Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Kerajaan Islam beserta Peninggalannya di Indoensia Lengkap

Sejarah Kerajaan Islam Di Indonesia
Kehidupan yang terjadi pada saat ini tidak terlepas dari pengaruh  peristiwa sejarah pada masa lampau. Keberadaan masyarakat muslim di Indonesia pada saat ini, tidak terlepas dari perjuangan para pendahulu dalam menyebarkan ajaran agama islam. Begitupun pada zaman dahulu penganut agam islam berkembang pesat, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan politik pada zaman itu dan lahirlah corak-corak pemerintahan islam, dalam hal ini pemerintahan pada zaman dahulu berbentuk kerajaan.
Beberapa pulau di nusantara memiliki peristiwa sejarah kerajaan islam. Berikut ini, beberapa kerajaan-kerajaan islam yang pernah berjaya di nusantara:
Kerajaan Samudera Pasai
Merujuk pada buku Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.32) kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan islam pertama di Indonesia yang terletak di Lhokseumawe, Aceh Utara. Kerajaan ini berdiri sekitar awal atau pertengahan abad ke-13. Berdirinya kerajaan Samudera Pasai merupakan hasil dari adanya proses penyebaran ajaran islam di daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya.
Tokoh yang merintis sekaligus raja pertama Samudera Pasai adalah Sultan Malik As Shaleh atau dikenal dengan nama lain yakni Marah Silu. Sultan Malik As Shaleh memerintah kerajaan Samudera Pasai mulai dari tahun 1270 – 1297. Sultan Malik As Shaleh telah berhasil memperkuat pengaruh kerajaan Samudera Pasai di pantai timur Aceh dan berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka. Pada masa ini, kerajaan Samudera Pasai mengalami kemakmuran, apalagi setelah ada kebijakan dibukanya pelabuhan Pasai.
Kerajaan Aceh
Merujuk pada buku Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.33) bahwa kerajaan Aceh yang beribu kota di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) berdiri sekitar abad ke-16 M. Masa keemasan kerajaan Aceh terjadi pada masa Sultan Iskandar Muda (1607–1636), pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, kerajaan Aceh berhasil mencapai puncak kejayaan. Melalui masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, kerajaan Aceh dapat menjalin hubungan baik dengan berbagai negara, seperti Persia, Turki, Cina, dan India. Selain itu, Kerajaaan Aceh menjadi pelabuhan internasional yang dikunjungi pedagang Nusantara dan pedagang negara lain. Sultan Iskandar Muda berhasil meluaskan wilayah Kerajaan Aceh hingga meliputi seluruh Sumatra dan Semenanjung Malaya. Selain itu, agama Islam juga semakin berkembang  pesat dengan munculnya tokoh-tokoh seperti Hamzah Fansuri yang berasal dari Barus (Fansur).
Kerajaan Demak
Mengadaptasi pada buku Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.34) bahwa kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Tepatnya berpusat di daerah Demak, Jawa Tengah. Kerajaan Demak berdiri sekitar abad ke-15 M yang didirikan oleh Raden Patah setelah berhasil melepaskan diri dari Majapahit. Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.34) menyatakan bahwa “kerajaan Demak merupakan pusat penyebaran agama Islam. Dari Demak, agama Islam menyebar ke kawasan pantai utara Jawa Barat dan pedalaman Jawa Tengah. Bahkan, pantai utara Jawa Timur dan daerah Banjar di Kalimantan Selatan”.
Raden Patah (1500–1518) berhasil  memperluas wilayah kekuasaan kerajaan Demak yang meliputi Semarang, Jepara, Pati, Rembang. Selain itu, kepulauan di Selat Karimata, Kalimantan, serta pelabuhan di pantai utara Jawa, seperti Tuban, Gresik, dan Jepara. Pada awalnya, Raden Patah adalah seorang bupati Demak. Beliau berhasil melepaskan diri dari Kerajaan Majapahit dan memeluk agama Islam. Melalui bantuan para ulama, Raden Patah berhasil mendirikan Kerajaan Demak. Penyebaran Islam di Pulau Jawa berkembang dengan baik atas jasa Walisanga. Raden Patah juga berhasil mendirikan sebuah masjid yang dikenal dengan nama Masjid Agung Demak, keberhasilan pembangunan mesjid ini tidak terlepas dari bantuan walisongo.
