Pengantar Pendidikan Nilai
A. Latar
Belakang Pendidikan Nilai
Dalam beberapa literatur, pendidikan nilai dan
pendidikan moral sering digunakan untuk kepentingan yang sama karena erat
hubungannya diantara kedua bidang pendidikan tersebut. Pendidikan nilai adalah
pendidikan yang mempertimbangkan suatu objek dari suatu moral atau non moral,
yang meliputi estetika yaitu menilai objek berdasarkan keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu benar atau
salah dalam hubungan antar pribadi. Sedangkan pendidikan moral yaitu pendidikan
yang mempertanyakan benar atau salah dalam suatu hubungan antar pribadi yang
melibatkan konsep seperti hak manusia, kehormatan manusia, dll.
Pendidikan nilai dan pendidikan moral
kedua-duanya berusaha untuk membantu siswa untuk berubah. Sehingga mereka
bertindak dengan cara yang lebih dapat diterima dan lebih produktif baik secara
personal maupun sosial. Perubahan yang terjadi dalam bentuk perilaku pada
individu ini disebabkan karena diperkenalkannya pada informasi baru yang
menyebabkan perubahan dasar dalam kepercayaan, nilai dan sikapnya.
Kepercayaan yang dimaksud adalah sekumpulan
fakta atau opini mengenai kebenaran, keindahan dan kebaikan. Sedangkan sikap
adalah serangkaian kepercayaan yang menentukan pilihan terhadap objek atau
situasi tertentu. Adaun nilai adalah serangkaian sikap yang menyebabkan atau
membangkitkan suatu pertimbangan yang harus dibuat.
B. Riset
Otak dan Nilai
Penelitian perkembangan
dan fungsi otak mengarah pada bagaimana otak diorganisir, bagaimana cara otak
menggerakan kognisi dan akhirnya bagaimana otak mempengaruhi sistem
kepercayaan, sistem sikap dan sistem nilai.
Hasil penelitian medis
dan psikologis pada tahun 1950-an memberikan pemahaman tentang Split brain research yaitu suatu proses
meninjau otak sebagai bagian yang terpisah yaitu otak kiri dan otak kanan dan
masing-masing memiliki spesialisasi keterampilan yang berbeda.
Pada tahun 1960-an dan
tahun 1970-an hasil riset otak menyatakan bahwa otak sebelah kiri dihubungkan
dengan keterampilan logika dan linguistic, sedangkan otak bagian kanan
dihubungkan dengan fungsi-fungsi artistic, kreatif, dan emotif. Hasil riset
tersebut berpengaruh pada bidang pendidikan dan bidang sosio kultural.
Berdasarkan karya
Gazzaniga, Sperry, Le Doux, Premach, Festinger, dkk mengemukakan hasil riset
otak yang sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1.
Otak dibagi menjadi dua bagian yaitu otak sebelah
kanan dan otak sebelah kiri.
2.
Kedua bagian tersebut saling berhubungan dan memiliki
jalur penggerak respon perilaku.
3.
Bila kedua bagian tersebut dipisahkan oleh prasi bedah
makan masing-masing bisa mengambil alih fungsi bagian yang lain.
4.
Tidak semua bagian otak diorganisirnya sama.
5.
Otak bagian kiri berhubungan dan melaksanakan logika,
linguistic, inferensi. Sedangkan bagian otak sebelah kanan digunakan untuk
mengorganisir gerakan mata dan tangan, memanifulasi objek, berfungsi untuk
peraba non-verbal, dan menggerakan reaksi yang lebih emotif (seperti afektif
dan perasaan).
6.
Otak kanan dan otak kiri memiliki kapabilitas lebih
besar dibandingkan penelitian sebelumnya.
7.
Masing-masing bagian otak merupakan sistem modular
pemrosesan mental terpisah yang masing-masing dapat mereaksi stimulus secara
emosional. (yaitu memberikan penilaian positif atau negative terhadap suatu
stimulus).
