Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran Lengkap


A.    Desain Pembelajaran
1.      Pengertian Desain Pembelajaran
Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional system development) dan desain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan”. Kata “desain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang “Pengembangan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya.
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembengan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas.Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Desain pembelajaran sebagai proses. merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran.
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.Untuk memahami lebih jauh tentang teori dan aplikasi desain pembelajaran.
Desain Pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, rumusan tujuan pembelajaran dan merancang “perlakuan” berbasis media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
John Dewey (1900) menyatakan bahwa pendidikan memerlukan “linking science” antara teori belajar dan praksis pendidikan.Desain pembelajaran dianggap sebagai penghubung antara keduanya karena desain pembelajaran adalah pengetahuan yang merumuskan tindakan pembelajaran untuk mencapai outcome pembelajaran.Aspek desain pembelajaran meliputi dua wilayah utama yaitu (1) psikologi, khususnya teori belajar, dan (2) media dan komunikasi.Tetapi media dan komunikasi seakan memberikan kontribusi prinsip dan strategi secara terpisah pada desain pembelajaran, tidak seperti teori belajar yang memberikan model terintegrasi.Desain pembelajaran lebih banyak didukung oleh teori belajar.
Desain pembelajaran berhubungan dengan pemahaman, perbaikan, dan penerapan metode-metode pembelajaran. Desain pembelajaran merupakan proses penentuan metode pembelajaran yang tepat untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam diri siswa yang berkaitan dengan pengetahuan dang keterampilan sesuai dengan isi pembelajaran dan siswa tertentu. Ibarat orang yang akan membuat rumah, desain pembelajaran adalah blueprint yang dibuat oleh seorang arsitek. Blueprint ini menyatakan metode apa yang seharusnya digunakan untuk materi dan siswa tertentu. Desain pembelajaran menuntut pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran, bagaimana memadukan metode-metode yang ada, dan situasi-situasi yang memungkinkan penggunaan metode-metode tersebut secara optimal.
2.      Pengembangan Desain Pembelajaran
Pengembangan desain pembelajaran dipengaruhi oleh prosedur-prosedur desain pembelajaran, namun prinsip-prinsip umumnya berasal dari aspek-aspek komunikasi disamping proses belajar. Perkembangannya selain dipengaruhi oleh teori komunikasi juga oleh teori-teori proses auditori dan visual, proses berpikir visual, dan estetika. Teori berfikir sangat berguna dalam pengembangan materi pembelajaran terutama dalam mencari ide untuk perlakuan visual.Berfikir visual merupakan reaksi internal.Berfikir visual ini meliputi lebih banyak manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi daripada tahap berpikir yang lain (Seels, 1993).Arnheim (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan, dan dibawah sadar. Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur visual digunakan untuk membuat pernyataan visual yang memberikan dampak besar terhadap proses belajar orang pada semua usia.
3.      Model-Model Desain Pembelajaran
a.       Model Gerlach & Elly
Merupakan suatu metode perencanaan pengajaran yang sistematis. Model ini menjadi suatu garis pedoman atau suatu peta perjalanan pembelajaran karena model ini memperlihatkan keseluruhan proses belajar mengajar yang baik, sekalipun tidak menggambarkan secara rinci setiap komponennya. Dalam model ini juga diperlihatkan hubungan antara elemen yang satu dengan yang lainnya serta menyajikan suatu pola urutan yang dapat dikembangkan dalam suatu rencana untuk mengajar.
komponennya adalah sebagai berikut:
1.      Merumuskan tujuan pembelajaran (Specification of Object)
2.      Tujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan harus bersifat jelas (tidak abstrak dan tidak terlalu luas) dan operasional agar mudah diukur dan dinilai.