Kerajaan Mataram
Mengadaptasi dari buku Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.36) bahwa Sutawijaya yang bergelar Panembahan Senopati adalah tokoh yang mendirikan kerajaan Mataram. Kerajaan ini berpusat di Kota Gede. Pada masa pemerintahannya, Mataram berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai ke Surabaya, Madiun, Ponorogo, Cirebon, dan Galuh. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601. Beliau dimakamkan di Kota Gede.
Tahta kerajaan Mataram setelah wafatnya Panembahan Senopati dilanjutkan oleh Mas Jolang yang bergelar Anyakrawati. Pada masa pemerintahan Mas Jolang banyak terjadi pemberontakan.  Mas Jolang meninggal pada tahun 1613 di Desa Krapyak. Oleh karena itu, Mas Jolang bergelar Pangeran Seda Krapyak. Tahta kerajaan digantikan oleh putra Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.
Sultan Agung Hanyakrakusuma yang disebut sebagai Mas Rangsang merupakan raja terbesar Mataram. Pada masa pemerintahannya, wilayah Mataram meluas sampai Gresik, Surabaya, Kediri, Pasuruan, Tuban, Lasem, Pamekasan, Sukanada, Goa, dan Palembang. Pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung mengirim pasukan untuk menyerang VOC di Batavia. Namun, kedua serangan itu mengalami kekalahan. Sultan Agung wafat pada tahun 1645.
Kerajaan Banten
Mengadaptasi dari buku Suranti dan Saptiarso (2009, hlm.36), yang menjelaskan bahwa Sultan Ageng Tirtayasa sebagai raja yang memerintah dari tahun 1651 sampai tahun 1892. Pada masa  pemerintahannya, perkembangan agama Islam begitu pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ulama Islam yang didatangkan ke Banten untuk membantu dalam penyebaran agama islam. Salah satunya Syekh Yusuf dari Sulawesi. Selain itu, kerajaan Banten juga berhasil menjalin kerja sama dengan Negara lain yakni Turki dan Moghul. Sultan Ageng Tirtayasa selalu membina hubungan baik dengan negara lain. Namun, Belanda bukan menjadi pilihan Sultan Ageng Tirtayasa untuk bekerja sama. Dalam hal ini, Sultan Ageng Tirtayasa berlawanan dengan Belanda. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa pernah mengadakan perlawanan terhadap VOC di Banten. Akibat adanya pengkhianatan dari Sultan Haji (putra Sultan Ageng Tirtayasa) yang telah bekerja sama dengan VOC (Belanda), maka perlawanan Banten terhaadap Belanda mengalami kegagalan. Pada akhirnya, Banten dapat dikuasai oleh VOC (Belanda).
Kerajaan Makasar
Mengadaptasi buku Hermawan, dkk. (2009, hlm. 63) bahwa keberadaan penduduk yang sebagian besar bersuku makasar menyebabkan kerajaan ini dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Di suku Makasar ini terdapat dua kerajaan yang mempunyai hubungan pemerintahan, yakni  kerajaan Gowa dan Tallo. Kedua kerajaan ini mulai bersatu karena dianggap masih memiliki hubungan kekeluargaan. Oleh karena itu, raja yang memerintah Tallo pun merangkap menjadi mangkubumi kerajaan Gowa. Raja Tallo yang bergelar Sultan Abdullah Awalul Islam merupakan paman dari Raja Gowa XV. Raja Gowa XV pada awalnya bukanlah pemeluk agama islam, sehingga kerajaan Gowa menjadi kerajaan islam setelah raja Gowa XV menjadi pemeluk ajaran islam. Oleh karena itu, raja islam yang pertama kali adalah di kerajaan Gowa adalah Daeng Manrabia yang bergelar Sultan Alauddin.
