Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Athena

Senja itu ibu Sophie pergi menemui temannya. Pada saat itu juga Sophie pergi ke taman dank e sarangnya. Dan ia menemukan sebuah paket tebal di samping kaleng kue miliknya itu. Ia langsung membuka paket itu dan ternyata berisikan sebuah kaset video. Kemudian ia langsung berlari memasuki rumah. Ia heran bagaimana filosof itu mengetahui bahwa ia memiliki VCR. 
Tanpa berpikir lama Sophie langsung memasukkan kaset itu ke dalam VCRnya. Kemudian yang muncul dalam gambarnya itu adalah kota yang berantakan. Ketika mereka membidik Acropolis, Sophie menyadari bahwa itu adalah Athena. Itu merupakan rekaman langsung. Para turis berpakaian musim panas dengan kamera tersandang di bahu berkerumun di seputar reruntuhan. Kemudian salah seorang diantara mereka tampaknya ada yang membawa papan pengumuman. Ya tidak salah lagi itu bertuliskan “Hilde?”. 
Setelah satu atau dua meni, tampak sebuah gambar close-up seorang pria setengah umur. Dia agak pendek dengan janggut hitam dicukur rapih, dan mengenakan sebuah baret biru. Dia memandang kea rah kamera dan berkata: “Selamat datang di Athena, Sophie. Seperti yang mungkin kamu duga, akulah Alberto Knox”. Ya tidak salah lagi itu adalah filosof yang selama ini menggurui Sophie.
Di dalam vido itu filosof menceritakan sekaligus memperlihatkan keadaan Athena di mana disitulah Socrates melakukan perjalanannya. Dimulai dari dewi pwlindung Athena, kemudian kuil-kuil di Acropolis, sampai kepada penceritaan pada saat Socrates dikatakan sebagai badut Athena. 
Pria kecil it uterus mengarahkan kameranya kepada keadaan sekitar Athena. Kemudian ia berkata “memang sebelumnya kuniatkan untuk membiarkannya begitu saja, Sophie. Aku ingin kamu melihat Acropolis dan sisa-sisa Agora kuno di Athena. Tapi aku belum yakin kalau kamu telah menangkap betapa indahnya lingkungan di sini dulu… maka aku tergoda untuk melangkah sedikit lebih jauh. Snagat tidak biasa tentu saja… tapi aku yakin kita dapat merahasiakan ini. Nah, bagaimanapun selintas pandangan sudah cukup memadai…”. Kemudian dia tidak mengucapkan apa-apa lagi, dia hanya berdiri menghadap kamera. Tiba-tiba gedung-gedung tinggi dan reruntuhan itu kembali menjadi kokoh dan seperti baru lai. Terdapat banyak orang berpakaian meriah di jalan-jalan di seputar alun-alun. Sebagian menyandang pedang, yang lain menyunggi kendi di kepala, dan salah seorang di antara mereka mengepit segulung lontar di bawah lengannya. 
Selanjutnya Sophie mengenali guru filsafatnya. Ia tetap mengenakan baret biru namun kini ia berpakaian tunik kuning dengan gaya yang sama seperti semua orang di sana. Diapun mendatangi Sophie dan berkata: 
“Ini lebih baik! Kini kita berada di Athena zaman kuno, Sophea. Aku ingin kamu datang sendiri ke sini. Kta berada di tahun 420 SM, hanya tiga tahun sebelum Socrates meninggal. Aku harap kamu menghargai kunjungan eksklusif ini, sebab sangat sulit untuk menyewa sebuah kamera video…”. 
Sophie merasa pusing mengapa orang ini bisa membuat video pada tahun 2400 tahun lalu dimana pada saat itu belum ada kamera. Kemudian pria berbaret biru itu menghadap lagi pada Sophie dan menanyakan padanya apakah melihat dua pria yang berdiri di bawah barisan tiang penompang atap itu. Dia menunjukkan bahwa mereka berdua adalah Socrates dan muridnya Plato. Sang filosof itu melepas baretnya dan mendekatkan kameranya kepada kedua pria itu dan sedikt berbincang dengan menggunakan bahasa Yunani. Ternyata filsof itu berkata bahwa kamu seorang gadis Norwegia yang sangat ingin bertemu dengan mereka. Maka, kini Plato akan memberikan beberapa pertanyaan untuk kamu pikirkan. Tapi, kita harus melakukannya cepat-cepat sebelum para pengawal menemukan kami.”  Sophie merasa darahnya mengalir di pelipisnya ketika pria muda itu melangkah maju dan memandang kamera. Dan Plato mulai berbicara “Selamat datang di Athena, Sophie. Namaku Plato dan aku akan memberimu empat tugas. Pertama, kamu harus memikirkan bagaimana seorang tukang roti membuat lima puluh buah kue yang persis sama. Selanjutnya kamu dapat menanyakan kepada dirimu memutuskan apakah manusia itu mempunyai jiwa yang kekal. Dan akhirnya, kamu harus menjawab apakah pria dan wanita sama-sama bijaksana. Semoga sukses!”. Lalu gambar di layar menghilang. Sophie berusaha mengembalikan gambar itu namun tak bisa. Dan Sophie mulai memikirkan semua perkara yang diajukan Plato kepadanya. Namun belum selesai ia memikirkannya banyak pikiran lain yang masuk dalam benaknya. Ia pun pergi ke tempat tidurnya dan tertidur.