Berikut petunjuk praktis merumuskan tujuan pembelajaran:
• Audience
• Behavior
• Condition
• Degree
Menentukan isi materi (Specification of Content)
Bahan atau materi pada dasarnya adalah “isi” dari kurikulum yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi topik/sub topik dan rinciannya. Isi materi berbeda-beda disesuaikan menurut bidang studi, sekolah tingkatan dan kelasnya. Isi materi harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pemilihan materi haruslah spesifik agar lebih mudah membatasi ruang lingkupnya dan dapat lebih jelas dan mudah dibandingkan dan dipisahkan dengan pokok bahasan lainnya.
Penilaian kemampuan awal siswa (Assesment of Entering Bahaviors)
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Mengetahui kemampuan awal ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Tes awal dapat dilakukan dengan 2 cara:
·         Pretest
·         Mengumpulkan data pribadi siswa.
Menentukan strategi (Determination of Strategy)
Strategi pembelajaran merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber dan menentukan tugas/evaluasi dalam kegiatan balajar mengajar.
Menurut gerlach & elly ada 2 bentuk pendekatan, yaitu:
• Bentuk Ekspository
• Bentuk Inquiry
Pengelompokkan belajar (Organization of Groups)
Beberapa pengelompokkan siswa diantaranya;
• Berdasarkan jumlah siswa
• Pengelompokkan campuran
• Gabungan beberapa kelas
• Sekolah dalam sekolah
• Taman kependidikan
Pembagian waktu (Allocation of Time)
Rencana penggunaan waktu akan berbeda berdasarkan pokok permasalahan, tujuan-tujuan yang dirumuskan, ruangan yang tersedia, pola-pola administrasi serta kegunaan dan minat-minat para siswa.
Menentukan ruangan (Allocation of Space)
Ada tiga alternatif ruangan belajar agar proses belajar mengajar dapat terkondisikan;
·         Ruangan-ruangan kelompok besar
·         Ruangan-ruangan kelompok kecil
·         Ruangan untuk belajar mandiri
Memilih media (Allocation of Resources)
Gerlach & Elly membagi media sebagai sumber belajar kedalam 5 kategori;
• Manusia dan benda nyata
• Media visual proyeksi
• Media audio
• Media cetak
• Media display
Evaluasi hasil belajar (Evaluation of Performance)
Semua kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut dievaluasi. Dalam tahap evaluasi, yang dilihat bukan hanya hasil belajar siswa, melainkan juga keseluruhan sistem pembelajaran.
Menganalisi umpan balik (Analysis of Feed Back)
Data dari analisis umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes maupun tanggapan-tanggapan tentang kegiatan pembelajaran ini menentukan apakah sistem, metode maupun media yang dipakai dalam pembelajaran tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang dicapai atau masih perlu untuk disempurnakan. Sehingga untuk kedepannya dapat diperbaiki agar proses pembelajaran benar-benar berhasil.
Kelebihan model pembelajaran Gerlach &Elly antara lain:
·         Sangat teliti dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
·         Cocok digunakan untuk segala kalangan.
·         Adapun kekurangan model pembelajaran Gerlach &Elly yaitu
·         Terlalu panjangnya prosedur perancangan desain pembelajaran.
·         Tidak adanya tahapan pengenalan karakteristik siswa.

b.      Model Dick and Carrey
Model desain pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pembelajaran ini adalah Dick and Carey Systems Approach Model. Menurut Prof. Atwi Suparman (Rektor UT), model ini diciptakan selain cocok untuk pembelajaran formal di sekolah, juga untuk sistem pembelajaran yang melibatkan komputer dalam proses pembelajaran. Analisis tentang media dan metode tidak bersifat argumentatif guna mencapai berbagai alternatif media dan metode yang akan dipakai karena media yang digunakan sudah tertentu, yakni komputer dan perlengkapannya, dan metodenya adalah metode pembelajaran berbasis komputer.
Secara rinci tahapan-tahapan desain pembelajaran yang digunakan untuk memodifikasi dari desain pembelajaran Dick and Carey System sebagai berikut :
• Identifikasi Tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi arah dalam merancang program, implementasi program dan evaluasi.
