Model Rational Building Lengkap
MODEL RATIONAL BUILDING
A. Pengantar Model Rational Building
Tujuan model rational building adalah
untuk membentuk perkembangan “kematangan moral” siswa melalui analisa kritis terhadap
situasi yang berhubungan dengan suatu konteks sosial.
Model ini didasarkan atas keyakinan
bahwa tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan keterampilan analisis dan
keterampilan nalar serta mengambangkan sikap-sikap moral siswa yang
memungkinkan mereka bertanggungjawab dan efektif di lingkungan masyarakat.
Model rational building khususnya
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan kognitif. Model ini berusaha
menentukan:
-
Apakah
nilai-nilai dasar dalam konteks sosial dan konteks kebudayaan yang berbeda
-
Nilai
moral apakah yang dapat digunakan untuk mendukung suatu unit sosial
-
Nilai
apakah yang seharusnya dimiliki oleh warga-warga negara yang “baik” dan
darimanakah nilai itu berasal
B. Asumsi-Asumsi Dasar
Model rational building didasarkan
pada asumsi-asumsi berikut ini:
a.
Nilai
adalah konsep-konsep perasaan, dengan demikian merupakan subjek untuk
diselidiki secara rasional (yaitu nilai-nilai bisa dibatasi, bisa dianalisa dan
bisa dibandingkan);
b.
Nilai
adalah standar atau prinsip-prinsip yang dengan standar atau prinsip-prinsip
itu kita menilai “kemanfaatan” atau “kebaikan” dalam suatu konteks atau situasi
yang rasional.
c.
Keputusan
nilai menghasilkan hasil-hasil afektif yang mempengaruhi maksud dan perilaku.
d.
Nilai
yang dipegang seseorang mungkin eksplisit (jelas atau disadari) atau implisit
(kurang jelas atau kurang disadari)
e.
Nilai-nilai
mungkin dinyatakan secara terbuka atau dipegang secara internal (pengakuan umum
tidak merupakan syarat seperti halnya pada model value clarification)
f.
Nilai
lebih bersifat kontekstual (yaitu, bervariasi dalam situasi yang berbeda)
daripada bersifat mutlak;
g.
Nilai-nilai
digunakan untuk menilai tingkat kebenaran dan kesalahan dalam suatu garis
kontinum (benar-salah)
h.
Penilaian
nilai adalah kesimpulan yang didukung oleh nilai-nilai
C. Sasaran Model Rational Building
Diharapkan dapat membantu para siswa
untuk mengembangkan “pemikiran” dalam menganalisa suatu konflik nilai, sehingga
dia mampu menilai alternatif, dan mampu membuat keputusan-keputusan yang matang
secara moral serta dapat diterima secara sosial dalam masyarakat yang
demokratis dan mencerminkan sifat-sifat kewarganegaraan yang bertanggungjawab.
Dengan model rational building ini
siswa diajari prosedur teknis analitis berlandaskan pada informasi yang valid
dan reliabel. Pembuatan keputusan dipandang sebagai suatu proses ilmiah yang
alternatif-alternatifnya diperiksa secara kritis dalam bentuk variabel-variabel
sosial yang mempengaruhi warga suatu masyarakat dan mempengaruhi masyarakat
menjadi masyarakat yang demokratis.
D. Peran Guru dalam Model Rational Building
Guru yang mempraktekkan model
rasional building memiliki kewajiban moral untuk:
1.
Menyampaikan
nilai-nilai dasar masyarakat demokratis;
2.
Mengajar
para siswa untuk berpikir rasional dalam memahami dan menerima nilai-nilai
demokratis;
3.
Membantu
para siswa dalam mengembangkan sesuatu secara analitis sehingga dapat mengukur,
menalar, dan menilai situasi-situasi yang melibatkan konflik nilai.