8.
Sistem-sistem
modular menyimpan dasar-dasar kepercayaan dan emosi sehingga dapat mengendalikan
sikap dan nilai seseorang.
9.
Apabila
hubungan antara otak kanan dan otak kiri dipotong melalui bedah, maka, otak
kanan umumnya kehilangan sebagian besar atau seluruh kemampuannya untuk
berbicara.
10. Sebagai person, kita membentuk
objek dengan cara sebagai berikut:
a. Secara mental
menggambar atau membatasi objek dengan memberi ciri pada objek tersebut.
b. Memberikan valuensi
(suatu nilai positif maupun negatif) terhadap masing-masing atribut berdasarkan
kepercayaan yang disimpan dalam sistem modular otak.
c. Memproses kekuatan
valuensi (baik yang positif maupun yang negatif) yang dipandang berdasarkan
dari atribut suatu objek.
d. Mengeluarkan atau
menyampaikan suatu perasaan (sikap) terhadap objek.
11. Setiap objek berupa
kata, gambar, kejadian, atau pribadi akan berhubungan denga valuensi emosional
yang berbeda.
12. Bila suatu stimulus mengakibatkan konflik
diantara dasar-dasar kepercayaan, maka akan memasuki tahap ketidakseimbangan,
yang oleh Leon Festinger tahap ketidakseimbangan disebut Disonasi Kognitif. Apabila seseorang mengalami disonasi kognitif
ada dua kemungkinan, yaitu:
a. Menyusun kembali sistem
kepercayaan berdasarkan informasi baru, dan konsekwensinya akan merubah prilaku
dan konsisten dengan kepercayaan baru kita, atau
b. Secara total menolak
informasi baru dengan cara mempertahankan kepercayaan serta memelihara prilaku
lama.
13. Bagian otak kiri
manusia berisi sistem modular mistis yang
menyebabkan kita mencari:
a. Penjelasan rasional
tentang eksistensi dan aksinya. Serta,
b. Cara-cara yang dapat
membedakan diri kita dengan orang lain.
14. Manusia pada awalanya
tidak memiliki otak seperti manusia yang ada pada saat ini. Manusia purba (Homo
habilis yang hidup jutaan tahun lalu) memiliki suplei darah yang sangat
terbatas pada otaknya, sehingga memungkinkan untuk memiliki daya nalar yang
sangat terbatas. Sedangkan Homo Erectus (yang hidup kurang lebih 200.000 sampai
jutaan tahun lalu) memiliki sistem sirkulasi yang memungkinkan bertambahnya
aliran darah ke otak, oleh sebab itu sudah memiliki sistem inferensi walaupun
dalam taraf sederhana, serta mulai memproyeksi hidupnya karena masalalu untuk
masa kini dan masa yang akan datang. Manusia Neanderthal yang hidup kurang
lebih antara 40.000 tahun yang lalu, memiliki aliran darah yang lebih besar ke
otak, oleh karena itu telah memiliki kemampuan inferensi yang lebih canggih
dari manusia sebelumnya, sudah bisa mengembangkan komunikasi verbal dan mulai
mengontrol lingkungannya.
15. Interaksi sistem
kepercayaan manusia, sistem mistis serta prilakunya (seperti interaksi dengan
lingkungannya serta evaluasi, verbalisasi interaksi tersebut) berkembang
sehingga membentuk kepribadiannya. Michael Gazzaniga, mengatakan bahwa manusia
memiliki salah satu dari dua pandangan terhadap dunianya, yaitu:
a. Pandangan eksternal,
yaitu manusia berada dalam kemurahan lingkungan, serta tanggung jawab hidup
berada pada tangan orang lain (seperti Tuhan, masyarakat, perlindungan, dll).
b. Pandangan internal,
yaitu kita bebas untuk mengadaptasi lingkungan.