• Analisis Instruksional. Pada tahap ini, diterapkan konsep-konsep dan prinsip perangkat keras komputer yang harus dikuasai siswa.
• Identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa. identifikasi awal siswa dilakukan melalui tes awal.
• Penulisan Tujuan Kinerja. Penulisan tujuan kinerja dijabarkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
• Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model belajar yang telah diterapkan.
c.       Model ASSURE
Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
Analyze Learners
States Objectives
Select Methods, Media, and Material
Utilize Media and materials
Require Learner Participation
Evaluate and Revise
Analisis Pelajar
Menurut Heinich et al (2005) jika sebuah media pembelajaran akan digunakan secara baik dan disesuaikan dengan cirri-ciri belajar, isi dari pelajaran yang akan dibuatkan medianya, media dan bahan pelajaran itu sendiri. Lebih lanjut Heinich, 2005 menyatakan sukar untuk menganalisis semua cirri pelajar yang ada, namun ada tiga hal penting dapat dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai .berdasarkan cirri-ciri umum, keterampilan awal khusus dan gaya belajar.
Menyatakan Tujuan
Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan pembeljaran baik  berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pembelajaran akan menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari pengajaran yang dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari.
Pemilihan Metode, Media dan Bahan
Heinich et al. (2005) menyatakan ada tiga hal penting dalam pemilihan metode, bahan dan media yaitu menentukan metode yang sesuai dengan tugas pembelajaran, dilanjutkan dengan memilih media yang sesuai untuk melaksanakan media yang dipilih, dan langkah terakhir adalah memilih dan atau mendesain media yang telah ditentukan.
Penggunaan Media dan bahan
Menurut Heinich et al (2005) terdapat lima langkah bagi penggunaan media yang baik yaitu, preview bahan, sediakan bahan, sedikan persekitaran, pelajar dan pengalaman pembelajaran.
Partisipasi Pelajar di dalam kelas
Sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar perlu dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran seperti memecahkan masalah, simulasi, kuis atau presentasi.
Penilaian dan Revisi
Sebuah media pembelajaran yang telah siap perlu dinilai untuk menguji keberkesanan dan impak pembelajaran. Penilaian yang dimaksud melibatkan beberapa aspek diantaranya menilai pencapaian pelajar, pembelajaran yang dihasilkan, memilih metode dan media, kualitas media, penggunaan guru dan penggunaan pelajar.
B.     Model Pembelajaran
Model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola berpikir.Sebuah model biasanya menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan. Dengan kata lain model juga dapat dipandang sebagai upaya dan untuk mengkonkretkan sebuah teori sekaligus juga merupakan sebuah analogi dan representasi dari variable-variabel yang terdapat di dalam teori tersebut. Sedangkan menurut Robins, “A model is an abstraction of reality; a simplified representation of some real-world phenomenon.” Maksud dari definisi tersebut, model merupakan representasi dari beberapa fenomena yang ada di dunia nyata. Definisi model juga diungkapkan oleh Miarso yaitu model adalah representasi suatu proses dalam bentuk grafis dan/atau naratif, dengan menunjukkan unsur-unsur utama serta strukturnya. Dalam hal ini dimungkinkan penafsiran model naratif ke dalam bentuk grafis, atau sebaliknya. Jadi dari definisi-definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa model merupakan suatu proses pola pikir dan komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, yang direpresentasikan dalam bentuk grafis dan/atau naratif.
Dalam desain sistem pembelajaran, model biasanya menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Jadi suatu model dalam pengembangan pembelajaran adalah suatu proses yang sistematik dalam desain, konstruksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi sistem pembelajaran.
Berdasarkan pada pengertian pengembangan pembelajaran, maka diperlukan sekurang-kurangnya lima kriteria yang harus dipenuhi dalam model pembelajaran yaitu: 1) mempunyai tujuan; 2) keserasian dengan tujuan; 3) sistematik; 4) mempunyai kegiatan evaluasi; dan 5) menyenangkan.
