Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran Lengkap
A. Desain
Pembelajaran
1. Pengertian
Desain Pembelajaran
Istilah pengembangan sistem instruksional
(instructional system development) dan desain instruksional (instructional
design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara
tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara
“desain” dan “pengembangan”. Kata “desain” berarti membuat sketsa atau pola
atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat
tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih
efektif dan sebagainya.
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari
berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai
sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas
berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembengan
pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan
ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta
pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam
skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan
kompleksitas.Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem
pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk
meningkatkan mutu belajar. Desain pembelajaran sebagai proses. merupakan
pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan
teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran.
Desain pembelajaran merupakan proses
keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya.
Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji
coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.Untuk
memahami lebih jauh tentang teori dan aplikasi desain pembelajaran.
Desain Pembelajaran adalah praktik
penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi
transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini
berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, rumusan tujuan
pembelajaran dan merancang “perlakuan” berbasis media untuk membantu terjadinya
transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang
sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh
guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
John Dewey (1900) menyatakan bahwa
pendidikan memerlukan “linking science” antara teori belajar dan praksis
pendidikan.Desain pembelajaran dianggap sebagai penghubung antara keduanya
karena desain pembelajaran adalah pengetahuan yang merumuskan tindakan
pembelajaran untuk mencapai outcome pembelajaran.Aspek desain pembelajaran
meliputi dua wilayah utama yaitu (1) psikologi, khususnya teori belajar, dan (2)
media dan komunikasi.Tetapi media dan komunikasi seakan memberikan kontribusi
prinsip dan strategi secara terpisah pada desain pembelajaran, tidak seperti
teori belajar yang memberikan model terintegrasi.Desain pembelajaran lebih
banyak didukung oleh teori belajar.
Desain pembelajaran berhubungan dengan
pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode pembelajaran. Desain
pembelajaran merupakan proses penentuan metode pembelajaran yang tepat untuk
menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam diri siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan dang keterampilan sesuai dengan isi pembelajaran dan siswa
tertentu. Ibarat orang yang akan membuat rumah, desain pembelajaran adalah
blueprint yang dibuat oleh seorang arsitek. Blueprint ini menyatakan metode apa
yang seharusnya digunakan untuk materi dan siswa tertentu. Desain pembelajaran
menuntut pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran, bagaimana memadukan
metode-metode yang ada, dan situasi-situasi yang memungkinkan penggunaan
metode-metode tersebut secara optimal.
2. Pengembangan
Desain Pembelajaran
Pengembangan desain pembelajaran
dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip
umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi disamping proses belajar.
Perkembangannya selain dipengaruhi oleh teori komunikasi juga oleh teori-teori
proses auditori dan visual, proses berpikir visual, dan estetika. Teori
berfikir sangat berguna dalam pengembangan materi pembelajaran terutama dalam
mencari ide untuk perlakuan visual.Berfikir visual merupakan reaksi
internal.Berfikir visual ini meliputi lebih banyak manipulasi bayangan mental
dan asosiasi sensor dan emosi daripada tahap berpikir yang lain (Seels,
1993).Arnheim (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan, dan
dibawah sadar. Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan
sekitar unsur-unsur visual digunakan untuk membuat pernyataan visual yang
memberikan dampak besar terhadap proses belajar orang pada semua usia.
3. Model-Model
Desain Pembelajaran
a. Model
Gerlach & Elly
Merupakan
suatu metode perencanaan pengajaran yang sistematis. Model ini menjadi suatu
garis pedoman atau suatu peta perjalanan pembelajaran karena model ini
memperlihatkan keseluruhan proses belajar mengajar yang baik, sekalipun tidak
menggambarkan secara rinci setiap komponennya. Dalam model ini juga
diperlihatkan hubungan antara elemen yang satu dengan yang lainnya serta
menyajikan suatu pola urutan yang dapat dikembangkan dalam suatu rencana untuk
mengajar.
komponennya
adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan
tujuan pembelajaran (Specification of Object)
2. Tujuan
pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran. Tujuan harus bersifat jelas (tidak abstrak dan tidak terlalu
luas) dan operasional agar mudah diukur dan dinilai.
