Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asas Atau Prinsip-Prinsip Dalam Pembelajaran


Salah satu tugas seorang pendidik adalah mengajar dan mendidik. Dalam kegiatan mengajar tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunkan asas-asas dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Oleh karena itu, kita sebagai calon pendidik perlu mempelajari asas dan prinsip-prinsip belajar yang dapat membimbing aktivitas kita dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkapkan batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran dan membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat serta dapat mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar peserta didik.

Dalam makalah yang akan kami paparkan kali ini yaitu mengenai Asas dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran yang nantinya akan membantu seorang pendidik untuk lebih memahami dan lebih mengenal peserta didiknya.

A.  Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Menurut Moh. Surya (1997) belajar diartikan sebagai “suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu  itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Selain itu, menurut Witherington (1952) “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang di manifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”. Sedangkan pembelajaran menurut  Gagne dan Briggs (1979:3) “Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal”.

Dalam pembelajaran tentunya terdapat asas serta prinsip-prinsip belajar yang merupakan landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta didik. Prinsip ini dijadikan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi peserta didik maupaun bagi pendidik dalam upaya mencapai hasil yang diinginkan. Berikut ini prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961) adalah : 1) Prinsip Kesiapan (Readinees) yaitu proses belajar dipengaruhi kesiapan siswa. Yang dimaksud dengan kesiapan siswaialah kondisi yang memungkinkan ia dapat belajar. 2) Prinsip Motivasi (Motivation) dimana motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. 3) Prinsip Persepsi dimana seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami situasi. Persepsi adalah interpertasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu.

A.  Asas Pembelajaran
1.    Asas apersepsi
Guru menghubungkan antara materi yang akan di pelajari dengan materi yang sudah di pelajari pengalaman materi sebelumnya. Fungsinya adalah mempersiapkan kondisi fisik maupun mental siswa.

2.    Asas motivasi
Daya pendorong siswa untuk melakukan kegiatan atau aktifitas. Fungsinya adalah untuk mendorong siswa untuk tetap semangat.

3.    Asas aktifitas
Prinsip dasar pembelajaran dimana guru memberikan kesempatan seluas luasnya kepada siswa untuk belajar. Fungsinya untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

4.    Asas individualitas
Dimana guru harus bisa membedakan individu baik fisik, mental, maupun status sosialnya. Fungsinya agar terjadi proses KBM yang efektif dan lancar.

5.    Asas peragaan
Dimana guru harus memperagakan tugas-tugas gerak yang akan di ajarkan. Fungsinya agar terjadi kelancaran komunikasi antara guru dan siswa.

6.    Asas modifikasi
Dimana guru melakukan perubahan baik terhadap alat, peraturan. Fungsinya supaya pembelajaran yang dianggap susah menjadi mudah.

7.    Asas pengulangan
Memerlukan pengulangan karena semakin sulit materi maka harus sering melakukan pengulangan agar cepat paham dan mudah. Fungsinya agar proses belajar gerak jadi lebih mudah dan cepat bisa.

8.    Asas evaluasi
Proses untuk melihat seberapa besar tingkat kemajuan belajar siswa setelah proses bejar mengajar dilakukan.

Pada bagian ini diuraikan 14 asas pembelajaran yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangkan program pembelajaran inovatif, diantaranya:
1.        Lima prinsip dasar dalam pemenuhan hak anak:
a.    non-diskriminasi
b.    kepentingan terbaik bagi anak (best interests of the child)
c.    hak untuk hidup dan berkembang (right to life, continuity of life and to develop)
d.    hak atas perlindungan (right to protection)
e.    penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the opinions of children)
2.        Belajar bukan konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa.
3.        Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri.
4.        Kegiatan belajar aktif membuahkan hasil belajar yang langgeng.
5.        Untuk dapat mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan, dan membahasnya dengan orang lain.