16. Sistem kepercayaan
manusia terbentuk dan berubah ketika berinteraksi dengan lingkungannya, sistem
kepercayaan akan memiliki informasi tambahan melalui:
a. Pancar indranya
b. Inferensi
(menggambarkan hubungan komparatif) dan pemetaan mental (melakukan pemecahan
masalah yang kompleks)
c. Orang lain baik dari
penguasa, keluarga, teman, dsb
d. Pengalaman langsung dan
pengalaman tidak langsung dan pengalaman tidak langsung.
e. Norma-norma prilaku
kelompok social
17. Perubahan dalam suatu
kepercayaan akan didapatkan dari hasil informasi baru (berbeda informasi baru
yang dihargai dan informasi baru yang dipercaya). Perubahan dalam keyakinan
tersebut akan menghasilkan perubahan lain dibidang sikap, nilai, dan akhirnya
terjadi perubahan prilaku. Diterima atau tidaknya suatu informasi baru
tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:
a. Bagaimana informasi itu
diperkenalkan (proses input)
b. Oleh siapa informasi
tersebut disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si pembawa).
c. Dalam kondisi yang
bagaimana informasi itu disampaikan atau diterima.
d. Tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat
informasi baru tersebut (yaitu tingkat dan sifat konfllik yang terjadi dengan
kepercayaan yang telah ada.
e. Level penerimaan
individu yaitu motivasi individu untuk berubah.
f.
Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru
serta merubah tingkah lakunya (tahap kematangan individu serta kekayaan
pengalaman masa lalunya).
C. Komunikasi
Dan Informasi Baru
Ahli-ahli komunikasi sering menggunakan diagram
“black box” untuk menggambarkan proses komunikasi Input-Output. Informasi bari
“A” pertama-tama diproses secara internal oleh si penerima dan diterima sebagai
informasi “B”. Hasilnya kemungkinan sama dengan “A” atau mungkin sangat berbeda
dengan “A”.
Dennison dan Shenton menampilkan proses
komunikasi dengan versi yang sedikit berbeda melalui proses komunikasi 2 arah,
yaitu: Pada model ini, banyak pesan yang dimaksud bisa
hilang atau cacat pada setiap fase proses, hilangnya pesan sangat tergantung
pada:
a. Siapa atau sumber informasi tersebut
b. Sifat dari pesan itu sendiri
c. Saluran (metoda) yang digunakan unutk
menyampaikan pesan
d. Sifat dari penerima (kesiapan, motivasi atau
sikapnya)
e. Interpretasi pesan oleh penerima (pengertian)
f. Sifat respon (feed back) oleh penerima
Edgar
Dale telah menyusun apa yang disebutnya sebagai “Cobe Of Learning” yang
menggambatkan tingkat dan jumlah belajar yang terjadi dengan menggunakan
berbagai teknik pengajaran, (Metoda input informasi). Tesis yang dikemukakannya
adalah bahwa belajar akan semakin banyak apabila siswa berurusan dengan pengalaman
langsung dan berguna, dan jumlah belajar akan semakin sedikit bila siswa pasif
dan hanya berurusan dengan transaksi verbal satu arah (yaitu mendengarkan
kuliah).
Seperti
yang dapat dililhat dalam “Cone of Learning” bahwa siswa akan terlibat lebih
banyak dalam belajarnya apabila mereka diminta:
a.
Menggunakan
indera lebih banyak
b.
Lebih
aktif terlibat dalam proses belajar
Dalam pendidikan nilai, dua hal di atas amatlah
penting, sebab guru yang mengupayakan siswanya agar mencapai sasaran belajar
dalam ranah kognitif (pengetahuan) dan ranah afektif (sikap). Lebih jauh lagi,
tujuan pendidikan Nilai dan tujuan Pendidikan Moral tidak hanya membantu siswa
“belajar mengenai sesuatu” akan tetapi membantu siswa memiliki pemahaman yang
lebih rasional dan mengarahkan perilaku mereka dengan cara yang lebih canggih
sehingga benar-benar konsisten bagi dirinya dan diinginkan oleh masyarakatnya.