Berikut
petunjuk praktis merumuskan tujuan pembelajaran:
•
Audience
•
Behavior
•
Condition
•
Degree
Menentukan
isi materi (Specification of Content)
Bahan
atau materi pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum yakni berupa mata
pelajaran atau bidang studi topik/sub topik dan rinciannya. Isi materi
berbeda-beda disesuaikan menurut bidang studi, sekolah tingkatan dan kelasnya.
Isi materi harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pemilihan materi
haruslah spesifik agar lebih mudah membatasi ruang lingkupnya dan dapat lebih
jelas dan mudah dibandingkan dan dipisahkan dengan pokok bahasan lainnya.
Penilaian kemampuan awal siswa (Assesment of Entering
Bahaviors)
Kemampuan
awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Mengetahui kemampuan awal ini
penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Tes awal dapat dilakukan dengan 2 cara:
·
Pretest
·
Mengumpulkan data pribadi
siswa.
Menentukan
strategi (Determination of Strategy)
Strategi
pembelajaran merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi
informasi, memilih sumber-sumber dan menentukan tugas/evaluasi dalam kegiatan
balajar mengajar.
Menurut
gerlach & elly ada 2 bentuk pendekatan, yaitu:
•
Bentuk Ekspository
•
Bentuk Inquiry
Pengelompokkan
belajar (Organization of Groups)
Beberapa
pengelompokkan siswa diantaranya;
•
Berdasarkan jumlah siswa
•
Pengelompokkan campuran
•
Gabungan beberapa kelas
•
Sekolah dalam sekolah
•
Taman kependidikan
Pembagian
waktu (Allocation of Time)
Rencana
penggunaan waktu akan berbeda berdasarkan pokok permasalahan, tujuan-tujuan
yang dirumuskan, ruangan yang tersedia, pola-pola administrasi serta kegunaan
dan minat-minat para siswa.
Menentukan
ruangan (Allocation of Space)
Ada
tiga alternatif ruangan belajar agar proses belajar mengajar dapat
terkondisikan;
·
Ruangan-ruangan kelompok
besar
·
Ruangan-ruangan kelompok
kecil
·
Ruangan untuk belajar
mandiri
Memilih
media (Allocation of Resources)
Gerlach
& Elly membagi media sebagai sumber belajar kedalam 5 kategori;
•
Manusia dan benda nyata
•
Media visual proyeksi
•
Media audio
•
Media cetak
•
Media display
Evaluasi
hasil belajar (Evaluation of Performance)
Semua
kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir
belajar tersebut dievaluasi. Dalam tahap evaluasi, yang dilihat bukan hanya
hasil belajar siswa, melainkan juga keseluruhan sistem pembelajaran.
Menganalisi
umpan balik (Analysis of Feed Back)
Data
dari analisis umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes maupun
tanggapan-tanggapan tentang kegiatan pembelajaran ini menentukan apakah sistem,
metode maupun media yang dipakai dalam pembelajaran tersebut sudah sesuai untuk
tujuan yang dicapai atau masih perlu untuk disempurnakan. Sehingga untuk
kedepannya dapat diperbaiki agar proses pembelajaran benar-benar berhasil.
Kelebihan
model pembelajaran Gerlach &Elly antara lain:
·
Sangat teliti dalam
merancang dan melaksanakan pembelajaran.
·
Cocok digunakan untuk
segala kalangan.
·
Adapun kekurangan model pembelajaran
Gerlach &Elly yaitu
·
Terlalu panjangnya
prosedur perancangan desain pembelajaran.
·
Tidak adanya tahapan
pengenalan karakteristik siswa.
b.
Model
Dick and Carrey
Model
desain pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pembelajaran ini adalah
Dick and Carey Systems Approach Model. Menurut Prof. Atwi Suparman (Rektor UT),
model ini diciptakan selain cocok untuk pembelajaran formal di sekolah, juga
untuk sistem pembelajaran yang melibatkan komputer dalam proses pembelajaran.
Analisis tentang media dan metode tidak bersifat argumentatif guna mencapai
berbagai alternatif media dan metode yang akan dipakai karena media yang
digunakan sudah tertentu, yakni komputer dan perlengkapannya, dan metodenya
adalah metode pembelajaran berbasis komputer.
