Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Alam Terkembang Jadi Guru: Proses Belajar untuk Mematangkan Diri dan Menguatkan Karakter

Oleh
Zulfikri Annas
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Bab I, Pasal I, Ayat (1) UUSPN No. 20 tahun 2003).

Pendidikan merupakan upaya memberikan pelayanan tanpa henti kepada setiap anak agar mereka yang tadinya tidak tahu apa apa-apa menjadi tahu, tadinya tidak bisa apa-apa menjadi bisa, dan yang tadinya mau, malas, tidak disiplin, tidak efsien, menjadi sebaliknya. Sederhananya, anak yang tadinya tidak mengenal huruf menjadi mampu membaca setelah ia berlatih melafalkan, menuliskan, mengurutkan dan merangkainya menjadi kata, kalimat, paragraf, cerita dan seterusnya. Setelah mampu membaca, karena gurunya sangat kreatif mengciptakan iklim pembelajaran, akhirnya anak menjadi gemar membaca, apapun yang ia baca, dan iapun dapat ilmu dari berbagai sumber, jadilah ia anak cerdas. Anak yang tadinya tidak mengenal angka, dilatih dan dikondisikan oleh guru sehingga ia mengenal angka dan bilangan, lalu dengan cara yang sangat menyenangkan guru bisa menjadikan anak mampu menggunakan logika angka/bilangan untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup.

Makna apa yang diperoleh anak setelah belajar  Pernapasan? (IPA). Pernapasan berlangsung secara otomatis walau kita sedang tertidur lelap. Proses itu melibatkan kegiatan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 (eksterna), dan penggunaan O2 oleh tubuh serta pembentukan CO2 (interna).  Terdapat sebuah mekanisme luar biasa yang melibatkan berbagai oragn tubuh, semua berkolaborasi sesuai fungsi masing-masing, baik pada saat proses inspirasi (pemasukan udara) maupun proses ekspirasi (pengeluaran udara). Organ yang terlibat diantaranya, hidung, pharynx, laring, trakhea, bronkus, bronkeolus, alveoli, dan paru-paru. Mekanisme itu berjalan mengikuti hukum kesimbangan, baik keseimbangan antara volume dan aliran udara, maupun keseimbangan asam dan basa yang berperan agar kita tetap hidup.  Sebuah peristiwa alamiah yang membawa kita ke alam kesadaran akan kesempurnaan Illahi. 

Kehidupan seekor ikan menceritakan kepada kita bagaimana Allah menciptakan keseimbangan yang maha sempurna. Siri-sirip yang berpasangan berfungsi sebagai pengatur gerak maju dan mundur (sirip dada dan sirip perut), sirip tunggal untuk keseimbangan (sirip punggung dan sirip belakang). Sirip yang mudah digerakkan berfungsi juga untuk kemudi dan menghentikan gerakan (rem). Ikan memili linea lateralis yang berfungsi sebagai indra untuk mencegah terjadinya hambatan atau kecelakaan dalam berenang, sendiri atau berkelompok.  Sebuah sistem yang luar biasa. Dan yang paling penting, bangkai ikan halal dimakan, dan tentunya semua itu tidak terlepas dari keistimewaan kehidupan ikan. 

Gerak melingkar menyebabkan bumi, planet, tata surya  dan segenap isinya berjalan secara seimbang. Ini menggambarkan kedesiplinan dan kekonsistenan masing-masing pada orbitnya. Percepatan sentripetal, kecepatan sudut dan kelajuan linier, dan frekuensi dan periode. Allah menyediakan bumi tempat yang nyaman bagi manusia dan makhluk lainnya.

Pembelajaran tentang pengukuran waktu dan ruang mengingatkan kepada kita bahwa hidup terus mengalir dan membuat kita makin waspada betapa pentingnya pemanfaatan waktu. Setiap detik, menit, jam, hari dan seterusnya…..itu adalah kesempatan yang diberikan Allah kepada untuk selalu memperbaiki diri menata hidup agar selamat di dunia dan akhirat. 

