Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh Laporan Observasi Penyimpangan Perilaku Pada Anak di Sekolah Dasar


A. Pengertian Penyimpangan Perilaku pada Anak
     Setiap anak mengalami tahap-tahap perkembangan. Tahap-tahap perkembangan anak secara umum sama. Pada setiap tahap perkembangan, setiap anak dituntut dapat bertindak atau melaksanakan hal-hal (perilaku) yang menjadi tugas perkembangannya dengan baik.
     Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Perilaku menyimpang dapat terjadi pada saat usia muda, remaja, dewasa, ataupun tua, baik laki-llaki maupun perempuan.
Ada beberapa defenisi perilaku menyimpang menurut para ahli, antara lain sebagai berikut:
1.      Bruce J.Cohen
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuiakan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
2.      Robert K. Morten
Ukuran yang menjadi dasar adanya penyimpangan bukanlah baik dan buruknya perdebatan, melainkan berdasarkan ukuran norma dan nilai di dalam masyarakat tertentu.


       Kartono dalam Darwis (2006: 43) mengemukakan bahwa ada dua jenis perilaku manusia, yakni perilaku normal dan perilaku abnormal. Perilaku normal adalah perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya, sedangkan parilaku abnormal adalah perilaku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Perilaku abnormal ini juga biasa disebut perilaku menyimpang atau perilaku bermasalah.
      Apabila anak dapat melaksanakan tugas perilaku pada masa perkembangannya dengan baik, anak tersebut dikatakan berperilaku normal. Masalah muncul apabila anak berperilaku tidak sesuai dengan tugas perkembangannya. Anak yang berperilaku diluar perilaku normal disebut anak yang berperilaku menyimpang (child deviant behavior).
Perilaku anak menyimpang memiliki hubungan dengan peyesuaian anak tersebut dengan lingkungannya. Hurlock (2004: 39) mengatakan bahwa perilaku anak bermasalah atau menyimpang ini muncul karena penyesuaian yang harus dilakukan anak terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang baru. Berarti semakin besar tuntutan dan perubahan semakin besar pula masalah penyesuaian yang dihadapi anak tersebut.



Perilaku menyimpang adalah suatu persoalan yang harus menjadi kepedulian guru, bukan semata-mata perilaku itu destruktif atau mengganggu proses pembelajaran, melainkan suatu bentuk perilaku agresif atau pasif yang dapat menimbulkan kesulitan dalam bekerja sama dengan teman, yang merupakan perilaku yang dapat menimbulkan masalah belajar anak dan hal itu termasuk perilaku bermasalah (Darwis, 2006: 43).

Perilaku menyimpang dalam istilah psikologi sering disebut dengan Disruptive Behavior, dan karena perilakunya negatif dan tidak normal maka termasuk dalam gangguan perilaku, disebut juga dengan Disruptive Behavior DisordersDisruptive behavior ini merupakan pola-pola perilaku yang negatif yang ditampakkan anak dalam kelompoknya maupun untuk merespon segala sesuatu disekelilingnya. Respon yang sering muncul yaitu kemarahan, ketidaksabaran, penolakan dan sebagainya.(Loeber, 1990).
Menurut Halgin (1994) ada tiga macam perilaku yang termasuk dalam disruptive behavior disorder yaitu :
1.    Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
Gejala utama pada anak yang mengalami ADHD adalah kurangnya atau tidak adanya konsentrasi pada diri anak, ketika anak bermain, belajar atau segala sesuatu yang dilakukan tidak bertahan lama. Perhatiannya mudah teralih, diikuti dengan perilakunya yang banyak, banyak gerak dan tidak bisa diam. Selain itu, anak biasanya juga terlihat sangat aktif dalam berbicara, dan perilakunya sering mengganggu orang lain.
2.    Conduct Disorder
Conduct disorder ini merupakan perilaku yang melatar belakangi seorang anak memiliki perilaku kekerasan, kenakalan atau kriminalitas. Perilaku yang ditampilkan dalam conduct disorder merupakan perilaku yang tidak menghargai hak-hak orang lain, melanggar aturan, norma-norma yang berlaku  atau pun hukum. Conduct disorder biasanya muncul sebelum masa pubertas, diperkirakan 9% terjadi pada laki-laki dan 2% pada anak-anak perempuan. Conduct disorder ini meliputi juga perilaku bermusuhan atau menyakiti orang lain.
3.    Oppositional Defiant Disorder
Oppositional defiant disorder biasanya terjadi pada anak-anak usia 8-12 tahun, dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Pada anak-anak dengan gangguan tersebut memiliki pandangan maupun perilaku negatif dan menyimpang, biasanya disertai dengan komplain-komplain terhadap orang tua, sikap permusuhan dan kemampuan berargumentasi tentang apa pendapat dan apa yang dilakukannya. Reaksi-reaksi yang ditampilkan pada saat masa remaja adalah reaksi negatif terhadap kemandirian. Kemungkinan besar anak-anak atau remaja dengan gangguan tersebut akan mengalami juga gangguan suasana perasaan (mood disorder) atau pun gangguan kepribadian pasif-agresif.