Hal-hal
tersebut merupakan kewajiban bagi guru-guru yang menggunakan model ini untuk
memperkuat “dasar moral”nya dalam mengajar. Mereka harus memiliki atau
mengembangkan suatu pemikiran dan keyakinan yang kuat sehingga disenanginya
masalah-masalah, isu-isu dan konflik-konflik moral yang ada atau dikembangkan
di dalam kelas.
E. Strategi Mengajar Model Rational Building
Proses mengajar yang digunakan dalam
model rasional building melibatkan lima langkah pokok sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi
situasi yang didalamnya terjadi konflik atau “mis-doing” (pekerjaan yang salah),
misalnya adanya ketidakserasian atau penyimpangan tindakan.
2.
Mengumpulkan
informasi yang berhubungan dengan situasi tersebut
3.
Menganalisis
situasi dengan berpegang pada norma, prinsip atau ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam masyarakat
4.
Mencari
berbagai alternatif tindakan dan menguji implikasi dan konsekuensi setiap
alternatif tersebut dengan memikirkan akibat-akibat
5.
Membuat
keputusan untuk dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dengan penuh
kesadaran terhadap setiap konsekuensi positif dan negatifnya. Maksudnya,
mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuan-ketentuan
legal dalam masyarakat.
F. Alternatif Pendekatan
Banyak pendekatan yang telah
dikembangkan dalam model rational building ini. Dua diantaranya akan
ditampilkan oleh Farmington dari Inggris, dan Shaver dari Amerika.
1. Pendekatan Farmington
Pendekatan Farmington tumbuh dari
karya : the Farmington Trust Research
Unit: dalam bukunya The Assesment of
Morality, Rochester, Kent, England. Stanhope Press. 1973. Dan First Steps in Morality : A Report of the
Farmington Trust Research Unit.
Pendekatan Farmington didasarkan pada
asumsi-asumsi yang dapat dijadikan kerangka kerja untuk membimbing proses
perkembangan moral, asumsi-asumsi tersebut adalah :
a.
Moral
thinking adalah subjek atau disiplin yang sewajarnya ditampilkan dalam
kurikulum sekolah.
b.
Moral
thinking adalah persiapan untuk hidup dan menjembatani jurang pemisah antara
sekolah dan masyarakat.
c.
Moral
thinking bisa diajarkan sebagai keterampilan dan tehnik melalui pengajaran
langsung yang dilengkapi dengan materi-materi, metode-metode dan
latihan-latihan yang cocok.
d.
Moral
thinking harus didasarkan pada perhatian, penghargaan, dan kebajikan pada orang
lain.
e.
Moral
thinking mensyaratkan adanya kesadaran pada emosi dan perasaan orang lain.
f.
Moral
thinking harus didasarkan pada informasi-informasi factual yang berhubungan
dengan isu-isu moral tertentu.
g.
Moral
thinking mensyaratkan adanya pertimbangan terhadap konsekuensi-konsekuensi
positif dan negatif dan juga harus mampu menggunakan pengetahuan dari
konsekuensi-konsekuensi tersebut untuk kepentingan atau membahagiakan orang
lain;
h.
Para
siswa harus terkonsentrasi pikirannya terhadap situasi dari berbagai sudut
pandang dan membuat komitmen terhadap tindakan.
i.
Para
siswa sebaiknya menggambil tindakan atas kehendak sendiri.
Ada dua komponen dasar dalam proses
mengajar yang dianjurkan kelompok Farmington :
a.
Melaksanakan
diskusi-diskusi yang rasional dan menganalisis moral “mis-doing” serta secara
kritis menguji cara-cara yang tidak tepat dari kegiatan berfikir, yaitu :
1)
Mengidentifikasi
situasi itu atas dasar pengetahuan, apa yang kita ketahui sebagai fakta,
sebagai asumsi atau sebagai opini.
2)
Kumpulkan
informasi tambahan mengenai situasi itu (situasi kehidupan nyata adalah lebih
baik, meskipun guru boleh menggunakan simulasi-simulasi sehingga menyediakan
informasi tambahan bagi mereka bila dibutuhkan).
