Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berbagai Model Pembelajaran Matematika



Dewasa ini telah berkembang berbagai model pembelajaran yang dapat dijadikan acuan untuk dapat membelajarkan matematika kepada anak. Berkembangnya model tersebut di Indonesia tentunya sebagai upaya perbaikan sistem pembelajaran matematika yang semula menekankan pada teacher oriented menjadi student oriented. Di samping itu, dimaksudkan pula untuk dapat meningkatkan kebermaknaan pemahaman matematika. Berbagai model yang dimaksud adalah:

1.      Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

Pendekatan  realistik  menekankan  kepada  konteks  sebagai

awal pembalajaran. Dalam hal ini, proses pengembangan konsep-konsep dan gagasan-gagasan matematika bermula dari dunia nyata yang dapat dikatakan sebagai “conceptual mathematization”. Menurut Jan De Lange, dalam Turmudi, 2001, rangkaian dari proses pembelajaran terjadi seperti dalam skema berikut:


 Aspek pertama menekankan pada pengalaman konkret untuk memvalidasi dan menguji konsep abstrak. Aspek kedua menekankan pada prinsip bahwa umpan balik terjadi pada proses. Dalam praktek pembelajaran matematika di kelas, pendekatan realistik sangat memperhatikan aspek-aspek informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantarkan pemahaman siswa pada matematika formal.


Hal yang sangat mendasar dari pandangan realistik adalah bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Karenanya janganlah matematika disajikan untuk siswa sebagai ready-made-product. Sebaliknya matematika harus ditemukan kembali (Freudenthal, dalam Turmudi, 2001). Freudenthal mengistilahkan sebagai re-invention atau sering dinyatakan sebagai discovery atau re-discovery.


2.      Pendekatan kontekstual

Pendekatan   kontekstual   merupakan   konsep   belajar   yang


membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep yang demikian, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.


Khusus dalam pembelajaran matematika, pendekatan kontekstual lebih diartikan sebagai pembelajaran yang menekankan penggunaan masalah kontekstual. Penggunaan masalah kontekstual di sini dimaksudkan untuk menanggapi berbagai tuntutan, antara lain adalah tuntutan pemberian tekanan yang besar pada terapan dalam pembelajaran matematika dan tuntutan pemberian tekanan pada kesesuaian antara pelajaran matematika dan pengetahuan serta ketrampilan yang dibutuhkan di dunia kerja atau dunia nyata (Djamilah, 2003)


Ada beberapa alasan kuat mengenai perlunya pembelajaran matematika menggunakan konteks atau masalah kontekstual, antara lain, masalah kontekstual merupakan contoh masalah yang menuntut penerapan matematika untuk memecahkannya, sehingga sekaligus menunjukkan kegunaannya. Ketiadaan hubungan antara materi pelajaran di sekolah dan dunia kerja serta masalah kehidupan nyata, ikut menyebabkan rendahnya motivasi banyak siswa, dan juga mengakibatkan pengasingan diri siswa.

3. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)

Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) merupakan strategi pembelajaran untuk mengembangkan ketrampilan dan pemahaman siswa, dengan penekankan pada belajar sambil bekerja (learning by doing). Dalam PAKEM guru-guru menggunakan berbagai sumber belajar dan alat bantu belajar, termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan efektif. Kelas ditata dengan lebih baik seperti memajang buku dan bahan yang menarik, hasil karya siswa, serta membuat sudut baca, dan sebagainya. Metode yang digunakan dalam PAKEM lebih banyak pada diskusi kelompok kecil atau besar sehingga siswa dapat bekerja sama dan berinteraksi antarsesama mereka. Guru mendorong siswa untuk memecahkan masalah sendiri, mengungkapkan pemikirannya sendiri, dan melibatkan mereka untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih baik untuk belajar.

4.     Pembelajaran Berbasis Budaya (PBB)

Pembelajaran Berbasis Budaya (PBB) merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Dalam hal ini budaya yang dimaksud adalah budaya lokal tempat di mana sekolah berada, dan budaya dalam suatu komunitas asal siswa. PBB dilandaskan pada pengakuan bahwa budaya merupakan bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan.


Dalam PBB, budaya diintegrasikan sebagai alat bagi proses belajar untuk memotivasi siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, bekerja secara kooperatif, dan mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran. Sebagai strategi, PBB mendorong terjadinya proses imaginatif, metaforik, berpikir kreatif, dan juga sadar budaya. Partisipasi dengan dan melalui beragam bentuk perwujudan budaya memberikan kebebasan bagi siswa untuk belajar menggali prinsip-prinsip dalam suatu mata pelajaran, menemukan hal-hal yang bermakna di sekelilingnya, dan mendorongnya untuk membuka dan menemukan hal-hal yang baru di dunia baru.


PBB dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya.


Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Proses belajar tentang budaya, sudah cukup dikenal selama ini, misalnya jurusan ilmu budaya, jurusan seni dan sastra, jurusan seni lukis, seni musik, seni drama, seni tari. Budaya dipelajari dalam satu jurusan atau program studi khusus, tentang budaya dan untuk budaya. Dalam hal ini, budaya tidak terintegrasi dengan bidang ilmu lain.


Belajar dengan budaya terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu. Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya dalam pembelajaran. Dalam belajar dengan budaya, maka budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran pada proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur pada suatu mata pelajaran.

Misalnya, untuk memperkenalkan konsep penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat, digunakan balok garis bilangan yang menggunakan Cepot (tokoh jenaka dalam wayang Sunda dalam seni pertunjukan) sebagai modelnya. Cepot akan memandu siswa dalam memperoleh hasil perhitungan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.


Belajar melalui budaya merupakan strategi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui beragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning, atau bentuk penilaian pemahaman dalam beragam bentuk. Misalnya siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk menjelaskan suatu konsep, tetapi siswa dapat membuat poster, membuat karangan, lukisan, lagu, ataupun puisi yang melukiskan konsep tersebut. Dengan menganalisis produk budaya yang diwujudkan siswa, guru dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam suatu topik, dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut. Belajar melalui budaya memungkinkan siswa untuk memperlihatkan kedalaman pemikirannya, penjiwaannya terhadap konsep atau prinsip yang dipelajari dalam suatu mata pelajaran, serta imaginasi kreatifnya dalam mengekspresikan pemahamannya.