Secara rinci tahapan-tahapan desain pembelajaran yang
digunakan untuk memodifikasi dari desain pembelajaran Dick and Carey System
sebagai berikut :
• Identifikasi Tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan
memberi arah dalam merancang program, implementasi program dan evaluasi.
• Analisis Instruksional. Pada tahap ini, diterapkan
konsep-konsep dan prinsip perangkat keras komputer yang harus dikuasai siswa.
• Identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa.
identifikasi awal siswa dilakukan melalui tes awal.
• Penulisan Tujuan Kinerja. Penulisan tujuan kinerja
dijabarkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
•
Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka
dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan.
c.
Model
ASSURE
Model
ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut
Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
Analyze
Learners
States
Objectives
Select
Methods, Media, and Material
Utilize
Media and materials
Require
Learner Participation
Evaluate
and Revise
Analisis Pelajar
Menurut
Heinich et al (2005) jika sebuah media pembelajaran akan digunakan secara baik
dan disesuaikan dengan cirri-ciri belajar, isi dari pelajaran yang akan
dibuatkan medianya, media dan bahan pelajaran itu sendiri. Lebih lanjut
Heinich, 2005 menyatakan sukar untuk menganalisis semua cirri pelajar yang ada,
namun ada tiga hal penting dapat dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai
.berdasarkan cirri-ciri umum, keterampilan awal khusus dan gaya belajar.
Menyatakan Tujuan
Menyatakan
tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan pembeljaran baik berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan
pembelajaran akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari
pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada
pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari.
Pemilihan
Metode, Media dan Bahan
Heinich
et al. (2005) menyatakan ada tiga hal penting dalam pemilihan metode, bahan dan
media yaitu menentukan metode yang sesuai dengan tugas pembelajaran,
dilanjutkan dengan memilih media yang sesuai untuk melaksanakan media yang
dipilih, dan langkah terakhir adalah memilih dan atau mendesain media yang
telah ditentukan.
Penggunaan Media dan
bahan
Menurut
Heinich et al (2005) terdapat lima langkah bagi penggunaan media yang baik
yaitu, preview bahan, sediakan bahan, sedikan persekitaran, pelajar dan
pengalaman pembelajaran.
Partisipasi
Pelajar di dalam kelas
Sebelum
pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan dalam aktivitas
pembelajaran seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis atau presentasi.
Penilaian dan Revisi
Sebuah
media pembelajaran yang telah siap perlu dinilai untuk menguji keberkesanan dan
impak pembelajaran. Penilaian yang dimaksud melibatkan beberapa aspek
diantaranya menilai pencapaian pelajar, pembelajaran yang dihasilkan, memilih
metode dan media, kualitas media, penggunaan guru dan penggunaan pelajar.
B. Model
Pembelajaran
Model
adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola berpikir.Sebuah model biasanya
menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan. Dengan kata lain model
juga dapat dipandang sebagai upaya dan untuk mengkonkretkan sebuah teori sekaligus
juga merupakan sebuah analogi dan representasi dari variable-variabel yang
terdapat di dalam teori tersebut. Sedangkan menurut Robins, “A model is an
abstraction of reality; a simplified representation of some real-world
phenomenon.” Maksud dari definisi tersebut, model merupakan representasi dari
beberapa fenomena yang ada di dunia nyata. Definisi model juga diungkapkan oleh
Miarso yaitu model adalah representasi suatu proses dalam bentuk grafis
dan/atau naratif, dengan menunjukkan unsur-unsur utama serta strukturnya. Dalam
hal ini dimungkinkan penafsiran model naratif ke dalam bentuk grafis, atau
sebaliknya. Jadi dari definisi-definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa model
merupakan suatu proses pola pikir dan komponen-komponen yang terdapat di dalamnya,
yang direpresentasikan dalam bentuk grafis dan/atau naratif.
Dalam
desain sistem pembelajaran, model biasanya menggambarkan langkah-langkah atau
prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang
efektif, efisien, dan menarik. Jadi suatu model dalam pengembangan pembelajaran
adalah suatu proses yang sistematik dalam desain, konstruksi, pemanfaatan,
pengelolaan, dan evaluasi sistem pembelajaran.
