Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kurikulum: Jembatan Dunia Ilmu Pengetahuan dengan Kehidupan

Oleh
Zulfikri Annas
Kurikulum merupakan jantungnya pendidikan. Hidup matinya pendidikan bergantung ruh yang membuat jantung itu berdenyut. Ada dua sumber kekuatan utama yang membuat ruh itu ada, yaitu substansi dan cara pengelolaan kurikulum. Apa sesungguhnya substansi kurikulum?, jawabannya: alam dan segala bentuk kehidupan di dalamnya. Sementara keseluruhan isi jagat raya adalah ciptaan Sang Maha Pencipta. Dengan demikian, kurikulum menjadi jembatan yang mengantarkan kita pada puncak kesadaran bahwa di balik semua kekuatan yang kita miliki ada Tuhan Yang Mahakuasa. Artinya, semakin dalam kajian ilmiah yang kita lakukan, semakin paham tentang berbagai rahasia alam dan kehidupan, semakin tinggi ilmu yang kita miliki, semakin dekat kita dengan-Nya.

Artinya, muara dari semua pembejalaran setiap disiplin ilmu adalah penguatan kepribadian, akhlak dan karakter. Untuk itu, kekuatan sebuah kurikulum bukan hanya terletak pada cakupan dan kedalaman substansi, melainkan juga cara pengelolaannya. Substansi dan cara pengelolaan saling bersinergi, tanpa pengelolaan yang benar, substansi yang hebat akan kehilangan daya, demikian sebaliknya. Agar substansi kurikulum dapat dikelola dengan baik, maka semua kebijakan tentang kurikulum harus mudah dipahami, mudah dijabarkan, mudah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan kondisi yang ada di sekitarnya (flexible), mudah dikelola oleh guru (manageable), terukur ketercapaianya (measurable), terlihat (observable) dan dapat diprediksi hasilnya (predictable). Demikian pula dengan materi pelajaran yang tadinya sulit dipelajari oleh siswa menjadi mudah (learnable). Artinya, kehadiran kurikulum pada dasarnya adalah untuk memudahkan melancarkan proses pendidikan, bukan mempersulit apalagi merepotkan semua pihak (guru, siswa, dan orang tua).

Agar semua pihak menyadari hakikat kurikulum, barangkali kita bisa melihat sejenak latar belakang lahirnya kutrikulum di dunia pendidikan.  Kurikulum berasal dari bahasa Latin, yaitu “curere” yang berarti lintasan pacuan. Text-book pertama yang membahas ini ditulis oleh John Franklin Bobbit pada tahun 1918. Untuk pertama kalinya istilah Kurikulum di populerkan sebagai word for race-course yang bermakna sebuah “lintasan” yang ditempuh dalam proses belajar. Sesuai dengan akar kata tersebut, Bobbit memaknai kurikulum sebagai pengalaman-pengalaman yang dilalui agar seorang anak menjadi dewasa, atau untuk menjadi sukses sebagai masyarakat yang dewasa (for success in adult society).

Sejak itu, istilah ini menjadi populer di kalangan pendidikan yang kemudian disebut dengan “curriculum”. Hanya saja, definisi kurikulum demikian menempatkan siswa seperti “kuda” yang dipacu, para peserta berderet sejajar di garis start, lalu berlomba adu kecepatan dan kekuatan, siapa yang paling dulu masuk garis finish, dialah pemenangnya. Pertandingan akan selesai bagi yang kalah, dan berlanjut bagi yang menang. Begitu juga dunia pendidikan di negeri ini. Anak yang menang akan mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang hebat, sementara anak yang kalah akan mendapatkan hukuman, dan kalau perlu segera di keluarkan dari arena pertandingan!. Pemikiran ini mengingkari makna pendidikan yang sesungguhnya.

Selanjutnya, melalui pemahaman yang lebih luas dan mendalam, Todd (1965) dari Curriculum Development and Instructional Planning, Nederland menggambarkan kurikulum sebagai “pengalaman pendidikan (belajar) yang terencana atau yang direncanakan oleh sekolah (satuan pendidikan) yang dapat diselenggarakan kapanpun (any time) dan di manapun (any where) serta dalam keberagaman konteks sekolah sebagai bagian dari masyarakat”. Ada beberapa katan kunci di sini, yaitu (1) pengalaman pendidikan/belajar yang direncanakan (planned educational experiences), (2) tidak terbatas oleh ruang dan waktu (any where, any time), (3) kontekstual dan fleksibel (multiple context of the school), (4) menjadi bagian dari masyarakat setempat (caring communities).