Pada saat anak belajar tentang Bidang Miring (Fisika) mereka jadi paham bahwa kita membutuhkan berbagai alat bantu yang memudahkan kita untuk melakukan sesuatu yang sulit. Semua persoalan selalu memiliki solusi, dan semua bergantung kepada kita bagaimana kita mampu memanfaatkan segala kekuatan yang kita miliki. Bidang miring juga mengingatkan bahwa semakin tinggi kita mendaki, semakin besar resiko yang akan kita hadapi. Selalu waspada adalah cara-cara bijak agar langkah maju kita kita tidak terhenti akibat keragu-raguan. 

Untuk apa kita belajar lambang dan urutan bilangan?, bagaimana cara membelajarkan, seperti apa kurikulumnya?. Merupakan pertanyaan mendasar yang harus dijawab sebelum menjalankan proses pembelajaran. Semua orang dewasa paham tentang urutan bilangan, 1,2,3..dan seterusnya, namun apakah setiap orang dewasa bisa menjadi guru untuk mengajarkan itu?, tentu tidak. Hanya orang- orang yang paham tentang tujuan dan nilai-nilai apa yang harus ditumbuhkan melalui pembelajaran itu. Guru harus paham betul bahwa kita bukan sekedar mengajari anak untuk hafal urutan, bisa membilang, menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi.

Belajar matematika bukanlah belajar hitung-menghitung. Hitung menghitung hanyalah keterampilan teknis dan merupakan aspek terkecil dalam sebuah kompetensi matematis. Setelah angka 1, disusul angka 2, dan seterusnya. Untuk apa kita paham tentang urutan bilangan?. Inti pembelajaran ini adalah menanamkan nilai-nilai keteraturan, kedisplinan, konsistensi agar logika dan nalar kita tertata dengan baik sehingga kita mampu memilih solusi yang tepat dalam menuntaskan serangkaian kegiatan. Di dalam hidup kita dihadapkan pada berbagai pilihan, mulai dari bangun tidur, apa yang harus dilakukan pertama, kedua, ketiga dan setrusnya, begitu juga setelah sampai di sekolah, pertama kita harus apa, kedua harus apa dan seterusnya. Begitu juga pada saat menunggu giliran, siapa yang pertama, kedua, dan seterusnya.

Pelajaran tentang urutan bilangan melatih kita untuk menentukan prioritas agar pekerjaan kita menjadi efektif. Ada “anak pintar”, nilai matematikanya sempurna, namun ia mudah sekali mogok belajar ketika keinginannya tidak dipenuhi walaupun orang tuanya telah menjelaskan bahwa permintaannya itu ditunda dulu karena ada yang lebih diprioritaskan saat ini. Perilaku seperti ini juga akan dibawa sampai dewasa. Perilaku anak ini mengindikasikan kita telah gagal membelajarkan matematika, sekalipun ia juara olimpiade.

Lewat penjumlahan, perkalian, dan pembagian kita belajar memprediksi dan beretika. Anak terlatih nalarnya dengan mengenal apa hakikat besar, kecil, bulat, pecahan dan sebagainya. Jika saya butuh uang Rp. 10.000, sementara saya baru punya Rp.5.000, berapa saya harus mencari tambahan?, dan darimana saya memperolehnya?. Sepotong roti diperuntukan bagi 3 anak, agar adil, maka roti tersebut dibagi tiga sama besar, satu potongnya bernilai 1/3. Lewat matematika kita belajar tentang disiplin, keteraturan, konsisten, kesetaraan, keadilan, keharmonisan, keseimbangan, dan nalar. Semua itu merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang kita peroleh setelah belajar matematika.

