Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Spot Capturing

Spot Capturing menurut etimologi berarti “menangkap simpul”. Sedangkan menurut terminologi berarti pemahaman dengan cara melihat dengan pikiran. Tak bisa dipungkiri bahwa pikiran merupakan bentuk energi yang selalu terpancar dari otak manusia. Sedangkan seluruh materi yang memenuhi ruang jagat raya ini sejatinya adalah energi. Energi itu sifatnya tetap, tak dapat diciptakan juga dimusnahkan sebagaimana Hukum Kekekalan Energi.
Menurut Nugroho Widiasmadi (2010:81) “Konsep Spot Capturing mengisyaratkan bahwa semua manusia mampu berkomunikasi dengan lingkungan melalui energi pikiran kita”. 
Terdapat tiga gelombang otak yang sudah diketahui yaitu Delta, Alfa dan Teta. Masing-masing gelombang otak ini memiliki panjang ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan peruntukan kapan dikeluarkannya.
Nugroho (2010:25) menyatakan bahwa :
  Dari ketiga jenis gelombang otak ini dapat dikelompokan kedalam dua golongan yaitu Pikiran sadar (Concious Mind), yang beroperasi pada frekuensi gelombang Delta dan pikiran bawah sadar (Subcincous Mind), yang beroperasi pada frekuensi gelombang Alfa dan Teta. Dan menurut berbagai penelitian , pikiran bawah sadar memiliki kekuatan yang jauh lebih lebih dahsyat dibandingkan dengan pikiran sadar sebesar + 80:20.

Pikiran dahsyat yang kita miliki merupakan anugrah maha dahsyat. Ia bersifat netral dan tak memihak. Ia diarahkan dengan keinginan juga harapan sang pemilik otak. Secara terstruktur Spot Capturing ini meliputi 3 fase yaitu memancarkan (energy transmition), menangkap (energy capturation), dan menarik (energy repeateration.)
Selanjutnya Nugroho memaparkan bahwa “Menurut para peneliti kita berpikir 60.000 kali tiap hari” (2010 35). Bisa kita bayangkan bagaimana lelahnya otak kita untuk mengendalikan semua pikiran itu. Namun untungnya kita memiliki perasaan sehingga lebih mudah mengendalikannya. Dan inilah yang terjadi, kesuksesan dan ide-ide cerdas pada hakikatnya tidak hanya dibentuk oleh fungsi otak kiri saja yang memuat logika, tetapi juga otak kanan yang memuat perasaan yang cenderung memilki peranan lebih besar dalam membentuk kecerdasaan.

Dengan ini siswa tidak hanya menguasai pengetahuan saja tetapi juga memiliki ide kreatif, inovatif, cinta kasih, yang kesemuanya mengalir dari pengoptimalisasian otak global.