Pengalaman belajar yang direncanakan artinya semua hal yang terkait dengan perilaku siswa selama dalam usia belajar yang terencana dan terkendali. Pengertian kata kendali yang dimaksudkan di sini adalah sebuah kesadaran atau kesengajaan yang direncanakan. Ketika ada pelajaran mengenai sampah, para peserta didik sangat paham mengapa sampah harus dibuang pada tempatnya. Semua mata pelajaran menyatakan hal itu secara tertulis sesuai dengan peran masing-masing Gurupun selalu mengingatkan hal itu, baik melalui ceramah di kelas, maupun di berbagai kesempatan lain, dan siswapun memahaminya dengan mudah.

Kurikulum dapat dilihat dari tiga sisi, pertama, kurikulum sebagai produk kebijakan berupa dokumen tertulis, kedua, kurikulum sebagai proses berupa iklim atau suasana yang terjadi di sepanjang proses pendidikan, dan ketiga kurikulum berupa hasil yang diperoleh masing-masing anak mencakup pengetahuan, ketarampilan dan sikap secara menyeluruh. Sebagai dokumen tertulis, kurikulum memuat kemampuan yang ingin dicapai dan dicita-citakan oleh suatu bangsa, substansi atau materi yang perlu dipelajari, strategi pembelajaran, dan rambu-rambu atau acuan untuk menindaklanjuti hasil evaluasi yang dilakukan di sepanjang proses pembelajaran. Dokumen tersebut sengaja disusun agar proses pembelajaran menjadi terarah, efisien, efektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, keberadaanya akan memudahkan proses pencapaian tujuan. Semua yang tertuang dalam dokumen kebijakan ini sering diistilahkan dengan intended curriculum.

Sebagai proses, kurikulum berupa segala bentuk aktivitas yang terjadi di sepanjang pembelajaran berlangsung, baik di sekolah maupun di luar sekolah, pada saat jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran. Proses dimaksud dapat berupa kegiatan yang sengaja di rancang maupun kegiatan yang terjadi tanpa disadari. Kegiatan-kegiatan itu terjadi tidak terlepas dari pola pikir atau mindset orang- orang yang berada di balik proses itu, yaitu pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/komite, tokoh masyarakat, dan tentunya siswa sebagai tokoh sentral di dunia pendidikan. Apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuat oleh pendidik, orang tua, masyarakat, dan siswa sangat menentukan kualitas dan efektifitas proses yang terjadi. Hal ini sering disebut sebagai implemented curriculum.

Kualitas dan efektifitas proses pembelajaran dari awal sampai akhir, di manapun dan kapanpun kejadiannya akan mempengaruhi kualitas hasil pembelajaran. Harapannya, hasil yang diperoleh sama persis kualitasnya dengan cita-cita yang sudah dituangkan dalam dokumen tertulis. Seberapa jauh terjadi perubahan yang terjadi sebagai hasil proses belajar dikenal dengan istilah achieved curriculum. Ketiga hal tersebut, dokumen tertulis (intended curriculum), proses yang terjadi (implemented curriculum), dan hasil yang diperoleh (achieved curriculum) saling terhubung seperti segitiga sama sisi. Prinsip utama segitiga sama sisi adalah ketiga sisinya sama panjang, ketiga sudutnya sama besar, memiliki tiga buah simetri lipat dan tiga buah simetri putar. Prinsip ini menunjukkan bahwa ketiga sisi memiliki kekuatan yang seimbang, keberadaan satu sisi mempengaruhi sisi yang lainnya. Demikian pula dengan ketiga sisi kurikulum tersebut, apa yang dihasilkan sama dengan apa yang dicita-citakan, dan itu dapat terwujud apabila proses yang terjadi mengakibatkan hasil yang diperoleh sama dengan cita-cita yang diharapkan.

Ketiga sisi itu saling menguatkan satu sama lain, ketika itu terjadi, maka kurikulum yang digunakan dapat dijadikan jaminan terjadinya perubahan pada diri seperta didik sesuai dengan potensi masing- masing. Kurikulum yang demikian akan mampu menjawab tantangan kehidupan masa kini maupun di masa depan. Sebaliknya, ketika sisi-sisi itu jalan sendiri-sendiri, tidak saling menguatkan, maka pendidikan akan kehilangan keampuhannya.

Sekolah menjandi arena yang menyediakan ruang yang se-luas-luasnya bagi setiap individu untuk mengembangkan potensi diri dan menemukan arah jalan hidup sesuai dengan fitrahnya masing-masing. Tidak ada pemisahan antara anak unggul dengan tidak unggul. Keunggulan setiap anak justeru akan terlihat makin jelas ketika mereka saling berkolaborasi membengun keutuhan dalam kehidupan. 