6.        Aktivitas pembelajaran pada diri siswa bercirikan: (a) yang saya dengar, saya lupa; (b) yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat; (c) yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami; (d) yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan; dan (e) yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.
7.        John Holt (1967) proses belajar akan meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal: (a) mengemukakan kembali informasi dengan kata-kata sendiri, (b) memberikan contoh, (c) mengenalinya dalam bermacam bentuk dan situasi, (d) melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan lain, (e) menggunakannya dengan beragam cara, (f) memprediksikan sejumlah konsekuensinya, (g) menyebutkan lawan atau kebalikannya.
8.        Ada 9 konteks yang melingkupi siswa dalam belajar: (a) tujuan, (b) isi materi, (c) sumber belajar (sumber belajar bagaimanakah yang dapat dimanfaatkan), (d) target siswa (siapa yang akan belajar), (e) guru, (f) strategi pembelajaran, (g) hasil (bagaimana hasil pembelajaran akan diukur), (h) kematangan (apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan), (i) lingkungan (dalam lingkungan yang bagaimana siswa belajar).
9.        Kata kunci pembelajaran agar bermakna: (a) real-world learning, (b) mengutamakan pengalaman nyata, (c) berpikir tingkat tinggi, (d) berpusat pada siswa, (e) siswa aktif, kritis, dan kreatif, (f) pengetahuan bermakna dalam kehidupan, (g) dekat dengan kehidupan nyata, (h) perubahan perilaku, (i) siswa praktik, bukan menghafal, (j) learning, bukan teaching, (k) pendidikan bukan pengajaran, (l) pembentukan manusia, (m) memecahkan masalah, (n) siswa acting, guru mengarahkan, (o) hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.
10.    Pembelajaran yang memperhatikan dimensi auditori dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat.
11.    Otak tidak sekadar menerima informasi, tetapi juga mengolahnya melalui membahas informasi dengan orang lain dan juga mengajukan pertanyaan tentang hal yang dibahas.
12.    Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.
13.    Proses belajar harus mengakomodasi tipe-tipe belajar siswa (auditori, visual, kinestetik).
14.    Resiprositas (kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerja sama) merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan untuk menstimulasi kegiatan belajar.

B. Prinsip Pembelajaran
Terdapat 11 prinsip pembelajaran, diantaranya perhatian dan motivasi, transfer dan retensi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan, dan penguatan, perbedaan individual, belajar kognitif, belajar afektif, dan belajar psikomotorik. Namun, yang akan kami bahas dalam makalah ini yaitu 5 prinsip diantaranya perhatian dan motivasi, transfer dan retensi, keaktifan, keterlibatan langsung dan pengulangan.

1.        Prinsip perhatian dan motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar.

Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Hamalik (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan). Perubahan energi di dalam diri seseorang tersebut kemudian membentuk suatu aktivitas nyata dalam berbagai bentuk kegiatan.

Motivasi terkait erat dengan kebutuhan. Semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasilah anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain (Djamarah (2006:148).

Dalam kegiatan belajar, peran guru sangat penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Menyadari bahwa motivasi terkait erat dengan kebutuhan, maka tugas guru adalah meyakinkan para siswa agar tujuan belajar yang ingin diwujudkan menjadi suatu kebutuhan bagi setiap siswa. Guru hendaknya dapat meyakinkan siswa bahwa hasil belajar yang baik adalah suatu kebutuhan guna mencapai sukses yang dicita-citakan. Bilamana guru dapat merubah tujuan-tujuan belajar menjadi kebutuhan, maka siswa akan lebih mudah untuk terdorong melakukan aktivitas belajar.

Motivasi dapat bersifat internal dan eksternal. Motivasi internal atau motivasi instrinsik, adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan suatu aktivitas. Sebagai contoh, seorang siswa mempelajari pelajaran fisika dengan sungguh-sungguh karena terdorong untuk memperoleh pengetahuan atau mendalami mata pelajaran tersebut.

Motivasi eksternal atau motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu. Sebagai contoh, seorang murid sekolah dasar, berusaha belajar dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan nilai yang tinggi pada mata pelajaran matematika misalnya, karena orang tuanya menjanjikan akan memberikan hadiah bilamana ia mendapatkan nilai yang tinggi pada mata pelajaran tersebut.

Tentu saja setiap siswa melakukan aktivitas belajar diharapkan didorong oleh motivasi internal, karena hal itu menjadi pertanda telah tumbuhnya kesadaran dari dalam diri siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh. Namun demikian, tidak berarti bahwa motivasi eksternal tidak memiliki posisi yang penting bagi para siswa, karena hasil-hasil penelitian juga banyak menunjukkan bahwa pemberian motivasi menjadi faktor yang memberi pengaruh besar bagi pencapaian hasil belajar atau kesuksesan seseorang.