D. Perubahan
Perilaku sebagai Hasil Informasi Baru
Proses untuk menumbuhan perubahan sikap,
kepercayaan, nilai dan perilaku seseorang membutuhkan waktu yang panjang serta
membutuhkan perlakuan yang kompleks. Proses panjang itu telah menjadi perhatian
peneliti medis dan psikologis selama berabad-abad, sehingga akhirnya kita
memahami betapa kompleksya proses tersebut jika dihubungkan dengan fungsi otak
manusia. Bahkan berdasarkan hasil studi teknologi medis yang telah dilakukan
lama sekali kita masih berada pada tahap
awal penelitian, oleh karena itu yang dapat kita lakukan sekarang baru berspekulasi
terhadap proses dan variabel yang terlibat dalam perubahn perilaku.
Dibawah ini akan digambarkan secara sederhana
bagaimana proses perubahan perilaku individu yaitu sebagai berikut:
St = Stimulus
atau informasi baru
B = Believe
atau kepercayaan
A = Attitude
atau sikap
V = Values atau nilai
SM = Standar
moral
I = Intent
atau niat untuk menampilkan perilaku X
L = Level
komitmen untuk menampilkan perilaku X
D =Degree
atau tingkat intensitas dibelakang niat untuk menampilkan perilaku X
Dari
penjelasan diatas mengenai penelitian otak manusia dan teori komunikasi jelas
sekali bahwa gambaran proses perubahan perilaku tersebut perlu dimodifikasi
agar variabel lain (O) dapat dimasukan.
Dalam
(O) ini terdapat variabel-variabel sebagai berikut:
B1, B2, B =
kepercayaan mengenai objek yang sama
S = sumber stimulus atau informasi baru
P = proses atau metode yang menggerakan stimulus
CD = cognitive disonansi akibat konflik
kepercayaan
MT = motivasi untuk menerima stimulus serta type
pandangan terhadap manusia
Pf = preferens atau pilihan
R = readines atau kesiapan
Mengajar adalah suatu proses perubahan perilaku
oleh karena itu pengajar harus:
a.
Menciptakan
berbagai kesempatan kepada siswa untuk menerima dan mengenali informasi baru.
b.
Berupaya
membimbing siswa kearah perolehan perilaku baru yaitu belajar bagaimana cara
belajar yang baru, belajar melaksanakan dan belajar melaksanakan.
E. Domain-Domain
Belajar
Standar – standar nilai dan moral berkembang
dan berubah ketika seorang
individu menimbang-nimbang informasi baru yang dipertentangkan
dengan informasi yang telah disimpannya dalam sistem modular otak, demikian pula pertimbangan
ini akan memperhitungkan kapabilitas fisik tubuh
manusia bagian lainnya. Oleh karena
itu, setiap perubahan baru akan dimulai dari interaksi stimulus dengan gudang
informasi kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah ada.
1.
Sistem kognitif menyimpan fakta-fakta,
kepercayaan-kepercayaan, dasar, norma-norma, aturan-aturan, tradisi-tradisi,
dll serta menyimpan suatu basis pengetahuan yang dapat digunakan untuk
mempertimbangkan informasi baru.
2.
Sistem afektif menyimpan perasaan-perasaan, sikap
dan emosi, seperti perasaan mengenai diri (konsep diri, dukungan/penerimaan,
penghargaan, rasa aman dan kepemilikan) dan juga perasaan-perasaan rasa terancam, tantangan, hambatan, rasa bersalah, dan sejenisnya.
3.
Sistem psikomotor berhubungan dengan ketangkasan,
pergerakan tubuh, stamina, koordinasi dan juga kebutuhan-kebutuhan dasar
psikologis.
Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori
yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), yaitu:
1) Ranah Kognitif
Pada
dasarnya Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui, dan
memecahkan masalah. Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam
ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari
jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi, yaitu:
a.