Ketika kita memahami dengan benar tentang sifat-sifat lingkaran dan bola melalui matematika, kita akan mengerti mengapa semua unsur di alam ini berbentuk lingkaran atau bola. Bicara tentang dimensi ruang atau bentuk fisik di alam ini, mulai dari partikel yang terkecil (atom) sampai bumi, dan galaksi semua berbentuk lingkaran atau bola. Itu bila kita bicara dimensi ruang. Di samping dimensi ruang, kita hidup dalam dimensi waktu. Dan ternyata, dimensi waktupun dibangun dengan pola yang sama. Pagi, siang, malam, dan bertemu pagi lagi, begitu seterusnya. Dari tidak ada, lalu terjadi pembuahan, berkembang, terus tua, dan terus kembali lagi tidak ada, hilang wujud fisiknya. Lahir, tumbuh, dewasa, dan lahir kembali. Air jatuh dari langit, terus berjalan ke laut dan kembali lagi ke langit, begitu seterusnya. Hidup adalah siklus.

Ada satu dimensi lagi, yaitu norma, hukum, atau aturan yang membuat kehidupan itu ada. Tanpa ada norma yang mendasarinya, semua tata kerja setiap unsur yang membentuk sistem, mahkluk, benda, atau peristiwa apapun maka kehidupan ini tidak akan terjadi. Hukum itulah yang membuat setiap komponen dalam sistem, mulai dari yang paling kecil sampai yang paling besar, dari yang paling dalam sampai paling luar semua saling terhubung dan menyatu. Semua unsur, partikel yang membentuk suatu benda tersebut terhubung secara melingkar, itulah yang kita sebut dengan orbit. Akibatnya, tidak ada satu "ruang" atau "rongga" pun yang memisahkan antara zat, benda, atau apapun sesama ciptaan Illahi. Semuanya terpadu. Tidak ada jarak yang memisahkan. Sifat dasar melingkar itulah yang menyebabkan tidak adanya ruang setitikpun di alam ini. Normapun bekerja berdasarkan siklus, kebaikan akan kembali ke kita sebagai kebaikan, dan kemudaratan, juga akan kembali kepada kita dalam bentuk yang sama.

Sebuah batu atau benda apapun yang ada di sekitar kita, sesungguhnya juga menyatu dengan kita yang dihubungkan oleh partikel udara, gelombang atau sejenisnya. Antara sesama kita yang berjauhan sekalipun, juga selalu terhubung, buktinya kita bisa berkomunikasi dengan siapapun, kapanpun kita mau, sepanjang ada media atau alat yang kita gunakan. Alat itu dapat bekerja karena ada media yang menghubungkan, itulah frekuensi atau gelombang. Bahkan ruang hampapun, masih terhubung, buktinya cahaya matahari tetap bisa tembus ke dalam pusat bumi sekalipun. Kita tahu bahwa cahaya atau suara bisa merambat jika ada media penghubung yang tanpa putus.  

Semua partikel atau titik yang terhubung lalu membentuk sebuah  benda, makluk, peristiwa, sistem, atau apapun wujudnya, dan kemudian semua benda itu kita susun rapat sehingga tidak ada rongga, baik secara horizontal, maupun vertikal, wujud akhirnya tetap sebuah lingkaran. Artinya, sesungguhnya semua dimensi kehidupan selalu membentuk pola melingkar, bundar, dan bulat. 

Mengapa demikian?, dari semua benda yang ada, hanya lingkaran atau bundaran yang bentuknya paling stabil untuk menghasilkan energi sebagai dasar menciptakan keseimbangan dalam keterpaduan. Keseimbangan dalam keterpaduan merupakan hukum dasar dari semua sisi kehidupan dan alam jagat raya. Setiap partikel yang sejenis maupun yang berbeda bila saling mengikat dengan kekuatan dan energi yang seimbang, ia akan menyatu dan padu, pada akhirnya ia akan membentuk lingkaran atau bundaran. Keterpaduan yang utuh itulah yang menyebabkan sebuah lingkaran atau bundaran  itu menjadi benda yang paling stabil, kokoh, dan tangguh dibandingkan dengan benda-benda bentuk lainnya. Oleh karena itulah milyaran planet di tata surya ini bisa seimbang, teratur, dan stabil, dan menyatu dalam bentuk sebuah lingkaran atau bola maha dan maha besar. 