Motivasi eksternal melalui proses belajar dan interaksi individu dengan lingkungannya dapat berubah menjadi motivasi internal. Sebagai contoh, Rini,seorang murid sekolah dasar pada mulanya terdorong untuk mencapai prestasi atau hasil belajar yang baik tiap kali ulangan pada salah satu mata pelajaran karena didorong oleh adanya janji orang tuanya yang akan memberikan hadiah jika mencapai hasil belajar yang diharapkan. Dalam beberapa tahun, terbukti bahwa rini mampu mencapai hasil belajar yang diharapkan seperti keinginan orang tuanya. Sejalan dengan perubahan waktu, kesadaran akan pentingnya nilai atau hasil belajar yang baik kini tumbuh dalam diri Rini. Bahkan kini ia merasakan bahwa hasil belajar yang baik merupakan kebutuhan yang harus ia dapatkan. Ketika Rini lulus sekolah dasar dan memasuki sekolah pertama, orang tuanya tidak lagi menjanjikan untuk memberikan hadiah, jika ia mencapai prestasi yang baik. Namun Rini tetap belajar giat karena ia menyadari bahwa hasil belajar yang baik adalah kebutuhannya sendiri, dan karenanya diberikan hadiah ataupun tidak hal itu harus ia raih. Contoh ini menunjukkan bahwa motivasi eksternal kini telah berubah menjadi motivasi internal. Proses perubahan dari motivasi ekstrinsik menjadi motivasi instrinsik pada seseorang disebut “transformasi motif” (Dimyati dan Mudjiono, 1994:41).

Penerapan prinsip-prinsip motivasi dalam proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik, bilamana guru memahami beberapa aspek yang berkenaan dengan dorongan psikologis sebagai individu dalam diri siswa sebagai berikut ;
a.       Setiap individu tidak hanya didorong oleh pemenuhan aspek-aspek biologis, sosial dan emosional, akan tetapi individu perlu juga dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari yang ia miliki saat ini.
b.      Pengetahuan tentang kemajuan yang dicapai dalam memenuhi tujuan mendorong terjadinya peningkatan usaha. Pengalaman tentang kegagalan yang tidak merusak citra diri siswa dapat memperkuat kemampuan memelihara kesungguhannya dalam belajar.
c.       Motivasi dipengaruhi oleh unsur-unsur kepribadian, seperti rasa rendah diri, atau keyakinan diri. Seorang anak yang termasuk pandai atau kurang juga bisa menghadapi masalah.
d.      Rasa aman dan keberhasilan dalam mencapai tujuan cenderung meningkatkan motivasi belajar. Kegagalan dapat meningkatkan atau menurunkan motivasi tergantung pada berbagai faktor. Tidak bisa setiap siswa diberi dorongan yang sama untuk melakukan sesuatu.
e.       Motivasi bertambah bila para pelajar memiliki alasan untuk percaya bahwa sebagian besar dari kebutuhannya dapat dipenuhi.
f.        Kajian dan penguatan guru, orang tua dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi dan prilaku.
g.      Insentif dan hadiah material kadang-kadang berguna dalam situasi kelas, memang ada bahayanya bila anak bekerja karena ingin mendapat hadiah dan bukan karena memang ingin belajar.
h.      Kompetisi dan insentif dalam waktu tertentu dapat meningkatkan motivasi.
i.        Sikap yang baik untuk belajar dapat dicapai oleh kebanyakan individu dalam suasana belajar yang memuaskan.
j.        Proses belajar dan kegiatan yang dikaitkan kepada minat pelajar saat itu dapat mempertinggi motivasi.

Agar motivasi belajar siswa dapat tumbuh dengan baik, maka guru harus berusaha:
v  Merancang atau menyiapkan bahan ajar yang menarik.
v  Mengkondisikan proses belajar aktif.
v  Menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang menyenangkan.
v  Mengupayakan pemenuhan kebutuhan siswa di dalam belajar (misalnya kebutuhan untuk dihargai, tidak merasa tertekan dsb).
v  Meyakinkan siswa bahwa mereka mampu mencapai suatu prestasi.
v  Mengoreksi sesegera mungkin pekerjaan siswa dan sesegera mungkin pula memberitahukan hasilnya kepada siswa.
Memberitahukan nilai dari pelajaran yang sedang dipelajari siswa dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Siswa dituntut untuk memberikan perhatian terhadap semua rangsangan yang mengarah ke arah pencapaian tujuan belajar. Siswa diharapkan selalu melatih inderanya untuk memperhatikan rangsangan yang muncul dalam proses pembelajaran. Peningkatan/pengembangan minat ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373). Implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan secara terus-menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi belajar mereka secara terus-menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan/mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai, menanggapai secara positif pujian/dorongan dari orang lain, menentukan target/sasaran penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.