Kerajaan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaannya pada masa  pemerintahan raja Gowa XVI dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang merupakan putra dari Sultan Muhammad Said. Dibawah pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar berhasil menguasai kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, yaitu Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Perkembangan dan kejayaan kerajaan Gowa menimbulkan ketidaksenangan di pihak Belanda atau VOC. Pada kenyataannya VOC (Belanda) ingin memonopoli perdagangan Makasar. Sultan Hasanudin sangat menentang semua monopoli dagang yang dilakukan VOC (Belanda). Setelah penandatanganan Perjanjian Bongaya, Makassar jatuh ke tangan VOC. Para pemimpin yang tidak setuju banyak yang melarikan diri ke Jawa. Mereka bergabung dengan pejuang di Jawa.
Kerajaan Tidore dan Ternate
Mengadaptasi dari buku Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.37) bahwa kerajaan Tidore dan Ternate berdiri sekitar abad ke-13–14. Keduanya hidup berdampingan dengan rukun sebagai pusat perdagangan rempah-rempah. Raja terbesar Kerajaan Tidore yaitu Sultan Nuku. Ia berhasil memperluas wilayah dan mengembangkan agama Islam sampai ke Halmahera, Seram, dan Papua. Bahkan, Sultan Nuku juga berhasil mengusir Portugis dari Tidore. Sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, Kerajaan Ternate mempunyai dua persekutuan dagang. Nama kedua persekutuan dagang itu ialah Uli Lima dan Uli Siwa.
Uli Lima atau persekutuan lima saudara. Wilayahnya meliputi Ternate, Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Persekutuan Uli Lima dipimpin oleh Kerajaan Ternate.
Uli Siwa atau persekutuan sembilan saudara. Wilayahnya meliputi Tidore, Makyan, Jailolo (Halmahera), Mare, Moti, Hitu, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Persekutuan ini dipimpin oleh Kerajaan Tidore.
Keberadaan peristiwa sejarah kerajaan islam yang terjadi pada zaman dahulu dikuatkan dengan bukti peninggalan-peninggalan sejarah yang ada sampai saat ini. Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak islam berupa masjid, makan, seni ukir dan kesusastraan.
Suranti dan Saptiarso (2009, hlm.38-40) menjelaskan peninggalan-peninggalan sejarah bercorak islam diantaranya :
Masjid
Masjid adalah bangunan yang dijadikan sebagai tempat beribadah umat islam. Contoh peninggalan sejarah berupa masjid adalah sebagai berikut.
Masjid Agung Demak yang didirikan oleh Walisanga. Masjid ini merupakan peninggalan Kerajaan Demak.
Masjid Baiturrahman merupakan peninggalan Kerajaan Aceh. Masjid ini dibangun pada tahun 1879–1881.
Masjid Agung Banten merupakan peninggalan Kerajaan Banten. Masjid ini didirikan Sultan Ageng Tirtayasa.
Masjid Kudus terdapat di Kudus, Jawa Tengah yang didirikan oleh Sunan Kudus.

Makam
Makam adalah tempat untuk mengubur orang-orang yang sudah meninggal di dalam tanah pada ajaran agama islam. Secara  umumn, makam berada di lereng-lereng bukit. Tetapi, banyak juga makam yang berada di tempat datar. Misalnya Makam raja pertama kerajaan Samudera Pasai yakni Sultan Malik as Shaleh dan raja kerajaaan Aceh yakni Sultan Iskandar Muda (di NAD), Makam Maulana Malik Ibrahim (di Gresik, Jawa Timur), serta makam raja-raja Gowa–Tallo (di Makassar, Sulawesi Selatan).