Berdasarkan
pada pengertian pengembangan pembelajaran, maka diperlukan sekurang-kurangnya
lima kriteria yang harus dipenuhi dalam model pembelajaran yaitu: 1) mempunyai
tujuan; 2) keserasian dengan tujuan; 3) sistematik; 4) mempunyai kegiatan
evaluasi; dan 5) menyenangkan.
Oleh
karena itu, sistem pembelajaran dapat diibaratkan sebagai proses produksi yang
terdiri dari bagian input-proses-output, yang saling terintegrasi.
Secara
umum, model pembelajaran yang dapat dilakukan dalam pembelajaran adalah:
1. Inquiri
Inquiri adalah salah satu cara berlajar
yang bersifat sesuatu secara kritis, analitis, argumental (ilmiah) dengan
menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang menyakinkan,
karena didukung oleh data.Inkuiri diterima para ahli IPS sebagai dari bendera
IPS, maka mereka sangat menganjurkan cara kerja ini untuk banyak dipergunakan
dalam pelajaran IPS dengan berbagai jenis tingkatan (dari yang sederhana sampai
tingkat yang lebih tinggi), inkuiri yang paling sederhana menggunakan tanya
jawab klasikal, dimana peran aktif tetap ditangan siswa. Guru hanya mengarahkan,
membina, memancing jawaban dll. Inkuiri sederhana ini juga bisa dalam bentuk
kegiatan perbuatan secara sederhana.
Menurut para ahli, pendekatan inkuiri
adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah kebosanan siswa daam belajar di
kelas karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-centred
instuction) dari pada kepada guru (Teacher-centred instuction). Salah satu
komponen kurikulum yang lebih banyak mendapat perhatian dan pengujian adalah
metode pembelajaran.Tujuan/kegunaan inquiri ialah mengembangkan sikap
keterampilan siswa, mengembangkan kemampuan berfikir para siswa, kemampuan
berfikir tersebut diproses di dalam situasi yang benar – benar dihayati dalam
berbagai ragam alternatif, membina dan mengembangkan sikap penasaran dan cara
berfikir objektif, mandiri, kritis dan analitis.
2. Thinking
Skill
Ada
dua factor model desain pembelajaran untuk keterampilan berfikir kreatif
(creative). Pada hakikatnya, model desain pembelajaran merupakan alternative
model yang dapat dipilih oleh guru untuk diterapkan dalam proses belajar
mengajar IPS. Prinsip model desain pembelajaran berfikir kritis dan kreatif
memiliki beberapa kesamaan dengan inkuiri, ialah sama-sama untuk membantu anak
berlatih berfikir dan memecahkan berbagai masalah kehidupan pribadi siswa
maupun kemasyarakatan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap model desain
pembelajaran inkuiri akan sangat membantu dalam memahami desain pembelajaran
berfikir.
Jhonson
1992 merumuskan istilah “berfikir kritis” (kritikal thingking) secara
etimologis. Ia menyatakan bahwa kata “critic” dan “critical” berasal dari
“krinein” , yang berarti “ menafsir nilai sesuatu”. Lebih jauh, ia menjelaskan
bahwa kritik adalah perbuatan seseorang yang mempertimbangkan, menghargai, dan
menafsir nilai sesuatu hal tugas orang yang berfikir kritis adalah menerapkan
norma dan standar yang tepat terhadap suatu hasil dan mempertimbangkan nilainya
dan mengartikulasikan pertimbangan tersebut.
Tujuan
berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan
mengevaluasi pelaksanaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai
tersebut.Selain itu, berpikir kritis meliputi aktivitas mempertimbangkan
berdasarkan pada pendapat yang diketahui.Berpikir kritis mendorong muncunya
pemikiran-pemkiran baru.Terkadang, pembelajaran berpikir kritis erat kaitannya
dengan berpikir kreatif.
Apabila
keterampilan berpikir kritis dilakukan maka sebagian dari pembelajaran berpikir
kreatif telah dijalani karena tahap pertama untuk melakukan keterampilan
berpikir kritis harus melalui keterampilan berpikir kreatif.
