Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rancangan dan Bentuk Rancangan Pengajaran

Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam perencanaan pengajaran, terutama dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori utama, yaitu:
1. Pendekatan sistem atau pendekatan teknologi
2. Pendekatan proses atau problem centered
3. Pendekatan humanistik atau student centered
Ketiga pendekatan tersebut di atas memiliki persamaan umum, tetapi berbeda secara filosofis dalam melakukan pendekatan terhadap pengajaran.
Para penganut pendekatan sistem atau teknologi memandang pengajaran sebagai proses linear dan progresif dan bahan pengajaran dapat dianalisa secara kritis dalam bentuk bagian-bagian yang selanjutnya diorganisir dalam urutan pengetahuan serta hasil belajar telah ditetapkan secara jelas sebelumnya. Pendekatan ini mendasarkan diri pada suatu disiplin ilmu tertentu dan mempergunakan sistem kurikulum konvergen yang didasarkan pada teori stimulus respon.
Para pendukung pendekatan humanistik atau student centered   memandang pengajaran sebagai suatu yang holistik dan sasarannya sudah jelas, namun demikian interaksi antara guru dengan siswa sangat berpengaruh untuk memodifikasi rencana pengajaran tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan, minat dan perhatian siswa. Pendekatan ini bersifat interdisipliner dengan menggunakan psikologi humanistik yang berkeyakinan bahwa Perkembangan individu (domain afektif) sama pentingnya dengan bahan yang akan diajarkan (domain kognitif). Dalam hal ini guru harus mengacu pada teachable moment yaitu saat-saat siswa dapat belajar. Jadi ketika siswa memperlihatkan minat untuk mempelajari bagian ilmu pengetahuan tertentu maka guru harus membimbingnya untuk menggali topik tersebut sebagai suatu kegiatan belajar  mengajar baru, walaupun topik atau masalah yang ingin dipelajari siswa tersebut tidak direncanakan sebelumnya.
Pendekatan problem solving atau inquiry atau proses menerapkan pola metode ilmiah yang digunakan dalam displin ilmu yang sedang diajarkan. Keterampilan inquiry itu merupakan alat untuk mengajarkan bahan. Pendekatan ini berdasarkan psikologi Gestalt dan teori belajar perceptual atau Field yang memandang bahwa menghubungkan setiap informasi baru dengan pengetahuan yang lebih dahulu dia pelajari dalam konektor-konektor anak yang tidak dapat diprediksi. Proses ini sering mengakibatkan timbulnya pengalaman dan makna belajar yang tiba-tiba datang bagi individu ketika sedang melacak atau mengkaji suatu disiplin  ilmu tersebut.
Pengajaran itu tidak hanya berlangsung dalam satu situasi, oleh karena itu ada aspek-aspek pengajaran yang lebih cocok menggunakan pendekatan teknologi atau sistem, ada yang lebih cocok dengan pendekatan humanistik atau student centered dan ada pula yang lebih cocok menggunakan problem solving.
Bentuk Rancangan Pengajaran
Salah satu alat yang paling bermanfaat untuk menentukan pendekatan mana yang akan digunakan berasal dari teori Harsey dan Blanchard mengenai bentuk kepemimpinan.
Teori bentuk kepemimpinan ini memberikan konsep dasar yang dapat diubah sebagai alat pengajaran diagnostik, khususnya mengenai problem-problem pengajaran. Gagasan utama teori tersebut adalah:
Bentuk pengajaran harus konsisten dengan tingkat kesiapan, kematangan dan pengalaman siswa, serta sesuai pula dengan bahan, keterampilan, dan pengetahuan yang akan diajarkan
Dalam pendekatan seperti itu, pertama kali guru harus menganalisa hasil belajar yang diharapkan (student outcome) yang biasanya terdapat dalam pedoman kurikulum, selanjutnya mendiagnosa potensi siswa atau kelompok untuk menentukan:
Tingkat keterampilan dan pengetahuan yang berhubungan dengan outcome yang diharapkan
Tingkat motivasi dan inisiatif yang dimiliki siswa
Tingkat komitmen dan motivasi belajar siswa
Tingkat keyakinan dan percaya diri siswa
Tingkat pengalaman siswa dalam menggunakan keterampilan problem solving level tinggi
Tingkat kematangan dan tanggung jawab yang ditunjukkan siswa dalam mempelajari pengetahuan, sikap dan keterampilan
Oleh karena itu, pengajaran bisa dirancang secara khusus untuk setiap situasi yang berbeda pada level yang cocok.
Level I - pengajaran directive
Level II - pengajaran assistive
Level III - pengajaran supportive
Level IV  pengajaran synectic
Hubungan antara level-level pengajaran ini bagaikan spiral, dalam pengertian:
Setiap level merupakan dasar untuk mengajar pada level yang lebih tinggi dan lebih kompleks
Setiap level merupakan paduan pengetahuan, sikap, dan keterampilan level yang lebih rendah.
Bentuk spiral tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Spiral tersebut tidak mengharuskan seorang siswa untuk melaksanakan setiap level secara berturut-turut, tetapi hasil pengajran atau out come siswa serta kelompok harus dianalisa secara hati-hati agar jenis pengajaran yang dipilih itu cocok dengan sifat alamiah siswa. Misalnya seorang siswa didiagnosa berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan kematangannya menunjukkan perlunya pengajaran level I untuk tujuan/hasil belajar tertentu, tetapi siswa yang sama membutuhkan bentuk pengajaran level II atau III untuk tujuan/hasil belajar yang lain.