Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Negera Finlandia

Revolusi sistem pendidikan Finlandia dalam Mahmud (2013) dimulai sejak tahun 1968, ketika pemerintah memutuskan untuk menghapus sistem pendidikan berjenjang (parallel school system/PSS) dan menggantikannya dengan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun. PSS merupakan sistem pendidikan yang mengutamakan pendidikan berjenjang bagi seluruh siswa. Sistem ini dinilai tidak efektif karena pada kenyataannya terdapat perbedaan kemampuan murid dalam menerima dan mencerna ilmu yang diberikan. Hal tersebut menimbulkan fenomena pemberian peringkat dan labelisasi ”siswa berprestasi” dan ”siswa tidak berprestasi”, serta ”sekolah favorit” dan ”sekolah tidak favorit”. Kedua fenomena tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap mentalitas murid, guru dan institusi pendidikan. Dengan fenomena tersebut, setiap murid tidak menerima kualitas pendidikan yang merata. Ada murid yang dapat mengikuti pendidikan percepatan, dan ada murid yang kerap kali terpaksa mengulang kelas. Oleh karena itu, pemerintah Finlandia beralih menggunakan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, di mana seluruh anak pada usia 7-15 tahun menerima materi dan kualitas pendidikan yang sama dan seragam.
Siswa tidak lagi mengejar angka dan peringkat selama menjalani pendidikan wajib dasar 9 tahun, namun mengejar pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar nasional. Sistem peringkat (ranking), baik peringkat siswa maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-favorit), serta sistem evaluasi ujian nasional untuk kenaikan kelas di tiap jenjang pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dihapus. Pendidikan dasar difokuskan pada upaya pembentukan karakter dan kapasitas dari setiap murid.
Upaya ini ditempuh pemerintah Finlandia untuk memeratakan kemampuan seluruh murid tingkat pendidikan wajib dasar. Sudah tentu, hal ini menuntut kerja sama lebih erat antara pemerintah, pihak penyelenggara pendidikan, khususnya para guru, masyarakat, dan orang tua dalam memantau perkembangan pendidikan dan pembelajaran anak murid guna memastikan bahwa tiap-tiap murid tersebut dapat mengikuti dan memahami materi pelajaran yang diberikan di jenjang pendidikan dasar.
Pada tahun 1974, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengajar dan pendidik di seluruh jenjang pendidikan. Sebelum tahun 1974, persyaratan untuk menjadi seorang guru sekolah dasar adalah seseorang yang telah memperoleh ijasah sarjana strata-1 (Bachelor of Arts). Namun dimulai sejak tahun 1979, seorang guru untuk dapat mengajar di jenjang pendidikan wajib dasar 9 tahun haruslah seorang sarjana strata-2 (magister) di bidang pendidikan (Master of Arts on Education). Saringan seleksi para guru diperketat guna memperoleh guru dan tenaga pendidik yang handal dan berkompeten dalam memberikan ilmu kepada seluruh siswa. Guru dan tenaga pendidik serta pengajar diberikan kebebasan dan otonomi dalam menerapkan metoda pengajaran dalam menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Selain itu, meskipun tidak menawarkan gaji yang tinggi, profesi guru merupakan profesi yang sangat diminati dan dihormati di Finlandia. 
Setelah memutuskan untuk menerapkan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dan meningkatkan kompetensi dan otomomi para guru dan tenaga pendidik serta pengajar, Pemerintah Finlandia juga memutuskan untuk melakukan desentralisasi pendidikan. Tahun 1985 merupakan kulminasi penerapan sistem desentralisasi pendidikan di Finlandia. Pendidikan nasional tidak lagi menjadi wilayah eksklusif Pemerintah.
Pemerintah daerah diberikan kekuasaan yang luas dalam melaksanakan dan mengorganisasi administrasi pendidikan di wilayah kekuasaan administratifnya. Pemerintah Daerah diberikan kekuasaan untuk menetapkan kurikulum pendidikan yang akan dilaksanakan oleh tiap-tiap sekolah yang berada di wilayah kekuasaan administratifnya. Namun demikian, kurikulum pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah wajib merujuk dan berpegang teguh pada garis-garis besar kebijakan pendidikan nasional, dan kurikulum inti sekolah yang telah ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Badan Pendidikan Nasional Finlandia (Finnish National Board of Education), yang tertuang dalam berbagai legislasi nasional di bidang pendidikan.
Kurikulum pendidikan di daerah diterapkan secara seragam dengan sedikit penambahan materi pendidikan yang disesuaikan dengan keahlian (skill) dan kompetensi khusus (competence) yang dibutuhkan oleh tiap-tiap daerah.
Pada tahun 1990-an, Pemerintah Finlandia tidak lagi menerapkan sistem inspeksi pendidikan (education inspection system) ke setiap sekolah. Kementerian Pendidikan pun menghapuskan lembaga inspektorat jenderal dalam tubuh organisasinya. Sebagai pengganti sistem inspeksi pendidikan, Pemerintah Finlandia menerapkan sistem evaluasi pendidikan (education evaluation system).
Pemerintah menganggap bahwa evaluasi merupakan salah satu komponen penting dalam seluruh bangunan kebijakan pendidikan. Kebijakan penerapan sistem evaluasi pendidikan merupakan suatu metode dalam metodologi kebijakan pendidikan. Sistem evaluasi juga diharapkan mampu menyediakan pilihan kebijakan pendidikan. Dalam praktek evaluasi pendidikan nasional Finlandia, guru bertanggung jawab kepada pemerintah daerah, bukan kepada pemerintah pusat. 
Sejak pertengahan tahun 1990, Badan Nasional Pendidikan Finlandia telah melakukan berbagai penilaian nasional (national assessments) dari hasil pembelajaran yang dilakukan terhadap seluruh murid sekolah dasar kelas 9 di seluruh sekolah di Finlandia. Penilaian rutin dilakukan terhadap mata pelajaran matematika, bahasa ibu (baik bahasa Finlandia, maupun Swedia), sastra, dan beberapa mata pelajaran pilihan lainnya.  Penilaian nasional tersebut menyediakan informasi tentang kualitas dan hasil pendidikan dan pelatihan yang dicapai untuk kemudian dipadankan dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam kurikulum dasar nasional. 
Badan Nasional Pendidikan Finlandia, secara reguler, setiap tahun, melakukan penilaian nasional pendidikan, dengan mengambil sample nilai dari sekolah yang mewakili daerahnya secara acak. Nilai sample yang diperoleh kemudian diolah untuk menghasilkan suatu laporan evaluasi pendidikan nasional (national evaluation report) dan laporan dan masukan individual sekolah (individual feedback report). 
Laporan dan masukan individual sekolah tidak diterbitkan secara umum. Badan Pendidikan Nasional Finlandia tidak akan menampilkan data performa pendidikan yang dihasilkan tiap-tiap pemerintah daerah, atau sekolah per sekolah. Hal ini diterapkan guna menghindari fenomena stratanisasi peringkat sekolah dan siswa yang hanya akan menimbulkan dampak negatif naming and shaming.