Beyer
(1985) menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat
digunakan dalam study social atau untuk pembelajaran untuk disiplin ilmu-ilmu
social.Keterampilan-keterampilan tersebut adalah :
a. Membedakan
antara fakta dan nilai dari suatu pendapat ;
b. Menentukan
reliabilitas sumber ;
c. Menentukan
akurasi fakta dari suatu pertanyaan ;
d. Membedakan
informasi yang relavan dari yang tidak relavan.
e. Mendeteksi
suatu penyimpangan ;
f.
Mengidentifikasi asumsi
yang tidak dinyatakan.
g. Mengidentifikasi
tuntutan dan argumen yang tidak jelas atau samar-samar.
h. Mengakui
perbuatan yang keliru dan tidak konsisten.
i.
Membedakan antara
pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan.
j.
Menentukan kekuatan
argumen.
Menurut
Beyer, sepuluh kunci keterampilan yang ditampilkan di atas merupakan hasil
consensus dari sejumlah pakar study social, hasil dari penelitian proses
belajar mengajar, dan pengalaman di ruang kelas. Telah digunakan didalam
penelitian sebagai indicator dan observasi dan penelitian kemampuan berpikir
kritis yang di terapkan oleh para guru study social, khususnya dalam
prosesbelajar mengajar dengan pendekatan inkuiri
Selanjutnya,
Beyer memperkenalkan strategi kecakapan berfikir yang cukup efektif untuk proses
belajar mengajar, ialah strategi induktif yang bersifat direktif. Ada dua
strategi yang dapat menjadi altenatif dalam menentukan apakah strategi-strategi
yang dapat menjadi altenatif dibandingkan dengan kelas studi social
lainnya.Menurut Beyer, strategi induktif merupakan cara untuk megetahui sejauh
mana kemampuan siswa dalam mengartikulasikan atribut-atribut berpikir kritis
yang telah di ajarkan.Penerapan strategi ini mencakup lima langkah yang dapat
ditempuh oleh guru:
a. Memperkenalkan
keterampilan; dan kemudian siswa
b. Mencobakan
keterampilan sebaik mungkin ; dan
c. Menggambarkan
serta mengartikulasikan apa yang terjadi dalam pikiran ketika menerapkan
keterampilan tersebut ;
d. Menerapkan
pengetahuan tentang keterampilan baru untuk di terapkan lagi, dan akhirnya;
e. Meninjau
lagi apa yang terpikir ketika keterampilan itu di terapkan.
Sementara
itu, strategi direktif memberi kesempatan kepada siswa untuk menguasai dan
memahami betul komponen keterampilan tersebut sejak permulaan.Strategi ini
dapat digunakan apabila keterampilan berpikir itu agak kompleks sehingga para
siswa memerlukan bimbingan khusus. Oleh karena itu, Beyer mengajukan sejumlah
rekomendasi bahwa untuk menggunakan strategi ini, guru melakukan
langkah-langkah berikut:
a. Memperkenalkan
keterampilan berpikir kritis
b. Menjelaskan
prosedur dan aturan keterampilan
c. Menunjukkan
bagaimana keterampilan itu digunakan dan kemudian siswa
d. Menerapkan
keterampilan tersebut mengikuti langkah dan aturan yang jelas, dan
e. Menggambarkan
tentang apa yang terjadi dalam pikiran siswa ketika keterampilan itu
diterapkan.
3. Problem
Solving (pemecahan masalah)
Sebagaimana
model desain pembelajaran inkuiri dan keterampilan berpikir, maka model desain
pembelajaran problem solving pun merupakan alternative model yang dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar IPS. Sesuai dengan namanya, model
desain pembelajaran ini secara khusus memfokuskan pada pelatihan kemampuan
dalam memecahkan masalah.
Savage
dan Armstrong (1996) mengemukakan bahwa sejumlah masalah ada solusi terbaiknya
secara benar dan tepat. Apabila dihadapkan pada sutuasi seperti ini, guru
hendaknya menolong siswa menerapkan pendekatan problem solving. Ada empat tahap
proses pemecahan masalah menurut savage dan Armstrong sebagai berikut:
a. Mengenal
adanya masalah;
b. Mempertimbangkan
pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;
c. Memilih
dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan
d. Mencapai
solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan
Wilkins (1990) menguraikan enam langkah model pembelajaran problem solving yang
dapat digunakan pula sebagai keterampilan dalam penyuluhan melalui model
belajar individual (individualized instruction), sebagai berikut:
Pertama.Mengklarifikasi
dan mendefinisikan masalah.Langkah pertama bagi guru adalah secara bersama-sama
berusaha menyediakan waktu untuk mengklarifikasi dan mendefinisikan masalah.