Apa yang terlintas dalam pikiran, terucap dalam perkataan, tercipta dalam suasana atau iklim pembelajaran, serta terwujud dalam tindakan para pendidik atau siapapun yang terkait dengan proses pendidikan pasti akan berpengaruh kepada pembentukkan pola pikir, perkataan, tindakan, dan sikap (attitude) peserta didik. Itulah kurikulum yang sesungguhnya, ia bersemayam dalam diri manusia dan hidup di sepanjang masa, serta mampu menghadirkan masa depan kehadapan siswa hari ini. Kurikulum adalah sesuatu yang “hidup” dan  berada di tempat terpenting, yaitu alam pikiran dan hati nurani para pendidik. Alam pikiran dan hati nurani adalah alam yang tanpa batas, alam yang terbuka buat siapa saja, ia justeru makin ramah, makin lembut ketika berhadapan dengan anak yang paling merepotkan, nakal, susah dididik. 

Oleh karena kurikulum “hidup” dalam alam pikiran dan hati nurani para pendidik, makan sesunggunya Kurikulum itu berupa ruang maha luas, melingkupi keseluruhan ruang di cakrawala yang tanpa batas. Sebagai ruang yang “bebas”, kurikulum bukan membatasi apalagi menyekat, melainkan menyediakan berbagai pilihan yang mewadahi keunikan, kepentingan, dan kebutuhan  setiap anak. Keberadaan kurikulum membuat pendidikan menjadi terjamin mutunya apapun kondisi lembaganya (dari sekolah yang beralaskan tanah, beratap rindangnya pepohonan sampai ruangan permanen mewah ber-AC), di manapun sekolah (lembaga pendidikan) berada (di desa terpencil di ujung bukit,  di lembah, di pantai dan di kota), bagaimanapun keadaannya (diampu oleh satu orang guru sampai sekolah yang kebanjiran guru, apapun kondisi muridnya. Dengan adanya kurikulum, semua kondisi adalah penguat dan keterbatasan berubah  menjadi kekuatan. 

Itulah istimewanya kurikulum. Keberadaan kurikulum menghancurkan dinding pembatas antara siswa yang berbeda kemampuan, kurikulum yang menjadikan perbedaan sebagai kekuatan yang mengutuhkan karena Allah  tidak mengenal produk gagal. Apabila hari itu kelas "didatangi" anak yang bermasalah, nakal, lemah, tak berdaya dan menurut sekolah unggulan sudah tidak pantas lagi berada di sekolah mereka.....dia justeru memperlakukan anak itu dengan senang hati karena dalam pandangannya itu merupakan uluran tangan Illahi yang akan merangkulnya, masuk dalam pelukan dan ridho-Nya. Dia memiliki keyakinan, apabila ia menolak kehadiran anak tersebut, itu sama dengan menepis tangan Tuhan yang datang merangkulnya. 

Kurikulum itu sangatlah simpel. Keberadaanya untuk memperlancar proses pembelajaran dan menjadi skenario untuk memberikan pelayanan terbaik kepada setiap peserta didik. Kurikulum akan meberikan layanan memperlalukan  setiap anak sebagai manusia unggulan, tanpa kecuali, apapun kondisinya, setiap individu pasti memiliki keunggulan karena masing-masing individu telah diperhitungkan dengan matang untuk apa dilahirkan. Melalui pelayanan terbaik itu setiap individu mampu menemukan jalan terbaik untuk membangun dirinya agar keberadaanya bermakna bagi kehidupan.

Begitu sederhananya kurikulum itu, namun menjadi rumit ketika pikiran kita telah merumitkannya. Ketika kita terperangkap dalam pemikiran bahwa pendidikan bermutu akan dapat diwujudkan melalui pengaturan administrasi yang ketat, kaku sehingga tidak responsif terhadap kebutuhan domistik (lokal), sesungguhnya kita telah mengorupsi sisi kemanusiaan, kreatifitas menjadi terkekang, inovasi menjadi mandeg, jati diri menjadi hilang, kearifan menjadi luntur, persoalan menjadi beban, lalu akhirnya tergilas oleh kehidupannya sendiri.

Oleh karena itu, dalam Permendikbud Nomor 159 tahun 2014 tentang Evaluasi Kurikulum ditegaskan bahwa perlunya kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum; kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum; kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum. Hal ini diperlukan untuk menjaga konsistensi antara kurikulum sebagai ide, dokumen, proses dan hasil dapat terjaga. Dengan cara itu, tujuan pendidikan dapat dicapai.