Begitulah hukum dasar kehidupan, termasuk perilaku kita. Apapun yang kita lakukan, semua akan berbalik ke kita. Kita tanam kebaikan, ia akan kembali ke kita, dan ia akan kembali dengan berlipat ganda ketika kita ikhlas melakukannya. Demikian juga keburukan, semua akan kembali ke kita. Ketika kita melakunnya secara sadar, dan semakin sadar melakukannya, atau semakin di sengaja, maka kembalinya ke kita semakin berlipat ganda. Antara kesadaran untuk melakukan kejahatan dengan keikhlasan berbuat baik berada dalam satu dimensi. Sama-sama menghasilkan balikan yang berlipat ganda. 

Untuk itu, tidak satupun alasan bagi kita untuk tidak berbuat baik, kapanpun, di manapun, sendirian atau di tempat yang ramai. Dan yakinlah tidak akan ada satupun ruang untuk bersembunyi bagi kita untuk lari dari akibat buruk perilaku kita. Tak satupun titik tempat kita berlari, di manapun kita bersembunyi akan tetap bisa ditemukan karena dengan hukum dasar yang membangun kehidupan yang saling terangkai membentuk lingkaran yang utuh, membuat semua peristiwa yang terjadi bisa diukur dan dilacak. Demikian pula tentang kebohongan, di alam ini tidak ada tempat buat menyembunyikan kebohongan, karena sepintar apapun  kita menyimpannya, ia akan tetap bisa dilacak dan ditemukan. Pada waktunya ia akan muncul dengan sendirinya, menunjukkan dirinya dan ketika saat itu datang tidak bisa lagi berkutik.  Semua akan terbukti. Itu sudah hukum alam.

Apa yang akan diperoleh anak setelah belajar tentang fotosintesis?. Rasa takjub akan muncul ketika anak paham bahwa yang bertugas menembus tanah yang keras adalah ujung akar yang paling halus dan paling rapuh. Sang akar akan terus berjuang menylinap begitu ia ketemu batu yang keras, bahkan pondasi rumahpun mampu ia tembus. Itu dilakukan untuk menjalankan tugas yang diamanahkan padanya, yaitu mencari zat-zat makan yang dibutuhkan oleh daun. Dari sekian banyak zat-zat yang dikandung oleh tanah, sang ujung akar mampu mebedakan mana yang racun dan mana yang bukan, ia tahu haq dan bathil. Begitu ia mendapatkan seonggok makanan, ia mengambil secukupnya, lalu dikirim ke daun. Sampai di daun, zat makanan tadi diproses dengan bantuan sinar matahari, daunpun menggunakan cahaya matahari secukupnya, walau ia menerimanya secara gelondongan, dan proses itu menghasilkan oksigen.

Pelajaran tentang fotosintesis ini menumbuhkan sikap kerja keras, pantang menyerah, bersyukur, peduli, antikorupsi (integritas), tanggung jawab, takjub akan kekuasaan Illahi, akhirnya pola pikir, perilaku dan karakter anak menjadi lebih baik sejalan dengan makin tinggi ilmu yang dikuasai.

Melalui pendekatan saintifik ini akan muncul efek tidak langsung (nurturant effect) terhadap sikap mental dan perilaku siswa. Efek tidak lngsung (nurturant effect) adalah efek yang muncul dengan sendirinya dari dalam diri siswa melalui proses perubahan internal. Sebagai contoh, setelah siswa belajar dan memahami keanekaragaman adat berbagai suku bangsa tetangga maka muncullah suatu proses empati terhadap masyarakat tetangga tersebut. Contoh lain, jika selama ini siswa mendapat informasi tentang sifat-sifat negatif suku bangsa tertentu dan informasi tersebut membentuk sikapnya terhadap suku bangsa tersebut, namun dengan proses pembelajaran saintifik ini diharapkan akan muncul pandangan yang lebih positif dan obyektif.