Keraton
Keraton atau istana adalah bangunan yang luas sebagai tempat tempat tinggal raja dan keluarganya. Menurut Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.39) bahwa ada beberapa contoh keraton atau istana yang merupakan peninggalan kerajaan Islam, yaitu:
Keraton Kasunanan Surakarta (Jawa Tengah).
Kasultanaan Jogjakarta (Jogjakarta).
Kasepuhan dan Kanoman Cirebon (Jawa Barat).
Kasultanan Ternate (Maluku Utara).
Kasultanan Deli (Sumatra Utara).
Seni Ukir
Seni ukir yaitu kesenian berupa lukisan, gambar, atau hiasan yang kemudian ditorehkan ataupun dipahatkan pada kayu, batu, logam, dan lain sebagainya. Contoh seni ukir terdapat pada masjid Mantingan (Jepara), ukiran kayu dari Cirebon, ukiran pada makam (Gunongan) di Madura, ukiran pada gapura makam Sunan Pandanaran (Klaten), dan gapura makam Sendang Dhuwur (Tuban).
Aksara, Kaligrafi, dan Naskah
Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm.39) menyatakan bahwa “aksara yaitu sistem tanda-tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi”. Beberapa peninggalan sejarah yang berupa aksara.
Aksara Jawi (Arab Melayu), yaitu aksara Arab yang terdapat di Sumatra dan Semenanjung Malaka.
Aksara Pegon yaitu aksara Arab dalam bahasa Sunda dan Jawa.
Aksara Arab gundul yaitu aksara Arab tanpa disertai baris dan harakat.
Kaligrafi yaitu kesenian dalam menulis indah ataupun mengukir di atas kertas dengan menggunakan huruf Arab. Arab adalah pusat penyiaran Agama islam dan menjadi bahasa yang digunakan dalam kitab suci umat islam yaitu Al-Qur’an. Oleh karena itu, kaligrafi merupakan peninggalan kerajaan islam.
Seni Pertunjukan, Budaya, dan Tradisi
Pada kehidupan sekarang ini, kita dapat mengenal beberapa pertunjukan yang berbasis kesenian islam. Seni pertunjukan memiliki beberapa macam bentuk. Misalnya tarian, musik, atau lakon tertentu semacam wayang. Menurut Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm. 39-40 ) Berikut ini beberapa contoh seni pertunjukan peninggalan kerajaan islam, diantaranya :
Seni tari: Saman, Seudati, Zapin, dan Rudat.
Seni musik: rebana, orkes, dan gambus.
Seni suara: qasidah dan  shalawat.
Seni pakeliran: wayang Menak (ceritanya dari Persia)
Adat  istiadat: pakaian adat, upacara adat, dan lain-lain.

Menurut Suranti dan Saptiarso, (2009, hlm. 40 ) kesusastraan Peninggalan sejarah Islam berupa karya sastra diantaranya sebagai berikut, :
Hikayat, yaitu karya sastra lama bercorak Islam yang berisi cerita pelipur lara atau pembangkit semangat. Misalnya Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.
Syair, yaitu sajak yang terdiri atas empat bait di mana setiap baitnya terdiri empat baris. Misalnya Syair Peratun, Syair Burung Pingai, dan Syair Burung Pungguh.
Suluk, yaitu kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Misalnya Suluk Suka Rasa, Suluk Wujil, serta beberapa syair dan prosa tulisan Hamzah Fansuri.
Babad, yaitu cerita yang lebih menekankan pada sejarah atau latar belakang kejadiannya. Misalnya Babad Tanah Jawi atau riwayat para nabi, Kitab Manik Mayu, dan Kitab Ambia yang berisi cerita dari Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad saw.
Kitab yang berisi ajaran moral dan tuntunan hidup sesuai dengan syariat dan adat. Contoh kitab di antaranya Tajus-Salatin (Mahkota Segala Raja) karya Bukhari al Jauhari, serta Bustanus-Salatin dan Siratul Mustaqin karya Nurudin ar Raniri atas perintah Sultan Iskandar Muda II.