Pengetahuan
(Knowledge) adalah
kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali
kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa
mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya.
b.
Pemahaman
(Comprehension) adalah
kemampuan untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat.
c.
Aplikasi
(Application) adalah
kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi
yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip.
d.
Analisis
(Analysis) adalah
kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor yang satu dengan faktor lainnya.
e.
Sintesis
(Synthesis) adalah
suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola
baru.
f.
Evaluasi
(Evaluation) adalah kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap
suatu kondisi, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia
akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.
2) Ranah Afektif
Ranah
afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya
bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri
hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah
laku.
Ranah
afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
a.
Penerimaan
(Receiving/Attending) adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
b.
Tanggapan
(Responding) adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara
aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara.
c.
Penghargaan
(Valuing) adalah memberikan
nilai atau penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek. Dalam kaitan proses belajar mengajar,
peserta didik tidak hanya menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk.
d.
Pengorganisasian
(Organization) adalah
mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang
membawa pada perbaikan umum. Ini merupakan
pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya
hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan
dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e.
Karakterisasi
Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex) lebih mengacu kepada karakter dan daya hidup
seseorang. Tujuan dalam kategori ini ada
hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Yaitu
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam
secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Pada jenjang
ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya
untuk waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah
lakunya menjadi lebih konsisten, menetap dan lebih mudah diperkirakan.
3) Ranah Psikomotor
Ranah
psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu
berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Meliputi keterampilan motorik, keterampilan
intelektual, dan keterampilan sosial. Rincian dalam domain ini tidak dibuat
oleh Bloom, namun dibuat oleh ahli lain tetapi tetap berdasarkan pada domain
yang dibuat Bloom dan dikembangkan oleh Simpson. Klasifikasi ranah psikomotorik tersebut adalah:
a. Persepsi (Perception) adalah penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan
dalam membantu gerakan. Persepsi ini mencakup kemampuan untuk mengadakan
diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan
antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya
kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan
hadirnya rangsangan
(stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.
b. Kesiapan (Set) adalah kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk
melakukan gerakan. Mencakup
kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan
atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani
dan rohani.
c. Guided Response (Respon Terpimpin) adalah tahap
awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi
dan gerakan coba-coba.
d. Mekanisme (Mechanism) adalah membiasakan gerakan-gerakan yang telah
dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu
rangakaian gerakan dengan lancar karena
sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan contoh yang diberikan.
e. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt
Response) adalah gerakan
motoris terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
Mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan,
yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Adanya
kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan
menggabungkan beberapa subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik
yang teratur.
f.
Penyesuaian
(Adaptation) adalah keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat
disesuaikan dalam berbagai situasi. Mencakup kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan
menunjukkan taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.
g. Penciptaan (Origination) adalah membuat pola gerakan baru yang disesuaikan
dengan situasi atau permasalahan tertentu. Mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola
gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.
F.
Pendidikan Afektif Atau Tidak Sama Sekali
Para pemikir dalam bidang pendidikan
berpendirian bahwa perhatian terhadap sikap, perasaan, dan emosi siswa
merupakan hal yang penting dalam proses belajar yang harus dimasukan dalam
perencanaan dan praktek pengajaran. Di bawah ini merupakan hasil penelitian
modern yang memberikan sumbangan pemikiran pentingnya afektif.
1.
Otak
Kita Berorientasi Pada Makna
Otak kita adalah suatu organ yang sangat
mengagumkan untuk menemukan dan menciptakan makna. Dalam keadaan terjaga maupun
tertidur, otak kita tetap berusaha membuat makna pengalamana lahir (outer) dan
pengalaman batin (inner). Makna-makna
yang kita ciptakan menentukan bagaimana cara kita berperilaku.