Bagaimana proses yang digunakan untuk dapat mencapai hal itu? Agar semua pengetahuan dapat mengkristal menjadi keterampilan dan sikap, maka proses pembelajaran harus di lakukan dengan menggunakan pendekatan saintifik (ilmiah), mulai dari: mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan. Orang yang memiliki sikap ilmiah, selalu berbicara sesuai dengan fakta dan data, fakta dan data tersebut perlu didukung oleh fakta-fakta dan data lain sehingga terhindar dari prasangka atau praduga tanpa dasar, selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan nalar dan mengasosiasikan dengan berbagai pandangan (teori) yang ada dan fakta lain, lalu ditarik kesimpulan, dan terakhir fakta, data dan hasil kesimpulan tersebut dikomunikasikan dengan baik, dengan bahasa yang mudah dimengerti, dengan bahasa yang santun.

Pendekatan saintifik memberikan sejumlah pengalaman empiris yang akan membentuk keterampilan (skills) dan sikap. Pada saat mengamati, menanya, mengeksplorasi, mencoba, mepraktikan, mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, menarik kesimpulan secara langsung dan tidak langsung setiap anak akan belajar bagaimana melatih ketajaman berpikir, kepekaan, ketelitian, kecermatan, rasa ingin tahu, kejujuran (membiasakan diri untuk tidak memanipulasi data), menganalisis, berpikir kritis, analitis, dan sistematis, tekun atau pantang menyerah, percaya diri,kerjasama, toleran, emphaty, dan menghargai pendapat orang lain. Di samping itu, ketika semua itu diperoleh oleh setiap siswa melalui sebuah proses atau pengalaman nyata, maka mereka tentunya tidak akan mengabaikan begitu saja apa yang diperoleh, artinya, mereka akan menghargai apa yang didapatkan, lalu mensyukurinya sebagai anugerah dari Illahi. Nah, dengan demikian, antara konten (materi) melebur dengan metode dalam sebuah proses saintifik untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu manusia yang berilmu pengetahuan, berketerampilan dan memiliki sikap yang baik, serta akhlak mulia.

Agar proses yang terjadi dapat mengarah pada tujuan yang diinginkan, yaitu terbentuknya sikap, maka proses yang demikian harus berlangsung secara terpadu (blended), di mana kegiatan pembelajaran didominasi oleh kegiatan yang mengaktifkan siswa sehingga pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang berasal dari pengalaman empiris. Pengetahuan yang terbentuk bukan karena diberikan oleh orang lain, namun melalui proses yang dibangun dari pengalaman, semuanya diperoleh dari serangkaian kegiatan yang melibatkan semua indra, yaitu mengetahui, mencoba, dan menemukan akan “abadi” dalam diri peserta didik. Data dan informasi tersebut akan terinternalisasi menjadi keterampilan dan sikap secara utuh. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara demikian akan sulit dilupakan dan akan eksis sampai ia dewasa kelak. Natinya, kita akan hidup dari pengetahuan yang tersisa, dan proses pembelajaran yang demikian akan menyisakan banyak hal sampai kapanpun, apalagi jika diuji di ujian akhir nasional, pasti melekat sebagai kompetensi.