B.       Gejala-Gejala Penyimpangan Perilaku pada Anak SD
Gejala-gejala penyimpangan perilaku anak merupakan perbuatan atau perilaku anak SD yang dapat menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami penyimpangan perilaku. Gejala penyimpangan perilaku dari dalam diri anak SD muncul akibat ketidakmampuan anak tersebut untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan di mana ia berada. Hal tersebut juga akan mengakibatkan anak berperilaku mundur ke perilaku yang sebelumnya ia lalui (Hurlock, 2004: 39). Sedangkan gejala penyimpangan perilaku pada anak yang berasal dari lingkungan sekitar menurut Hurlock (2004: 288) antara lain pandangan orang tua dan guru terhadap perilaku anak, pola perilaku sosial yang buruk yang berkembang di rumah, lingkungan rumah kurang memberikan model perilaku untuk ditiru, kurang motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial, dan anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar.
Pola perilaku sosial yang buruk yang berkembang di rumah merupakan hal yang menjadikan anak akan menemui kesulitan untuk melakukan penyesuaian sosial yang baik di luar rumah, meskipun dia diberikan motivasi kuat untuk melakukannya. Hurlock (2004: 288) memberikan contoh bahwa, anak yang diasuh dengan metode otoriter, misalnya, sering mengembangkan sikap benci terhadap semua figur berwenang. Contoh yang lain adalah pola asuh yang serba membolehkan di rumah, anak akan menjadi orang yang tidak mau memperhatikan keinginan orang lain, merasa dia dapat mengatur dirinya sendiri.
Kurangnya motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian sosial merupakan hal yang sering timbul dari pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan baik di rumah atau di luar rumah (Hurlock, 2004: 288). Sebagai contoh, anak yang selalu digoda atau diganggu oleh saudaranya yang lebih tua, atau yang diperlakukan sebagai orang yang tidak dikehendaki dalam permainan mereka, tidak akan memiliki motivasi kuat untuk berusaha melakukan penyesuaian sosial yang baik di luar rumah.
Anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar. Hurlock (2004: 288) menyatakan bahwa meskipun anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar melakukan penyesuaian sosial yang baik, anak tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar itu. Sebagai contoh apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan dapat “menguasai” agresivitasnya setelah bertambah dewasa dan mengalami hubungan sosial yang lebih banyak, anak itu tidak akan mengasosiasikan agresivitasnya dengan penolakan teman sebaya yang dialaminya dan, akibatnya dia tidak akan berusaha untuk mengurangi agresivitasnya.
Anak yang bersifat regresif biasanya ditunjukan oleh anak-anak dengan kepribadian Introvert dan menunjukan perilaku seperti penakut, mengantuk, tidak mau masuk sekolah. Sedangkan anak yang bersifat agresif biasanya ditunjukan oleh anak-anak dengan kepribadian extrovert dan menunjukan perilaku seperti berbohong, membuat onar, memeras temannya, dll.

C.      Faktor Penyebab Penyimpangan Perilaku Anak SD
Banyak orang yang berpandangan bahwa apa yang ada adalah suatu aksi yang akan menimbulkan reaksi. Bahwa apa yang terjadi pada para siswa adalah semata-mata perilaku mereka sendiri yang tak lepas dari latar belakang yang menyebabkan. Secara garis besar faktor penyimpangan perilaku pada anak dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
1.      Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti :
a.       Faktor intelegansi, pada umumnya orang yang pandai atau cerdas akan lebih cepat bersosialisasi dengan teman yang lain. Sebaliknya, orang yang kurang cerdas akan lambat dalam bersosialisasi dengan teman yang lain.
b.      Kondisi fisik, anak-anak yang menderita kelainan fisik seperti tuna rungu, tuna wicara, lumpuh atau cacat fisik biasanya akan merasa tertolak untuk hadir di tengah-tengah temannya yang normal.
c.       Kondisi psikis, kondisi kejiwaan akan mempengaruhi perilaku seseorang. Orang yang sedang guncang jiwanya, pikirannya kacau, mudah tersinggung dan cepat marah dia tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga mudah melakukan perilaku yang menyimpang.
d.      Kepribadian, seseorang yang ketegangannya sangat tinggi, suka menghina orang lain dan tidak percaya kepada diri sendiri akan lebih mudah melakukan perilaku yang menyimpang.
e.       Kedudukan dalam keluarga, jika seseorang adalah anak bungsu pasti ingin selalu diperhatikan, jika seseorang itu anak tunggal dia selalu ingin mendapatkan apa yang dia inginkan, jika tidak terpenuhi maka kemungkinan terbentuknya perilaku menyimpang dapat terjadi.