Oleh karena itu, sistem pembelajaran dapat diibaratkan sebagai proses produksi yang terdiri dari bagian input-proses-output, yang saling terintegrasi.
Secara umum, model pembelajaran yang dapat dilakukan dalam pembelajaran adalah:
1.      Inquiri
Inquiri adalah salah satu cara berlajar yang bersifat sesuatu secara kritis, analitis, argumental (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang menyakinkan, karena didukung oleh data.Inkuiri diterima para ahli IPS sebagai dari bendera IPS, maka mereka sangat menganjurkan cara kerja ini untuk banyak dipergunakan dalam pelajaran IPS dengan berbagai jenis tingkatan (dari yang sederhana sampai tingkat yang lebih tinggi), inkuiri yang paling sederhana menggunakan tanya jawab klasikal, dimana peran aktif tetap ditangan siswa. Guru hanya mengarahkan, membina, memancing jawaban dll. Inkuiri sederhana ini juga bisa dalam bentuk kegiatan perbuatan secara sederhana.
Menurut para ahli, pendekatan inkuiri adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah kebosanan siswa daam belajar di kelas karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-centred instuction) dari pada kepada guru (Teacher-centred instuction). Salah satu komponen kurikulum yang lebih banyak mendapat perhatian dan pengujian adalah metode pembelajaran.Tujuan/kegunaan inquiri ialah mengembangkan sikap keterampilan siswa, mengembangkan kemampuan berfikir para siswa, kemampuan berfikir tersebut diproses di dalam situasi yang benar – benar dihayati dalam berbagai ragam alternatif, membina dan mengembangkan sikap penasaran dan cara berfikir objektif, mandiri, kritis dan analitis.
2.      Thinking Skill
Ada dua factor model desain pembelajaran untuk keterampilan berfikir kreatif (creative). Pada hakikatnya, model desain pembelajaran merupakan alternative model yang dapat dipilih oleh guru untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar IPS. Prinsip model desain pembelajaran berfikir kritis dan kreatif memiliki beberapa kesamaan dengan inkuiri, ialah sama-sama untuk membantu anak berlatih berfikir dan memecahkan berbagai masalah kehidupan pribadi siswa maupun kemasyarakatan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap model desain pembelajaran inkuiri akan sangat membantu dalam memahami desain pembelajaran berfikir.
Jhonson 1992 merumuskan istilah “berfikir kritis” (kritikal thingking) secara etimologis. Ia menyatakan bahwa kata “critic” dan “critical” berasal dari “krinein” , yang berarti “ menafsir nilai sesuatu”. Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa kritik adalah perbuatan seseorang yang mempertimbangkan, menghargai, dan menafsir nilai sesuatu hal tugas orang yang berfikir kritis adalah menerapkan norma dan standar yang tepat terhadap suatu hasil dan mempertimbangkan nilainya dan mengartikulasikan pertimbangan tersebut.
Tujuan berpikir kritis adalah untuk menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan mengevaluasi pelaksanaan atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut.Selain itu, berpikir kritis meliputi aktivitas mempertimbangkan berdasarkan pada pendapat yang diketahui.Berpikir kritis mendorong muncunya pemikiran-pemkiran baru.Terkadang, pembelajaran berpikir kritis erat kaitannya dengan berpikir kreatif.
Apabila keterampilan berpikir kritis dilakukan maka sebagian dari pembelajaran berpikir kreatif telah dijalani karena tahap pertama untuk melakukan keterampilan berpikir kritis harus melalui keterampilan berpikir kreatif.
