Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Pendidikan Inklusif Lengkap


 



Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Undang-Undang tersebut merujuk pada perkembangan pendidikan di Indonesia yang tidak lepas dari istilah pendidikan Inklusif atau Inklusi.

Pendidikan Inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar disekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.Ini menandakan bahwa pendidikan tidak mengenal perbedaan fisik, suku dan agama. Namun tidak semua sekolah regular di Indonesia termasuk kedalam sekolah inklusif karena kurangnya sumber daya manusia yang mempuni dalam bidang pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meninggalkan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan, dll. Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dalam memenuhi keberagaman kebutuhan siswa untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Pendidikan inklusi ini memegang tugas dan tanggung jawab yang penting, karena pada dasarnya pendidikan untuk semua kalangan tanpa membedakan apapun merupakan kebutuhan dasar untuk menjamin keberlangsungan hidup agar lebih bermartabat.Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan.

Dengan adanya pendidikan Inklusif sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yan berorientasi pada kebutuhan individual tanpa deskriminasi dengan begitu anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat terpenuhi pendidikannya sesuai dengan potensi masing-masing. Pemahaman mengenai pendidikan inklusi juga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang guru. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai latar belakang Pendidikan Inklusi, konsep Pendidikan Inklusi, kelebihan pendidikan inklusi, dan sejarah pendidikan inklusi.

A. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Dunia
Lahirnya pendidikan inklusif berawal dari sebuah pengamatan terhadap sekolah luar biasa yang memiliki asrama dan institusi berasrama lainnya yang menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa yang tinggal disana  mengembangkan pola perilaku-perilaku yang biasanya ditunjukan oleh orang-orang yang berkekurangan.

Perilaku-perilaku ini mencakup kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitif stereotif, dan kadang prilaku perusakan diri. Anak penyandang cacat yang meninggalkan sekolah luar biasa berasrama sering kali tidak merasa betah tinggal dengan keluarganya di komunitas rumahnya. Ini karena setelah bertahun-tahun disegregasikan/ dipisahkan, ia dan keluarga serta komunitasnya akan tumbuh menjadi orang asing satu sama lainnya.

Banyak orang yang kemudian benar-benar merasa situasi tersebut tidak benar. Orang tua, guru, dan orang-orang yang mempunyai kesadaran politik pun mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada umumnya dan hak anak dan orang dewasa penyandang cacat pada khususnya. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang dalam sebuah lingkungan yang sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan pentingnya interaksi dan komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran.


Ini merupakan awal pembaharuan menuju normaliusasi yang pada akhirnya mengarah pada proses inklusi. Legitimasi awal bagi pelaksanaan pendidikan inklusi dalam dunia internasional sendiri tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi pada tahun 1948 konvensi ini mengemukakan gagasan mengenai pendidikan untuk semua ( Education for all / EFA) dimana dinyatakan bahwa pendidikan dasar harus wajib dan bebas biaya bagi setiap anak. Konfrerensi dunia yang khusus membahas EFA kemudian baru diadakan pada tahun 1990 dan berlangsung di Jomtien, Thailand.Para peserta menyepakati pencapaian tujuan pendidikan dasar bagi semua anak dan orang dewasa pada tahun 2000.Konferensi Jomtien merupakan titik awal dari pergerakan yang kuat bagi semua negara untuk memperkuat komitmen terhadap EFA.Dalam pergerakan EFA anak dan orang dewasa penyandang cacat adalah salah satu kelompok target.Oleh karena itu, dunia internasional kemudian mengadakan konferensiyang secara khusus membahas pendidikan kebutuhan khusus.Konferensi ini pertama kali diadakan di Salamanca pada tahun 1994 dan yang kedua diadakan di Dakar pada tahun 2000. Keduanya dihadiri oleh Indonesia.Dalam konferensi dunia Salamanca pendidikan inklusi ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung, terpinggirkan, dan terkucilkan. Upaya-upaya tindak lanjut bagi pendidikan kebutuhan khusus hingga sekarang diamanatkan kepada UNESCO.