2.      Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar diri seseorang, seperti :   
a.         Status ekonomi keluarga, dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak. Keadaan ini akan menuntut anak membantu memenuhi kebutuhan keluarga dan terganggu dalam kegiatan belajarnya.
b.        Hubungan keluarga, perceraian orang tua, hubungan anggota keluarga yang tidak peduli, akan berakibat anak menjadi tidak betah dirumah dan dapat menjadi faktor permasalahan yang serius.
c.         Pendidikan di sekolah, jika seseorang tidak dapat menerima aspek-aspek pendidikan yang dia terima di sekolah, tidak jarang tindakan-tindakan yang menyimpang dari tujuan pendidikan yang sebenarnya bisa timbul.
d.        Pergaulan, jika pergaulan seseorang dengan temannya positif, maka perilakunya akan positif. Jika pergaulan seseorang dengan temannya negatif, maka perilakunya akan negatif.
e.         Media massa,film-film yang ditayangkan di Televisi dapat mempengaruhi perilaku seseorang, perlahan-lahan orang yang sering menyaksikan tayangan yang negatif akan mulai meniru perilaku negatif yang di tonton tersebut.

D.      Jenis-jenis Penyimpangan Perilaku pada Anak SD
Stouffer (1968), mengadakan penelitian tentang perilaku menyimpang pada anak Sekolah Dasar, dengan responden 481 Guru Sekolah Dasar di Amerika Serikat. Hasilnya menemukan jenis-jenis masalah penyimpangan perilaku yang di klasifikasikan menjadi lima kelompok masalah, yaitu :
1.         Masalah-masalah penyesuaian tingkah laku, misalnya pencurian, kekejaman atau sering mengganggu teman.
2.         Masalah-masalah emosional, misalnya depresi, mudah marah, cemberut dan pengecut.
3.         Masalah-masalah moral, misalnya bicara tidak sopan atau bicara porno.
4.         Masalah belajar, misalnya bolos, menyontek, lambat dalam mengerjakan tugas.
5.         Masalah-masalah sosial kejiwaan, misalnya membenci teman, dan menekan orang lain.


Menurut Darwis (2006 : 44) bentuk-bentuk atau jenis-jenis perilaku menyimpang atau mekanisme pertahanan diri ini antara lain rasionalisasi, sifat bermusuhan, menghukum diri sendiri, refresi/penekanan, konformitas, dan sinis. Adapun bentuk-bentuk atau jenis-jenis perilaku menyimpang anak SD dijelaskan pada paparan berikut ini.

1.   Rasionalisasi
Rasionalisasi dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut “memberikan alasan”. Memberikan alasan yang dimaksud adalah memberikan penjelasan atas perilaku yang dilakukan oleh individu, pada dasarnya apa yang dijelaskan itu bukan merupakan penyebab nyata karena dengan penjelasan tersebut sebenarnya individu bermaksud menyembunyikan latar belakang perilakunya (Darwis, 2006: 44).
2.   Sifat Bermusuhan
Menurut Darwis (2006: 45) sikap bermusuhan ini tampak dalam perilaku agresif, menyerang, mengganggu, bersaing dan mengancam lingkungan.
3.   Menghukum diri sendiri
Perilaku menghukum diri sendiri terjadi karena individu merasa cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai dia sekiranya dia mengkritik orang lain. Orang seperti ini memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai amat kuat (Kartadinata, 1999: 196).
4.    Refresi/penekanan
Refresi ditunjukkan dalam bentuk menyembunyikan dan menekan penyebab yang sebenarnya ke luar batas kesadaran. Individu berupaya melupakan hal-hal yang menimbulkan penderitaan hidupnya.
5.   Konformitas
Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dari perasaan tertekan atau bersalah terhadap pemenuhan harapan orang lain.
6.      Sinis
Perilaku ini muncul dari ketidak berdayaan individu untuk berbuat atau berbicara dalam kelompok.