Untuk ini, siswa diminta mendeskripsikan/menguraikan masalahnya, berbagi rasa,
mengkaji berbagai perilaku yang pernah dilakukan dan akan lebih baik apabila
pada akhirnya siswa sendiri yang merumuskan masalah.
Kedua.Mencari
alternative solusi.Ketika masalah dirumuskan secara jelas, guru dapat meminta
siswa untuk berpikir tentang solusi apakah yang dapat diambil.Tugas guru adalah
sebagai fasilitator, bukan sebagai pemecah masalah sehingga tidak perlu guru
memberikan pemecahan masalah yang telah dirumuskan oleh siswa. Apabila siswa
telah dapat merumuskan masalah secara benar maka kemungkinan besar ia pun dapat
memberikan alternative pemecahannya. Potensi inilah yang perlu di dorong oleh
guru agar siswa berani mengemukakan pendapatnya. “
Ketiga.Menguji
alternative solusi.peran guru hendaknya tidak terlepas dari keterampilannya
mendengarkan secara aktif. Gunakanlah pertanyaan-pertanyaan yang menggali,
misalnya: “ apakah kamu merasa senang melakukan atau melaksanakan alternative
solusi tersebut?” “ apabila senang, apakah konsekuensi positif atau kekuatan
dan negative atau kelemahan yang akan terjadi?”
Keempat.Memilih
solusi.apabila anda sedang mencoba memecahkan masalah konflik antara anda
sendiri dengan orang lain maka anda berdua harus sampai merasa puas dan lega
dengan solusi yang diputuskan dan tidak lagi menaruh benci/dendam. Selaku guru,
anda tetap dituntut secara aktif mendengarkan dan tidak secara langsung member
solusi. Apabila anda sedang memecahkan konflik atau perselisihan bersama,
gunakan pesan-pesan “ saya” untuk mengkomunikasikan perasaan-perasaan anda
hingga penyelesaian berahir dengan kemenangan dua pihak-“ win-win solution”.
Kelima.Bertindak
sesuai dengan pilihan solusi. Ambillah kesepakatan untuk sesuatu hal yang akan
dilakukan. Janganlah sekali-kali mengambil suatu komitmen yang masih ragu untuk
melaksanakannya.
Keenam.Tindak
lanjut (follow-up).guru seyogianya menyatakan bahwa sebagai tindak lanjut dari
kesepakatan, berikanlah umpan balik tentang apa yang telah dilakukan oleh
siswa.
Secara
singkat, persamaan dari ketiga model pembelajaran tersebut adalah semuanya
mensyaratkan adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar melalui
proses penelitian, yakni meneliti hubungan antara sejumlah data atau informasi
untuk tercapainya suatu solusi.
Sesuai
dengan sifat ilmu-ilmu yang objek pembahasannya adalah manusia yang memiliki
sejumlah misteri maka prosedur untuk mengungkap rahasia yang berkaitan dengan
makhluk ini pun sangat kompleks. Oleh karena itu, model pembelajaran problem
solving dalam IPS ini sangatlah penting sehingga perlu disosialisasikan kepada
semua siswa yang akan menghadapi masa depan yang penuh tantangan dan masalah
social yang semakin kompleks.
C. Macam-Macam
Model
1. Model
Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran
yang dapat memenuhi tujuan pancapaianpendidikan nilai. Djahiri (1979: 115)
mengemukakan bahwaValue Clarification Technique,merupakan sebuah cara bagaimana
menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilaitertentu dari diri peserta
didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk:
a. Mengukuratau
mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai;
b. membina
kesadaran siswatentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun
yang negatif untuk kemudian dibinakearah peningkatan atau pembetulannya; c)
menanamkan suatu nilai kepada siswa melaluicara yang rasional dan diterima
siswa sebagai milik pribadinya.