2. Belajar adalah Penemuan Diri Tentang Makna
Belajar selalu melibatkan 2 hal, pertama yaitu
penyampaian informasi atau pengalaman baru, kedua yaitu penemuan diri akan
maknannya. Setiap informasi akan berpengaruh pada pribadi seseorang sejauh
seseorang itu menemukan maknanya terhadap informasi tersebut.
3.
Perasaan
dan Informasi Sebagai Indikator Makna
Perasaan atau emosi merupakan indikator tingkat
relefansi sesuatu terhadap pribadi yang berperilaku. Makin dekat suau kejadian
yang akan ditanggapi dihubungkan dengan diri kita, makin
besar pengaruhnya. Belajar tanpa terpengaruh cenderung tidak akan mempengaruhi
perilaku, dan system pendidikan yang mengenyampingkan perasaan dan emosi
jelas-jelas tidak efektif. Tingkat emosi yang dialamipun merupakan indikator
efektifitas keterlibatan siswa. Hubungan-hubungan ini bisa diamati dengan baik
ketika berkelompok.
4.
Faktor –
Faktor Afektif dalam Belajar
Ada empat faktor afektif yang sangat penting
untuk diketahui yang mempengaruhi proses belajar mengajar, diantaranya yaitu:
a.
Konsep
diri
Apa yang diyakini oleh siswa tentang konsep
diri mereka akan berpengaruh terhadap perilaku dan belajarnya. Esensi belajar
adalah proses penemuan makna pribadi, yaitu hubungan antara kejadian dan diri.
Diri yang dimaksud adalah konsep diri. Konsep diri yang dimaksud bukan
semata-mata penggambaran diri saja, tapi meliputi asek-aspek afektif.
Kosep-konsep diri cenderung memperkuat diri mereka
sendiri. Para siswa yang yakin bahwa dirinya mampu cendrung untuk lebih
mencoba, oleh karena itu cenderung lebih berhasil. Para siswa yang yakin tidak
dapat mengindari rasa malu dan hinaan, pelibatan mereka cenderung mengalami
kegagalan, mereka hanya membuktikan apa yang telah mereka pikirkan sebelumnya.
b.
Tantangan
atau Ancaman
Orang akan merasa tertantang bila dihadapkan
dengan masalah-masalah yang menarik dirinya dan merasa mampu untuk mengatasi
masalah tersebut. Orang merasa terancam apabila dihadapkan dengan masalah yang
diperhitungkan tidak dapat diatasinya. Perasaan-perasaan tentang bersifat
kondusif terhadap belajar. Belajar akan tercipta dengan baik apabila guru
berhasil menciptakan suasana yang menantang tanpa merasa terancam.
c. Nilai-nilai
Nilai adalah kepercayaan – kepercayaan yang
digenalisir yang berfungsi sebagai garis pembimbing untuk menyeleksi tujuan
serta perilaku yang akan dipilih untuk dicapai. Nilai itu sangat bersifat
pribadi dan selalu berhubungan dengan perasaan maupun pengaruh. Nilai tidak
dibatasi dengan pertanyaan-pertanyaan keagamaan, politik maupun moral. Para
siswa yang menghargai makna membaca, menulis, aritmatika, problemsolving,
penemuan sesuatu, atau kerjasama dengan orang lain cenderung akan menjadi
pelajar yang efektif, siswa yang menarik, produktif, dan menjadi anggota
perkumpulan dari masyarakat sekolah.
d. Memiliki dan diperhatikan
Kita memahami bahwa perasaan memiliki dan
merasa diperhatikan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Bila saya
tahu bahwa saya diperhatikan dan dimiliki maka saya akan merasa senang dan
gembira, maka saya ingin terlibat, ingin bersamanya, saya menikmati kegiatan
itu. Jika saya merasa tidak diperhatikan dan ditinggalkan, saya merasa kecil
hati, dikecewakan, apatis, saya ingin menjauhkan diri, supaya tidak mendapat
malu dan terhina. Dari penjelasan diatas jelas kepada kita konsekuensi mana
yang paling berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan belajar.