2.        Prinsip transfer dan retensi
“Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam situasi baru”.

Apa pun yang dipelajari dalam suatu situasi pada akhirnya akan digunakan dalam situasi yang lain. Proses tersebut dikenal sebagai proses transfer, kemampuan seseorang untuk menggunakan lagi hasil belajar disebut retensi. Bahan-bahan yang dipelajari dan diserap dapat digunakan oleh para pelajar dalam situasi baru.

Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu;
a.       Tujuan belajar dan daya ingat dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau menugaskan sesuatu latihan untuk dipelajari dapat meningkatkan retensi.
b.      Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat di serap lebih baik.
c.       Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik di mana proses belajar itu terjadi. Karena itu latihan seyogianya dilakukan dalam suasana yang nyata.
d.      Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik. Suasana belajar yang dibagi ke dalam unit-unit kecil waktu dapat menghasilkan proses belajar dengan retensi yang baik daripada proses belajar yang berkepanjangan. Waktu belajar dapat ditentukan oleh struktur-struktur logis dari materi dan kebutuhan para pelajar.
e.       Penelaahan bahan-bahan yang faktual, keterampilan dan konsep dapat meningkatkan retensi dan nilai transfer.
f.        Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan.
g.      Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu. Kemungkinan lupa terhadap bahan lama dapat terjadi, bila bahan baru yang sama yang dituntut.
h.      Pengetahuan tentang konsep, prinsip, dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan penerapan prinsip yang dipelajari dengan memberikan ilustrasi unsur-unsur yang serupa.
i.        Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dapat diciptakan.
Tahap akhir proses belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer.
3.        Prinsip Keaktifan
Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru di dalam proses pembelajaran. Demikian pula berarti harus dapat diterapkan oleh siswa dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional, dan fisik jika dibutuhkan.

Individu merupakan manusia belajar yang aktif dan selalu ingin tahu. Pandangan mendasar yang perlu menjadi kerangka piker setiap guru adalah, bahwa pada prinsipnya anak-anak adalah makhluk yang aktif. Daya keaktifan yang dimiliki anak secara kodrati itu akan dapat berkembang kearah yang positif bilamana lingkungannya memberikan ruang yang baik untuk tumbuh suburnya keaktifan itu. Keadaan ini menyebabkan setiap guru perlu menggali potensi-potensi keberagaman siswa melalui keaktifan yang mereka aktualisasikan dan selanjutnya mengarahkan aktifitas mereka kearah tujuan positif atau tujuan pembelajaran. Hal ini pula yang mendasari pemikiran bahwa kegiatan pembelajaran harus dapat memberikan dan mendorong seluas-luasnya keaktifan. Ketidaktepatan pemilihan pendekatan pembelajaran sangat memungkinkan keaktifan siswa menjadi tidak tumbuh subur, bahkan mungkin justru menjadi kehilangan keaktifannya.

Menurut teori belajar kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Bahkan sekedar mengadakan transformasi, karena jika kita cermati paham konstuktivis, semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstruksi kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer begitu saja dari pikiran orang yang mempunyai pengetahuan ke pikiran orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertian kepada seorang murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh murid lewat pengalamannya (Glasersferld dalam Bettencourt, 1989). Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang diajarkan atau dijelaskan oleh gurunya, menunjukkan bahwa pengetahuan itu tidak dapat begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikonstruksikan atau paling tidak diinterpretasikan sendiri oleh siswa.

Dalam proses konstruksi itu menurut Glasersferld, diperlukan beberapa kemampuan; (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan pengalaman-pengalaman tersebut. Kemampuan membandingkan penting untuk menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus, serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan.

Potensi-potensi anak hanya mungkin dapat dikembangkan, bilamana proses pembelajaran mampu melibatkan peran aktivitas intelektual, mental, dan fisik anak secara optimal. Adapun implikasi prinsip keaktifan atau aktivitas bagi guru di dalam proses pembelajaran adalah :
a.       Memberi kesempatan, peluang seluas-luasnya kepada siswa untuk berkreativitas dalam proses belajarnya.
b.      Memberi kesempatan melakukan pengamatan, penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen.
c.       Memberi tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.
d.      Memberikan pujian verbal dan non verbal terhadap siswa yang memberikan respons terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Menggunakan multi metode dan multi media di dalam pembelajaran.Sebagai ”primus motor” dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual dan emosional. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan perilaku sejenis lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
4.        Prinsip keterlibatan langsung

Keterlibatan langsung siswa di dalam proses pembelajaran memiliki intensitas keaktifan yang lebih tinggi. Dalam keadaan ini siswa tidak hanya sekedar aktif mendengar, mengamati dan mengikuti, akan tetapi terlibat langsung di dalam melaksanakan suatu percobaan, peragaan atau mendemostrasikan sesuatu. Dengan keterlibatan langsung ini berarti siswa aktif mengalami dan melakukan proses belajar sendiri. sejumlah hasil penelitian membuktikan lebih dari 60% sesuatu yang diperoleh dari kegiatan belajar didapatkan dari keterlibatan langsung. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajarnya yang dituangkan di dalam kerucut pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.