Dengan kata lain, Djahiri(1979: 116)
menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswatentang
bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum
untukkemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
Berkenaan dengan teknik pembelajaran
nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara, antara lain:
a. Teknik
evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam
teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau
tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk
perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
a. Menentukan
tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
b. Guru
bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
c. Peserta
didik merespon pernyataan guru
d. Tanya
jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan
yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi
tersebut.
b. Teknik
Lecturing
Teknik
lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi
topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
a. Memilih
satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
b. Siswa
dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode,
misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
c. Hasil
kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk
memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
c. Teknik
menarik dan memberikan percontohan
Dalam
teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru
membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun
kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
d. Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut
untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus,
dilarang, dan sebagainya.
e. Teknik
tanya-jawab
Teknik
tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan
pendapat pikirannya.
f.
Teknik menilai suatu
bahan tulisan
Teknik
menilai suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal
ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode
(misal: baik – buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini
dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode
penilaiannya.Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk
memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g. Teknik
mengungkapkan nilai melalui permainan (games).
Dalam
pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
2. Pendekatan
ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan
Masyarakat) atau juga disebut STS (Science-Technology-Society) muncul menjadi
sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih pada pengajaran
tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya dengan dunia nyata
yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah pendekatan guna
mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata
dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk
meemcahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan kesehariannya.
Pendekatan ITM menekankan pada aktivitas
peserta didik melalui penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir
tingkat tinggi, seperti; melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis
data, melakukan survey observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan
di laboratorium dsb.Oleh karena itu, permasalahan tentang kemasyarakatan
sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan teknologi, dapat
dijawab melalui inkuiri.Dalam kegiatan pembelajaran tersebut peserta didik
menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman
sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang
dapat dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat
memberi kontribusi langsung terhadap misi pokok pembelajaran pengetahuan
sosial, khusus dalam mempersiapkan warga negara agar memiliki kemampuan: a)
memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga
negara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah
perjuangan dan peradaban luhur bangsanya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM antara lain:
a. Menekankan
pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah memiliki
sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di
lingkungan keluarga dan masyarakat.
b. Peserta
didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat
menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk
memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
c. Pola
pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan
pembelajaran serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih
peserta didik berfikir tingkat tinggi.
d. Peserta
didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan
cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya.
e. Masalah-masalah
aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik guna
menghindari terjadi kesalahan konsep.
f.
Pemilihan tema-tema
didasarakan urutan integratif.
g. Tema
pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam Pendekatan ITM adalah:
a. Tahap
Eksplorasi
Kegiatan
eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan
dengan nilai.Peserta didik dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan
pengamatan langsung.Eksplorasi dilakukan guna membuktikan konsep awal yang
mereka miliki dengan konsep ilmiah.
b. Tahap
Penjelasan dan Solusi
Dari
data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta
didik mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan
lingkungan.Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan,
memberikan argumen dengan tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan
dengan pesan lingkungan, membuat puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat
karya seni lainnya.
c. Tahap
Pengambilan Tindakan
Peserta
didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif tindakan dan
akibat-akibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperolehnya.Berdasar pengenalan masalah dan pengembangan gagasan pemecahannya,
mereka dapat bermain peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis yang
diperlukan untuk mempengaruhi publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan
tersebut.
d. Diskusi
dan Penjelasan
Berikutnya
guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui
tahapan sebagai berikut:
1) Masing-masing
kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan lingkungannya.
2) Guru
memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan
atau informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya.
3) Guru
bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka
diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan
eksplorasi.
4) Guru
membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek
yang dipelajari tentang alam lingkungannya.
e. Tahap
Pengembangan dan Aplikasi Konsep
1) Guru
bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan
sehari-hari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan.
2) Guru
dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka
tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah
ditemukan.
f.
Tahap Evaluasi
Pada
tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda
yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara.Kemudian
menggunakan pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan
penilaian sendiri tentang keadaan kedua lingkungan tersebut.
g. Kegiatan
Penutup
Kegiatan
penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik
dari seluruh rangkaian pembelajaran.Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan
pesan moral.
3. Model
Role Playing
Role Playing adalah salah satu model
pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman belajar peserta didik, terutama
dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan didalamnya.
Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model pendekatan
lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif
makna penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109)
antara lain :
a. untuk
menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan.
b. agar
memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya;
c. untuk
mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu;
d. sebagai
penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan;
e. sebagai
alat diagnosa keadaan;
f.
ke arah pembentukan
konsep secara mandiri;
g. menggali
peran-peran dari pada dalam suatu kehidupan/kejadian/keadaan, menggali dan
meneliti nilai-nilai (norma) dan peranan budaya dalam kehidupan;
h. membantu
siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola berpikir, berbuat dan
keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut caranya sendiri;
i.
membina siswa dalam
kemampuan memecahakan masalah.
4. Model
Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai
dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian (Assesment) yang berbasis
produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat
atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map jepit’
(portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen
otentik terhadap kinerja peserta didik.Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16)
menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya terpilih kelas/siswa secara
keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk
membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran
berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan
kepada peserta didik dan membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah
yang digunakan dalam proses politik” kewarganegaraan/ kemasyarakatan.
Secara teknis pendekatan portofolio
dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke dalam beberapa kelompok,
lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan keperluannya.
Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan tanggungjawab
masing-masing, antara lain:
a. Kelompok
portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini bertanggung
jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji dalam
kelas.
b. Kelompok
portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan
masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan
kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah.
c. Kelompok
portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas, dalam
tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik
tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan
pembenaran terhadap kebijakan tersebut.
d. Kelompok
portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat)
dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini
bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan
bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima
kebijakan yang didukung oleh kelas.ang apa yang telah dipelajari.
e. Pada
saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan
berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara
bekerjasama (cooperative).
Pada MPCL, guru bukan lagi berperan
sebagai satu-satunya nara sumber dalam PBM, tetapi berperan sebagai mediator,
stabilisator, dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana
keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa
untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan
dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam
kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar siswa akan
semakin meningkat.
5. TGT
(Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara
mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda.
Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja
individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta
tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan
sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka,
ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil
kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa
dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah
UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat
kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan
mekanisme kegiatan
b. Siapkan
meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa
yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari
tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya
paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil
kesepakatan kelompok.
c. Selanjutnya
adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah
disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal
3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa
dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus
skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang
diperolehnaya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d. Bumping,
pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.),
dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan
gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula
untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah
selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan
penghargaan kelompok dan individual.
6. Metode
Debat
Metode debat merupakan salah satu metode
pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa.
Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra.Siswa dibagi ke
dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang.Di dalam
kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam
posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan.Laporan
masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan
kepada guru.Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan
materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif
siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil
seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan
materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka
belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk
menyelesaikan tugas.Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha
berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas
kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat
ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin
bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat
kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator
dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
7. VAK
(Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa
pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas,
dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan
melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada
SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
8. NHT
(Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari
pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan
tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk
tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa,
tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja
kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing
sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap
siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.
9. Jigsaw
Model pembelajaran ini termasuk
pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan,
informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang
terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap
anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan
belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga
terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial
pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi,
refleksi.
10. TPS
(Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe
koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan
kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan
sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual,
buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
11. GI
(Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks:
Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan
pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di
luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di
dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan
staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi,
kuis individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan
reward.
12. MEA
(Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari
pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan
pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub
masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah
sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi
13. Model
Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen
kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti. Adapun
langkah-langkahnya adalah:
a. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku, dll). Guru menyajikan pelajaran
b. Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota
yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam
kelompok itu mengerti.
c. Guru
memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak
boleh saling membantu.
d. Memberi
evaluasi.
e. Penutup.
14. Talking
Stick
Sintak pembelajana ini adalah: guru
menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada
wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa
yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad
siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing
kesimpulan-refleksi-evaluasi.
Sintaknya adalah: Informasi materi secara
umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi
tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan
diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian,
penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
15. Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah
pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya
menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan
pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari.Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi
pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya
jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak
mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses
pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab.
Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk
mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai
dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut.Ada canda, senyum, dan
tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa,
bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia
sedang belajar, ia telah berpartisipasi.