Perkembangan kognitif
Semasa hidupnya semua
manusia terus menerus mengalami perkembangan kognitif, dan setiap individu
mempunyai tempo perkembangan yang berbeda-beda tingkatan perkembangannya hal
ini senada dengan prinsip perkembangan yaitu perkembangan terjadi pada tempo
yang berbeda-beda.
Perkembangan kognitif bukan hanya terdiri dari aspek kecerdasan saja,
tetapi lebih dari itu ada beberapa jenis aktivitas yang mempergunakan kapasitas
kognitif itu sendiri, para ahli psikologi perkembangan telah berupaya keras
untuk mengetahui bagaimana proses perkembangan kognitif itu sejak masa
anak-anak awal.
Piaget
menjelaskan bahwa ada berbagai macam hal yang mempengaruhi perkembangan
kognitif anak. Kematangan organis, system saraf, dan fisik seseorang mempunyai
pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Pengalaman dan berbagai macam
latihan juga menunjang perkembangan pemikiran seorang anak, demikian pula
halnya dengan interaksi sosial yang tidak
kalah pentingnya dalam membantu pemahaman siswa terhadap suatu konsep atau
bahan belajar.
Piaget menekankan hal terpenting dalam perkembangan kognitif anak, yaitu
bagaimana seorang anak dapat mengembangkan self-regulasinya untuk
mencapai suatu ekuilibrasi dalam proses pemikirannya. Self-regulasi ini
didapatkan melalui proses asimilasi dan akomodasi yang terus menerus,
berkesinambungan, terhadap lingkungan dan masalah yang dihadapi oleh seorang
anak.
Faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif
Berdasarkan
hasil studi Piaget (dalam Hendri, 2009 : 74), terdapat lima faktor yang
mempengaruhi perkembangan intelektualnya seseorang, yaitu:
1. Kematangan (maturation)
2. Pengalaman fisisk (phisical experience)
3. Pengalaman logika matematika (logico-mathematical experience)
4. Transmisi sosial (social transmision)
5. Ekuilibrasi (equibliratioan)
1.
Teori Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Piaget (1896-1980) sangat
terkenal dengan teorinya bagaimana seorang anak belajar melalui tindakan yang
dilakukannya. Menurutnya pemahaman anak dibangun (constructed) melalui action,sehingga teori ini sering disebut
juga teori “constructivism” seseorang
anak dapat memahami suatu konsep melalui pengalaman konkrit. Misalnya seorang
anak usia 3 tahun diajak pergi kepedesaan oleh orang tuanya, sebelumnya ia
belum pernah melihat sapi, hewan berkaki empat yang sebelumnya ia lihat adalah
anjing, lalu anak tersebut berkata “itu adalah anjing besar”. Orang tuanya
menjawab, “ bukan, itu adalah sapi”. Ketika anak melihat sapi lagi ia sudah
mengetahui dari pengalaman sebelumnya, dan berkata, “itu sapi”. Proses seperti
ini disebut asimilasi , yaitu seorang anak mengetahui sesuatu karena
sudah ada pengalaman sebelumnya.
Selain proses asimilasi, Piaget mengatakan bahwa ada proses lain yang
paling penting dalam belajar, yaitu akomodasi. Akomodasi adalah proses
memodifikasi apa yang diketahui sebelumnya karena menghadapi penomena baru.
Anak yang sebelumnya hanya tau anjing , ketika melihat sapi ia akan bingung
mengapa ada anjing besar dan bertanduk,
sehingga ia perlu memodifikasi apa yang diketahuinya dengan pengalaman baru.
Setelah melalui proses belajar, ia baryu mengetahui bahwa hewan itu adalah
sapi dan terus akan mengingatnya. Piaget
mengatakan bahwa suasana belajar akan lebih efektif kalau seorang anak akan
dihadapkan pada konflik atau dilema, serta tindakan atau pengalaman yang nyata,
sehingga ada proses akomodasi dan asimilasi.
Tahapan
perkembangan kognitif anak menurut Piaget (dalam Hendri 2009: 76 )yaitu :
1. Tahap sensorimotor (usia 0-18 bulan),
tergantung sepenuhnya pada tindakan
fisik dan inderanya dalam mengenali sesuatu
2. Tahap pre-operational
(usia 18 bulan sampai 6 atau 7 tahun), kemampuan anak untuk berpikir tentang
obyek atau benda, kejadian atau orang lain mulai berkembang
3. Tahap concreate
operational (8 samapi 12 tahun), pendidikan pada tahap ini anak sudah dapat mengaitkan beberapa
aspek masalah pada saat bersamaan.
4. Tahap Formal
Operational (12 tahun sampai usia dewasa), sudah berpikir abstrak dan dapat
berhipotesa.
2.