Keterlibatan langsung siswa memberi manfaa, baik manfaat yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut, maupun manfaat jangka panjang setelah proses pembelajaran terjadi. Belajar pada hakikatnya adalah suatu perubahan. Perubahan sebagai akibat hasil belajar, sebagian dapat di lihat pada waktu yang relatif singkat, bahkan bersamaan dengan kegiatan belajar itu sendiri. namun sebagian besar, perubahan hasil belajar tersebut memerlukan waktu yang lama. Perubahan tingkah laku dalam waktu yang relatif singkat/cepat sebagai akibat terjadinya proses belajar misalnya perubahan-perubahan motorik atau aspek-aspek keterampilan seperti, anak belajar memegang pensil yang benar, belajar merapikan buku, meraut pensil, membuat kapal-kapalan dari kertas dan sebagainya. Berkenaan dengan aspek kognitif, misalnya anak belajar membaca, berhitung, menulis dan sebagainya. Perubahan-perubahan sebagai hasil belajar berkenaan dengan aspek-aspek diatas, pada umumnya dapat dilihat dalam waktu yang singkat, meskipun proses menjadi lebih baik juga memerlukan waktu yang lama. Cperubahan tingkah laku yang memerlukan waktu lama, misalnya melatih kemampuan berfikir kritis, merubah sikap, pengembangan aspek-aspek emosional. Apabila proses belajar untuk mencapai perubahan tersebut melibatkan peran langsung siswa, maka akan terjadi perubahan-perubahan yang lebih cepat karena siswa terlibat dan mengalaminya sendiri, atau mempraktekkan sendiri dimensi-dimensi kemampuannya. Dengan demikian, siswa sekaligus mengetahui kemampuan dirinya, sehingga memungkinkan tumbuhnya dorongan atau motivasi untuk mengembangkan diri.

Implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi guru adalah :
a.       Mengaktifkan peran individual atau kelompok kecil di dalam penyelesaian tugas.
b.      Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa di dalam praktik penggunaan tersebut.
c.       Memberi keleluasaan kepada siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau eksperimen.
d.      Memberikan tugas-tugas praktik.
Bagi siswa, implikasi prinsip keterlibatan langsung ini adalah; (1) siswa harus terdorong aktif untuk mengalami sendiri dalam melakukan aktivitas pembelajaran, (2) siswa dituntut untuk aktif mengerjakan tugas-tugas.

Hal apapun yang dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Implikasi prinsip ini dituntut pada para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang diberikan kepada mereka. Bentuk-bentuk perilaku yang merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa, misalnya siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa melakukan reaksi kimia, dan perilaku sejenisnya. Perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
5.        Prinsip Pengulangan

Berdasarkan teori psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan, maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya, semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.

Di samping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori psikologi asosiasi aau connecsionisme yang dipelopori oleh Thorndike dengan salah satu hukum belajarnya “Law of exercise”, yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukanhubungan stimulus dan respon. Mengajar pada hakikatnya adalah membentuk suatu kebiasaan, sehingga melalui pengulangan-pengulangan siswa akan terbiasa melakukan sesuatu dengan baik sesuai perilaku yang diharapkan.

Impilkasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru adalah
a.    Memilah pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan
b.    Merancang kegiatan pengulangan
c.    Mengembangkan soal-soal latihan
d.    Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi

Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti (Davies, 1987:32). Dari pernyataan inilah pengulangan masih diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi adanya prinsip pengulangan bagi siswa adalah kesadaran siswa untuk bersedia mengerjakan latihan-latihan yang berulang untuk satu macam permasalahan. Dengan kesadaran ini, diharapkan siswa tidak merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran yang merupakan implikasi prinsip pengulangan unsur-unsur kimia setiap valensi, mengerjakan soal-soal latihan, menghafal nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa sejarah.