Resume Model Pengajaran Tidak Terarah
A.
Pengertian
Model Pengajaran Tidak Terarah
Model pengajaran tidak terarah adalah salah satu model pembelajaran yang termasuk ke dalam
rumpun model pengajaran personal dan tokoh utamanya yaitu Carl
Rogers (1961, 1971).
Model
pembelajaran tidak terarah merupakan model yang lebih menekankan kepada
tindakan-tindakan psikologis pada siswa. Setidaknya, untuk memecahkan masalah
yang terdapat dalam diri siswa dengan menggunakan jalan yang ada pada diri
siswa itu sendiri. Dalam kacamata metode psikologis, model pembelajaran tidak terarah
dapat dikorelasikan dengan metode observasi dalam psikologi belajar, yakni
metode ekstrospeksi.
Metode
ekstrospeksi sendiri merupakan metode untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan
dengan jalan mempelajari peristiwa-peristiwa jiwa orang lain dengan teliti dan
sistematis (Djamarah, 2002, Hlm. 6). Metode ini dilakukan dengan memulai
pengamatan dengan sadar kepada diri siswa dan kemudian melakukan
tindakan-tindakan secara sistematis dan sengaja.
Model
pengajaran tidak terarah ini memberikan
perhatian dalam hal pembentukan kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti
kesadaran diri, pemahaman diri, dan kemandirian.
B.
Orientasi
Model
Tujuan dan
Anggapan Dasar
Beberapa elemen yang dapat
menciptakan atmosfer tidak terarah untuk membangun interaksi produktif antara
siswa dan guru. Model pengajaran tidak terarah fokus pada aspek penyedian
fasilitas. Lingkungan di tata sedemikian rupa untuk bisa membantu siswa
mendapatkan kepaduan pribadi yang lebih efektivitas, dan penilaian diri yang
realistis. Stimulasi, pengujian, dan evaluasi persepsi baru menjadi pilar utama
dalam hal ini, karena pengujian kembali terhadap kebutuhan dan nilai
sumber-sumber dan hasilnya adalah inti dari keterpaduan personal.
Siswa
tidak perlu melakukan perubahan, tujuan guru hanyalah untuk membantu siswa
menegerti kebutuhan mereka sendiri serta beberapa nilai tertentu sehingga siswa
bisa mengarahkan keputusan pendidikan secara efektif.
Alasan inti
kemunculan model ini ditunjukan oleh sikap Rogers terhadap
konseling tak terarah, dimana klien yang memiliki kapasitas untuk mengahadapi
hidupnya secara konstruktif diberi kebebasan sepenuhnya untuk menuntukkan dan
memilih hidupnya dengan tetap dibimbing dan diarahkan. Oleh karena itu, dalam
pengajaran tidak terarah, guru harus menghormati kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi masalah mereka sendiri dan merumuskan sebuah solusi. Ketika
menerapkan model pengajaran ini, guru harus berusaha melihat dunia yang ada
dalam pikiran siswa, menciptakan atmosfer komunikasi yang sarat dengan empati
sehingga arah dan pendirian pribadi siswa dapat dibimbing dan dikembangkan.
