasarkan pada domain yang dibuat Bloom dan dikembangkan oleh Simpson. Klasifikasi ranah psikomotorik tersebut adalah:
a.       Persepsi (Perception) adalah penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan. Persepsi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.
b.      Kesiapan (Set) adalah kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan rohani.
c.       Guided Response (Respon Terpimpin)  adalah tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d.      Mekanisme (Mechanism) adalah membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangakaian gerakan dengan lancar karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan contoh yang diberikan.
e.       Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response) adalah gerakan motoris terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.
f.        Penyesuaian (Adaptation) adalah keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.
g.      Penciptaan (Origination) adalah membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu. Mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

F.     Pendidikan Afektif Atau Tidak Sama Sekali
Para pemikir dalam bidang pendidikan berpendirian bahwa perhatian terhadap sikap, perasaan, dan emosi siswa merupakan hal yang penting dalam proses belajar yang harus dimasukan dalam perencanaan dan praktek pengajaran. Di bawah ini merupakan hasil penelitian modern yang memberikan sumbangan pemikiran pentingnya afektif.
1.    Otak Kita Berorientasi Pada Makna
Otak kita adalah suatu organ yang sangat mengagumkan untuk menemukan dan menciptakan makna. Dalam keadaan terjaga maupun tertidur, otak kita tetap berusaha membuat makna pengalamana lahir (outer) dan pengalaman batin (inner). Makna-makna yang kita ciptakan menentukan bagaimana cara kita berperilaku.
2.    Belajar adalah Penemuan Diri Tentang Makna
Belajar selalu melibatkan 2 hal, pertama yaitu penyampaian informasi atau pengalaman baru, kedua yaitu penemuan diri akan maknannya. Setiap informasi akan berpengaruh pada pribadi seseorang sejauh seseorang itu menemukan maknanya terhadap informasi tersebut.
3.    Perasaan dan Informasi Sebagai Indikator Makna
Perasaan atau emosi merupakan indikator tingkat relefansi sesuatu terhadap pribadi yang berperilaku. Makin dekat suau kejadian yang akan ditanggapi dihubungkan dengan diri kita, makin besar pengaruhnya. Belajar tanpa terpengaruh cenderung tidak akan mempengaruhi perilaku, dan system pendidikan yang mengenyampingkan perasaan dan emosi jelas-jelas tidak efektif. Tingkat emosi yang dialamipun merupakan indikator efektifitas keterlibatan siswa. Hubungan-hubungan ini bisa diamati dengan baik ketika berkelompok.
4.    Faktor – Faktor Afektif dalam Belajar
Ada empat faktor afektif yang sangat penting untuk diketahui yang mempengaruhi proses belajar mengajar, diantaranya yaitu:
a.         Konsep diri
Apa yang diyakini oleh siswa tentang konsep diri mereka akan berpengaruh terhadap perilaku dan belajarnya. Esensi belajar adalah proses penemuan makna pribadi, yaitu hubungan antara kejadian dan diri. Diri yang dimaksud adalah konsep diri. Konsep diri yang dimaksud bukan semata-mata penggambaran diri saja, tapi meliputi asek-aspek afektif.
Kosep-konsep diri cenderung memperkuat diri mereka sendiri. Para siswa yang yakin bahwa dirinya mampu cendrung untuk lebih mencoba, oleh karena itu cenderung lebih berhasil. Para siswa yang yakin tidak dapat mengindari rasa malu dan hinaan, pelibatan mereka cenderung mengalami kegagalan, mereka hanya membuktikan apa yang telah mereka pikirkan sebelumnya.
b.         Tantangan atau Ancaman
Orang akan merasa tertantang bila dihadapkan dengan masalah-masalah yang menarik dirinya dan merasa mampu untuk mengatasi masalah tersebut. Orang merasa terancam apabila dihadapkan dengan masalah yang diperhitungkan tidak dapat diatasinya. Perasaan-perasaan tentang bersifat kondusif terhadap belajar. Belajar akan tercipta dengan baik apabila guru berhasil menciptakan suasana yang menantang tanpa merasa terancam.
c.       Nilai-nilai
Nilai adalah kepercayaan – kepercayaan yang digenalisir yang berfungsi sebagai garis pembimbing untuk menyeleksi tujuan serta perilaku yang akan dipilih untuk dicapai. Nilai itu sangat bersifat pribadi dan selalu berhubungan dengan perasaan maupun pengaruh. Nilai tidak dibatasi dengan pertanyaan-pertanyaan keagamaan, politik maupun moral. Para siswa yang menghargai makna membaca, menulis, aritmatika, problemsolving, penemuan sesuatu, atau kerjasama dengan orang lain cenderung akan menjadi pelajar yang efektif, siswa yang menarik, produktif, dan menjadi anggota perkumpulan dari masyarakat sekolah.
d.    Memiliki dan diperhatikan
Kita memahami bahwa perasaan memiliki dan merasa diperhatikan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Bila saya tahu bahwa saya diperhatikan dan dimiliki maka saya akan merasa senang dan gembira, maka saya ingin terlibat, ingin bersamanya, saya menikmati kegiatan itu. Jika saya merasa tidak diperhatikan dan ditinggalkan, saya merasa kecil hati, dikecewakan, apatis, saya ingin menjauhkan diri, supaya tidak mendapat malu dan terhina. Dari penjelasan diatas jelas kepada kita konsekuensi mana yang paling berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan belajar.