Teori Behaviorisme
Manusia dilahirkan dengan disertai kemampuan atau kapasitas untuk
belajar dari pengalaman hidupnya. Bayi belajar melalui penglihatan,
pendengaran, penciuman, pembauan, merasakan maupun sentuhan yang ditemui dalam
lingkungannya. Untuk dapat melakukan kegiatan dasar tersebut, kematangan fisik
dapat tercapai jika hal-hal yang berkaitan dengan kematangan sisitem syaraf
maupun organ-organ fisik individu juga tercapai, sehingga ada kerjasama antara
koordinasi antara sistem syaraf dengan
organ-organ fisik tersebut.
Dalam theory of classical
conditioning yang dikemukakan oleh Skineer, seorang individu secara
otomatis akan melakukan suatu respons aktivitas terhadap stimulus yang muncul
dari lingkungan hidupnya. Bila respons tersebut terjadi secara berulang-ulang
setiap ada stimulus yang sama, maka individu melakukan suatu tindakan yang sama.
Hal inilah yang akan menimbulkan pembiasaan (Conditioning).
3.
Teori Proses Informasi
Information procesing theory yaitu : suatu teori yang membahas mengenai
proses individu dalam memahami, menyerap dan menggunakan informasi yang
diperoleh dari lingkungannya untuk menghadapi suatu permasalahan didalam
hidupnya. Prinsip berpikir merupakan proses kerja dari pengolahan berbagai
informasi yang diperoleh sepanjang hidup individu. Lingkungan eksternal
menyediakan berbagai informasi penting yang bermanfaat bagi setiap in dividu.
Seorang individu secara aktif melakukan pengamatan, memahami dan menyimpan
informasi-informasi penting dalam sistem syarafnya. Proses pengamatan dilakukan
melalui panca indera yaitu mata, hidung, telinga, kulit, maupun lidah.
Informasi dapat disimpan dalam jangka pendek (short term memory) maupun ingatan jangka panjang (long term memory)
4.
Teori Psikometrik
Yang dimaksud dengan Psikometrik ialah upaya
untuk memperoleh suatu gambaran kemampuan mental individual atau kelompok
dengan cara melakukan pengukuran psikologis. Salah satu cara
pengukuran psikologis yang biasanya dipergunakan untuk tugas seorang psikolog
adalah tes intelegensi. Tes ini
dikembangkan pertama kali oleh Francis Galton, seorang ahli biologi yang
berkeinginan untuk memahami karakteristik perbedaan fungsi fisiologis seperti
ketajaman pendengaran, penglihatan, kekuatan otot, maupun fungsi sensori
motorik. Kemudian perinsip-prinsip pengukuran fisiologis ini diterapkan untuk
pengukuran psikologis oleh para ahli psikologi seperti Afred Binet, James
Mckeen Cattel, dan sebagainya. Semua alat ukur kecerdasan tersebut umumnya
dipergunakan untuk mengetahui kecerdasan anak.
B. Dimensi Perkembangan
Kognitif
Menurut
Kongkoh (2010 : 5) perkembangan kognitif berhubungan dengan meningkatnya
kemampuan :
1.Berpikir (thinking),
2. Memecahkan masalah (problem solving)
3. Mengambil keputusan (decision making)
4. Kecerdasan (intelegences),
5. Bakat (aptitude)
C. Pengertian
Konsep
‘Konsep adalah suatu abstraksi yang
menggambarkan cir-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena, laiannya’.
(Laodesyamri : 2011).
Sedangkan Woodruf (dalam
Laodesyamri : 2011) mendefinisikan konsep sebagai berikut:
1. Suatu gagasan / ide yang relatif sempurna dan bermakana.
2. Suatu pengertian tentang suatu objek
3. Produk subjektif yang berasal dari cara
seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui
pengalamannya.
Selain itu Woodruf (Laodesyamri, 2011
: 10) mengidentifekasi 3 macam
konsep yaitu:
1. Konsep proses, yakni tentang kejadian atau
prilaku dan konsekuensi- konsekuensi yang dihasilkannya
2. Konsep struktur, yakni hubungan atau struktur
dari beberapa macam
3.
Konsep
kualitas, yakni sifat suatu objek atau proses dan tidak mempunyai eksistensi
sendiri
‘Konsep juga dapat didefinisikaN sebagai kumpulan
data yang sahih yang berasal dari fakta yang dipersepsi sama oleh setiap
observer’ (Hendri, 2009 : 9). Secara sederhana
ada tiga jenis konsep, yaitu :
1.
Konsep teramati, contoh kursi dan ruang kelas
2.
Konsep terdefinisi, contoh energi, medan dan suhu
3.
Konsep yang menyatakan hubungan sebab akibat,
contohnya adalah rumus-rumus dan kalimat matematika.