B. Sejarah PerkembanganPendidikan Inklusif Di Indonesia
Di Indonesia pendidikan Inklusi sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1986 namun, dalam bentuk yang sedikit berbeda. Sistem pendidikan tersebut awalnya dinamakan pendidikan terpadu dan disahkan dengan surat keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan No. 002/U/1986 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan terpadu anak penyandang cacat juga ditempatkan di sekolah umum namun, mereka harus menyesuaikan diri pada sistem sekolah umum. Sehingga, mereka harus dibuat ‘Siap’ untuk diintegrasikan kedalam sekolah umum. Apabila ada kegagalan pada anak maka anak dipandang yang bermasalah. Sedangkan, yang dilakukan oleh pendidikan Inklusi adalah sebaliknya, sekolah dibuat siap dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan anak penyandang cacat.Apabila ada kegagalan pada anak maka sistem dipandang yang bermasalah. Sehingga pada tahun 2004 Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di Bukit tinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukit tinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak.

Jumlah sekolah pelaksana pendidikan terpadu hingga tahun 2001 adalah 163 untuk tingkat SD/MI dengan jumlah murid 875, 15 untuk tingkat SLTP/MTS dengan jumlah murid 40 orang, dan 28 untuk tingkat SMU/MA dengan jumlah 59 orang. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, maka konsep pendidikan terpadu pun berubah menjadi pendidikan inklusi.

C.  Latar Belakang dilaksanakannya Pendidikan Inklusif di Indonesia
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam pendidikan.Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (Tunanetra), SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan hambatan (fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk (Tunaganda). Sedangkan SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus. Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra), itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah reguler yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus.

Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan diatas dapat berakibat pada kegagalan program wajib belajar. Untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus, baik yang telah memasuki sekolah reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa ‘pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah reguler/umum.Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam Mata Kuliah Pendidikan Inklusif atau Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

D. Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif
Untuk mengatasi kesenjangan dan diskriminasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus maka pada tahun 1999 Pendidikan Inklusif dipersepsikan sebagai model pelayanan pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus yang biasanya terpisah dengan temannya yang normal digabungkan pembelajarannya di sekolah-sekolah biasa. Menurut Herman (2003:1) bahwa: Sebagian kelompok berpendapat bahwa pendidikan inklusif tidak semata menggabungkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah reguler namun lebih itu yaitu mencoba memberi pelayanan kepada seluruh siswa yang ada di sekolah reguler dengan berorientasi kepada keunikan, karakteristik dan kebutuhan khusus yang ada pada setiap siswa.

Kelompok siswa berkebutuhan khusus, selama mungkin harus mendapat pendidikan di sekolah umum yang mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.Menurut UNESCO (Kusnaini, 2003:6) “Mengirim mereka ke SLB atau Kelas Khusus harus merupakan kekecualian, apabila pendidikan di sekolah umum terbukti tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka, baik pendidikan maupun sosial”.

Pendidikan inklusif dimulai dari pemikiran bahwa hak mendapatkan pendidikan merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar dan merupakan sebuah pondasi untuk hidup bermasyarakat.Melalui pendidikan inklusif ini muncul harapan dan kemungkinan bagi mereka yang tergolong kelompok minoritas dan terabaikan untuk memperoleh kesempatan pendidikan bersama dengan teman-teman sebayanya secara lebih inklusif (tidak terpisahkan). Semua anak memerlukan pendidikan yang membantu mereka berkembang untuk hidup dalam masyarakat yang normal.Dengan konsep kebijakan ini berarti setiap sekolah harus menerima dan mendidik siswa di lingkungan terdekat (Juang Sunanto, 2003). Pendidikan inklusif merujuk pada kebutuhan belajar semua peserta didik, dengan suatu fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi dan pemisahan. Implementasi pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa atau kondisi lainnya.