3)
Analisa
setiap alternatif tindakan dan bagaimanakah setiap konsekuensi alternatif
tersebut mempengaruhi orang lain berdasarkan aturan moral dari suatu unit
sosial.
4)
Buatlah
suatu komitmen terhadap tindakan berdasarkan berfikir moral yang rasional.
5)
Bertindaklah
pada komitmen itu.
b.
Membantu
mengembangkan kesadaran untuk menanggapi hal-hal yang ada di belakang “peraturan”
dan memberikan kesempatan pada siswa untuk merubah peraturan-peraturan itu
secara logis dari situasi yang sedang di analisa. Melalui proses inilah para
siswa mengembangkan “pikirannya” untuk membuat keputusan moral dan bertindak
dalam satu konteks sosial.
2. Model Yurisprudensi
Model Yurisprudensi didasarkan pada
hasil karya James Shaver yang dimuat dalam Facing
Values Decision; Rationale Building for Teacher, Belmont, California Wedsworth
1976.
Pendekatan Shaver telah diberi label
model “Yurisprudensi” karena menekankan pada kerangka kerja aturan moral
sebagai titik acuannya. Model ini didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut
:
a.
Sifat
demokrasi menuntut warga yang terinformasi dan secara moral terdidik.
b.
Warga
negara bisa dididik secara khusus keterampilan analitis berdasarkan tradisi
demokrasi.
c.
Demokrasi
didasari konsep keseluruhan individu dan mengikutsertakan hal-hal sebagai
berikut :
-
Hak
individu untuk membuat pilihan-pilihan penting
-
Mempercayai
intelegensia dan pikiran
-
Percaya
bahwa pluralisme dan perbedaan pikiran menjamin kesempatan untuk membuat
pilihan-pilihan yang rasional
d.
Para
siswa harus tanggap terhadap prinsip-prinsip dan standar-standar aturan moral
demokrasi serta harus konsisten terhadap keputusan-keputusan mereka
(kekonsistenan adalah hubungan yang nyata antara nilai-nilai dengan
pertimbangan nilai).
Komponen-komponen pokok proses mengajar Yurisprudensi :
a.
Mengidentifikasi
dan mengklasifikasi, yaitu :
-
Proses
membagi-bagi nilai atau konflik-konflik nilai yang terlibat dalam satu situasi
konkrit ke dalam kelompok, kategori atau kelas melalui
karakteristik-karakteristik umum.
b.
Menggeneralisasi
label;
-
Hubungan
antara kategori-kategori nilai dengan kerangka kerja aturan moral yang diidentifikasi
demokratis seperti konstitusi atau dokumen hukum lainnya yang menyediakan
standar-standar atau prinsip-prinsip yang rasional (seperti konstitusi Amerika
memberikan kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan lain-lain).
c.
Analisa
konflik nilai
-
Proses
analitis
Yang terdiri dari penerapan standar-standar aturan moral yang
terlibat dalam situasi konflik nilai, serta konsekuensi-konsekuensi setiap
penerapan standar aturan moral dipertimbangkan dari harkat martabat individu
dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, serta melibatkan analisa
terhadap analogi-analogi atau situasi-situasi yang mirip dalam bentuk aturan
moral dihubungkan dengan individu-individu yang terlibat, dan menganalisis
implikasi serta konsekuensinya terhadap masyarakat secara keseluruhan.
d.
Membuat
keputusan yang kualified
-
Keputusan
harus dibuat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi yang jelas atau berdasarkan
standar-standar yang ditemukan dalam hukum konstitusi ditempat mereka berada,
demikian juga konsekuensi-konsekuensi positif maupun negatif bagi individu dan
masyarakat harus diperhitungkan, dipertimbangkan, didokumentasikan, serta
ditingkatkan implikasinya bagi individu dan masyarakat umum yang terlibat dalam
situasi konflik itu.