Beyer (1985) menegaskan bahwa ada seperangkat keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam study social atau untuk pembelajaran untuk disiplin ilmu-ilmu social.Keterampilan-keterampilan tersebut adalah :
a.       Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat ;
b.      Menentukan reliabilitas sumber ;
c.       Menentukan akurasi fakta dari suatu pertanyaan ;
d.      Membedakan informasi yang relavan dari yang tidak relavan.
e.       Mendeteksi suatu penyimpangan ;
f.        Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan.
g.      Mengidentifikasi tuntutan dan argumen yang tidak jelas atau samar-samar.
h.      Mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten.
i.        Membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan.
j.        Menentukan kekuatan argumen.
Menurut Beyer, sepuluh kunci keterampilan yang ditampilkan di atas merupakan hasil consensus dari sejumlah pakar study social, hasil dari penelitian proses belajar mengajar, dan pengalaman di ruang kelas. Telah digunakan didalam penelitian sebagai indicator dan observasi dan penelitian kemampuan berpikir kritis yang di terapkan oleh para guru study social, khususnya dalam prosesbelajar mengajar dengan pendekatan inkuiri
Selanjutnya, Beyer memperkenalkan strategi kecakapan berfikir yang cukup efektif untuk proses belajar mengajar, ialah strategi induktif yang bersifat direktif. Ada dua strategi yang dapat menjadi altenatif dalam menentukan apakah strategi-strategi yang dapat menjadi altenatif dibandingkan dengan kelas studi social lainnya.Menurut Beyer, strategi induktif merupakan cara untuk megetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam mengartikulasikan atribut-atribut berpikir kritis yang telah di ajarkan.Penerapan strategi ini mencakup lima langkah yang dapat ditempuh oleh guru:
a.       Memperkenalkan keterampilan; dan kemudian siswa
b.      Mencobakan keterampilan sebaik mungkin ; dan
c.       Menggambarkan serta mengartikulasikan apa yang terjadi dalam pikiran ketika menerapkan keterampilan tersebut ;
d.      Menerapkan pengetahuan tentang keterampilan baru untuk di terapkan lagi, dan akhirnya;
e.       Meninjau lagi apa yang terpikir ketika keterampilan itu di terapkan.
Sementara itu, strategi direktif memberi kesempatan kepada siswa untuk menguasai dan memahami betul komponen keterampilan tersebut sejak permulaan.Strategi ini dapat digunakan apabila keterampilan berpikir itu agak kompleks sehingga para siswa memerlukan bimbingan khusus. Oleh karena itu, Beyer mengajukan sejumlah rekomendasi bahwa untuk menggunakan strategi ini, guru melakukan langkah-langkah berikut:
a.       Memperkenalkan keterampilan berpikir kritis
b.      Menjelaskan prosedur dan aturan keterampilan
c.       Menunjukkan bagaimana keterampilan itu digunakan dan kemudian siswa
d.      Menerapkan keterampilan tersebut mengikuti langkah dan aturan yang jelas, dan
e.       Menggambarkan tentang apa yang terjadi dalam pikiran siswa ketika keterampilan itu diterapkan.
3.      Problem Solving (pemecahan masalah)
Sebagaimana model desain pembelajaran inkuiri dan keterampilan berpikir, maka model desain pembelajaran problem solving pun merupakan alternative model yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar IPS. Sesuai dengan namanya, model desain pembelajaran ini secara khusus memfokuskan pada pelatihan kemampuan dalam memecahkan masalah.
Savage dan Armstrong (1996) mengemukakan bahwa sejumlah masalah ada solusi terbaiknya secara benar dan tepat. Apabila dihadapkan pada sutuasi seperti ini, guru hendaknya menolong siswa menerapkan pendekatan problem solving. Ada empat tahap proses pemecahan masalah menurut savage dan Armstrong sebagai berikut:
a.       Mengenal adanya masalah;
b.      Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;
c.       Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan
d.      Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan Wilkins (1990) menguraikan enam langkah model pembelajaran problem solving yang dapat digunakan pula sebagai keterampilan dalam penyuluhan melalui model belajar individual (individualized instruction), sebagai berikut:
Pertama.Mengklarifikasi dan mendefinisikan masalah.Langkah pertama bagi guru adalah secara bersama-sama berusaha menyediakan waktu untuk mengklarifikasi dan mendefinisikan masalah. Untuk ini, siswa diminta mendeskripsikan/menguraikan masalahnya, berbagi rasa, mengkaji berbagai perilaku yang pernah dilakukan dan akan lebih baik apabila pada akhirnya siswa sendiri yang merumuskan masalah.