Sikap sudah pasti ada hubungannya dengan pengetahuan, kita memiliki sikap disiplin, taat aturan, peduli, toleran, pasti muncul karena kita memahami atau mengetahui apa saja yang terkait dengan sikap tersebut. Setiap mata pelajaran memiliki kontribusi terhadap pembentukkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Sebagai contoh, pengetahuan kita tentang bahasa, tata bahasa,dan kosa kata akan mempengaruhi keterampilan menulis dan berbicara serta sikap sehingga menghasilkan tutur bahasa yang enak, santun, efisien dan mudah dipahami. Artinya, Orang yang berpengetahuan luas tentang bahasa, maka cara dan sikap ia dalam menyampaikan pendapat pasti dengan cara yang menyenangkan pendengar, tidak menyinggung orang. Ini menunjukkan bahwa mata pelajaran bahasa juga berkontribusi dalam pembentukkan akhlak mulia.

Semua mata pelajaran berperan mengutuhkan kemampuan anak sebagai manusia yang cerdas yang dilambangkan dengan sosok insan kamil. Matematika, IPA, IPS, Agama, Seni Budaya dan seterusnya akan berkontribusi sesuai dengan kekhasannya masing-masaing. Fisika adalah mata pelajaran yang menjadi wahana pembentukkan karakter anak melalui fenomena yang terbangun atas prinsip, hukum, dan dalil Fisika. Dalam membangun karakter peserta Fisika dikuatkan oleh dalil-dalil atau aksioma Matematika, dan melalui kajian ilmiah yang makin mendalam, peserta didik akan menmukan hukum dasar yang membangunnya, yaitu kesimbangan.

Semakin jauh penggalian secara ilmiah akan makin terbukti ada sebuah hukum yang paling dasar di balik itu semua, yaitu sunnatullah. Melalui contoh ini dapat terlihat dengan jelas keterkaitan antara sikap spiritual, sosial dengan substansi atau konten pembelajaran semua bidang. Melalui perantaraan bahasa, peserta didik dapat mengkomunikasikan hasil rumusan berupa kesimpulan yang diperoleh melalui berbagai pembuktian atau percobaan tentang hukum-hukum yang mendasari sebuah fenomena terjadi. Dengan sendirinya, penyampaian ini akan berdampak pada proses penyadaran dari dalam dirinya, maupun bagi orang lain.

Dalam konteksi ini, mata pelajaran Agama tampil dengan dalil untuk menguatkan kesimpulan- kesimpulan yang diperoleh. Memang proses ini tidak akan berdampak langsung pada setiap kali pertemuan, namun jika semua mata pelajaran membiasakan diri untuk saling berkoordinasi, lama kelamaan akan terbentuk kesadaran bahwa ilmu pengetahuan itu adalah kunci dalam pembentukkan karakter, kepribadian dan kompetensi. Hasil akhir dari semua rangkaian pembelajaran tersebut, setiap peserta didik menjadi pribadi yang cerdas, literat, berkarakter dan kompeten. Itulah sosok insan kamil.

Tentunya, semua itu bisa terjadi apabila pembelajaran tidak terperangkap dalam pola pikir verbal atau verbalisme, melainkan pembelajaran yang berbasis aktivitas. Kegiatan pembelajaran berbasiskan aktivitas yaitu mengaktifkan semua indera peserta didik dalam membangun kompetensinya masing- masing. Pembelajaran berbasis aktifitas “dibungkus” dengan pendekatan ilmiah (saintifik) dalam menumbuhkan kepekaan melalui kegiatan mengamati, menanyakan hal-hal yang membutuhkan penjelasan yang lebih jauh, mengumpulkan informasi yang lebih lengkap. Setelah memperoleh informasi, siswa didorong untuk berfikir secara nalar dalam rangka menganalisis informasi-informasi yang diperoleh itu sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang obyektif dan tepat. Setelah siswa mendapat kesimpulan yang obyektif dan tepat maka, maka siswa didorong untuk berani mengkomunikasikan dan menyebarluaskan melalui berbagai media kepada pihak lain terkait. Dengan demikian, pembelajaran saintifik akan mebiasakan peserta didik untuk selalu berbicara berdasarkan data atau fakta.