Kedua.Mencari alternative solusi.Ketika masalah dirumuskan secara jelas, guru dapat meminta siswa untuk berpikir tentang solusi apakah yang dapat diambil.Tugas guru adalah sebagai fasilitator, bukan sebagai pemecah masalah sehingga tidak perlu guru memberikan pemecahan masalah yang telah dirumuskan oleh siswa. Apabila siswa telah dapat merumuskan masalah secara benar maka kemungkinan besar ia pun dapat memberikan alternative pemecahannya. Potensi inilah yang perlu di dorong oleh guru agar siswa berani mengemukakan pendapatnya. “
Ketiga.Menguji alternative solusi.peran guru hendaknya tidak terlepas dari keterampilannya mendengarkan secara aktif. Gunakanlah pertanyaan-pertanyaan yang menggali, misalnya: “ apakah kamu merasa senang melakukan atau melaksanakan alternative solusi tersebut?” “ apabila senang, apakah konsekuensi positif atau kekuatan dan negative atau kelemahan yang akan terjadi?”
Keempat.Memilih solusi.apabila anda sedang mencoba memecahkan masalah konflik antara anda sendiri dengan orang lain maka anda berdua harus sampai merasa puas dan lega dengan solusi yang diputuskan dan tidak lagi menaruh benci/dendam. Selaku guru, anda tetap dituntut secara aktif mendengarkan dan tidak secara langsung member solusi. Apabila anda sedang memecahkan konflik atau perselisihan bersama, gunakan pesan-pesan “ saya” untuk mengkomunikasikan perasaan-perasaan anda hingga penyelesaian berahir dengan kemenangan dua pihak-“ win-win solution”.
Kelima.Bertindak sesuai dengan pilihan solusi. Ambillah kesepakatan untuk sesuatu hal yang akan dilakukan. Janganlah sekali-kali mengambil suatu komitmen yang masih ragu untuk melaksanakannya.
Keenam.Tindak lanjut (follow-up).guru seyogianya menyatakan bahwa sebagai tindak lanjut dari kesepakatan, berikanlah umpan balik tentang apa yang telah dilakukan oleh siswa.

Secara singkat, persamaan dari ketiga model pembelajaran tersebut adalah semuanya mensyaratkan adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar melalui proses penelitian, yakni meneliti hubungan antara sejumlah data atau informasi untuk tercapainya suatu solusi.
Sesuai dengan sifat ilmu-ilmu yang objek pembahasannya adalah manusia yang memiliki sejumlah misteri maka prosedur untuk mengungkap rahasia yang berkaitan dengan makhluk ini pun sangat kompleks. Oleh karena itu, model pembelajaran problem solving dalam IPS ini sangatlah penting sehingga perlu disosialisasikan kepada semua siswa yang akan menghadapi masa depan yang penuh tantangan dan masalah social yang semakin kompleks.
C.     Macam-Macam Model
1.      Model Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaianpendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwaValue Clarification Technique,merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilaitertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk:
a.       Mengukuratau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai;
b.      membina kesadaran siswatentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibinakearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melaluicara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya.
Dengan kata lain, Djahiri(1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswatentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untukkemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara, antara lain:
a.       Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
a.       Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
b.      Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
c.       Peserta didik merespon pernyataan guru
d.      Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.
b.      Teknik Lecturing
Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
a.       Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
b.      Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
c.       Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
c.       Teknik menarik dan memberikan percontohan
Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
d.      Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya.
e.       Teknik tanya-jawab
Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapat pikirannya.
f.        Teknik menilai suatu bahan tulisan
Teknik menilai suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik – buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya.Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g.      Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games).
Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.

2.      Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS (Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih pada pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan kesehariannya.
Pendekatan ITM menekankan pada aktivitas peserta didik melalui penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi, seperti; melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan survey observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb.Oleh karena itu, permasalahan tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri.Dalam kegiatan pembelajaran tersebut peserta didik menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat memberi kontribusi langsung terhadap misi pokok pembelajaran pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan warga negara agar memiliki kemampuan: a) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga negara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan dan peradaban luhur bangsanya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM antara lain:
a.       Menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah memiliki sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di lingkungan keluarga dan masyarakat.
b.      Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan lainnya) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
c.       Pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan pembelajaran serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih peserta didik berfikir tingkat tinggi.
d.      Peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya.
e.       Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik guna menghindari terjadi kesalahan konsep.
f.        Pemilihan tema-tema didasarakan urutan integratif.
g.      Tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam Pendekatan ITM adalah:
a.       Tahap Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan dengan nilai.Peserta didik dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan pengamatan langsung.Eksplorasi dilakukan guna membuktikan konsep awal yang mereka miliki dengan konsep ilmiah.
b.      Tahap Penjelasan dan Solusi
Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan.Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan argumen dengan tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya.
c.       Tahap Pengambilan Tindakan
Peserta didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif tindakan dan akibat-akibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya.Berdasar pengenalan masalah dan pengembangan gagasan pemecahannya, mereka dapat bermain peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan untuk mempengaruhi publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.
d.      Diskusi dan Penjelasan
Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui tahapan sebagai berikut:
1)      Masing-masing kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan lingkungannya.
2)      Guru memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan atau informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya.
3)      Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan eksplorasi.
4)      Guru membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek yang dipelajari tentang alam lingkungannya.
e.       Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep
1)      Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan.
2)      Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah ditemukan.
f.        Tahap Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara.Kemudian menggunakan pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri tentang keadaan kedua lingkungan tersebut.
g.      Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik dari seluruh rangkaian pembelajaran.Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan pesan moral.

3.      Model Role Playing
Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman belajar peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan didalamnya. Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model pendekatan lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif makna penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara lain :
a.       untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan.
b.      agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya;
c.       untuk mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu;
d.      sebagai penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan;
e.       sebagai alat diagnosa keadaan;
f.        ke arah pembentukan konsep secara mandiri;
g.      menggali peran-peran dari pada dalam suatu kehidupan/kejadian/keadaan, menggali dan meneliti nilai-nilai (norma) dan peranan budaya dalam kehidupan;
h.      membantu siswa dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola berpikir, berbuat dan keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut caranya sendiri;
i.        membina siswa dalam kemampuan memecahakan masalah.
4.      Model Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian (Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map jepit’ (portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik terhadap kinerja peserta didik.Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio merupakan karya terpilih kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada peserta didik dan membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik” kewarganegaraan/ kemasyarakatan.
Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan tanggungjawab masing-masing, antara lain:
a.       Kelompok portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji dalam kelas.
b.      Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah.
c.       Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan pembenaran terhadap kebijakan tersebut.
d.      Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat) dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas.ang apa yang telah dipelajari.
e.       Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).
Pada MPCL, guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya nara sumber dalam PBM, tetapi berperan sebagai mediator, stabilisator, dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar siswa akan semakin meningkat.
5.      TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a.       Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan
b.      Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.
c.       Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang diperolehnaya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
d.      Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e.       Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.
6.      Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra.Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang.Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan.Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas.Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
7.      VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
8.      NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.
9.      Jigsaw
Model pembelajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
10.  TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
11.  GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
12.  MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi
13.  Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a.       Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll). Guru menyajikan pelajaran
b.      Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
c.       Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
d.      Memberi evaluasi.
e.       Penutup.
14.  Talking Stick
Sintak pembelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi
15.  Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut.Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.