Selama interaksi tersebut berlangsung, guru merefleksikan pemikiran dan
perasaan siswa. dengan menggunakan komentar yang reflektif, guru membangkitkan
kesadaran siswa terhadap persepsi dan perasaan mereka, lalau membantu mereka
mengklarifikasi gagasan-gagasannya. Guru
juga bertindak sebagai alter ego yang baik hati. Guru menjelma seseorang yang
menjadi muara segala pemikiran dan perasaan siswa meskipun tidak menutup kemungkinan
siswa akan merasa takut atau menganggap tindakan guru tersebut sebagai hal yang
salah atau bahkan sebuah pelanggaran. Dalam memainkan peran yang terkesan
“terbuka” dan “tidak menghukum”, guru biasanya secara tidak langsung
mengkomunikasikan pada siswa bahwa semua pemikiran dan perasaan yang ada dalam
benak mereka dapat diterima. Pada intinya, pengakuan terhadap perasaan positif
dan negatif adalah inti dalam upaya pengembangan perasaan dan solusi yang
positif. Guru
berperan sebagai pembuat keputusan secara tradisional dan berperan sebagai
fasilitator yang fokus pada perasaan siswa. hubungan antara siswa dan guru
dalam suatu diskusi tak terarah dapat digambarkan sebagai kemitraan
(partnership). Oleh karena itu, jika sisiwa melakukan komplain karena mutu yang
rendah dan ketidakmampuan dalam belajar, guru sebaiknya jangan berusaha
memecahkan masalah tersebut hanya dengan seni kebiasaan belajar. Selain itu,
guru juga perlu merangsang siswa untuk mengungkapkan perasaan yang mungkin
melatarbelakangi ketidakmampuannya untuk berkonsentrasi, baik apa yang
dirasakannya sendiri atau dirasakan orang lain. Ketika perasaan ini
dieksplorasi dan persepsi ini diperjelas, siswa pada akhirnya akan mencoba
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
Atmosfer tak terarah memiliki empat
kualitas:
Pertama, guru
menunjukkan kehangatan dan keakraban serta tanggap terhadap semua tindakan
siswa. Selain itu, guru juga mengungkapkan minat dan ketertarikan yang murni
untuk membantu dan mendampingi siswa serta menerima dan memperlakukan siswa
dengan tindakan-tindakan manusiawi yang wajar.
Kedua, model ini membolehkan hal apapun yang ada
sangkut pautnya dengan pengungkapan perasaan; dalam hal ini, guru jangan
menghakimi dan mendakwahkan benar-salah. Mengingat pentingnya emosi, ada banyak
materi diskusi yang sebenarnya dirancang agar bisa’melawan’ hubungan
tradisional yang kaku antara siswa dengan guru atau penasehat.
Ketiga, siswa
memiliki kebebasan penuh untuk mengungkapkan perasaaannya secara simbolik. Namun,
hal ini tidak berarti bahwa siswa bebas seenaknya mengintrol guru atau
melakukan semua yang diinginkannya.
Keempat, hubungan
tersebut terbebas dari hal-hal yang berbau paksaan dan tekanan.
Guru
haruslah menjauhi tindakan-tindakan tertentu, semisal ketimpangan (pilih kasih)
pada seorang siswa tertentu atau melakukan tindakan aneh yang rentan terdapat
kritikan siswa. Siswa tugas pembelajaran dipandang sebagai sebuah kesempatan
untuk membantu siswa tumbuh dan berkembang sebagai manusia normal.
Sebuah “Sindrom Pertumbuhan” Sindroma
(gejala) pertumbuhan semacam ini muncul saat siswa (1) melepaskan dan
mengungkapkan perasaannya, (2) mengembangkan wawasan dan pengetahuan dengan (3)
tindakan dan (4) adanya keterpaduan yang menuntun pada orientasi baru.
Dengan menggunakan
model pengajaran tidak terarah, siswa pada akhirnya akan memahami bahwa
tindakan saling berbagi memiliki konsekuensi yang baik dan bahwa kepuasan bisa
muncul dari pemahaman yang terpadu mengenai suatu masalah yang dibahas. Hal ini
menunjukkan bahwa model pengajaran tidak terarah merupakan alat paling efektif
dalam menyingkap dan mengetahui emosi yang mendasari suatu masalah tertentu
dengan cara mengikuti corak perasaan siswa saat perasaan mereka ekspresikan
dengan bebas.
Dalam pembelajaran,
guru memiliki tanggungjawab sebagai pembimbing (lead talking). Hal ini
merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki oleh guru. Respon yang
diberikan dalam model ini merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami
perasaan yang diungkapkan oleh siswa ataupun makna dan esensi dari ekspresi
yang ditimbulkan oleh mereka. Guru dalam hal ini tidak menjadikan diri sebagai
pemberi nasihat, penafsir, atau penjelas. Akan tetapi, guru bertindak untuk
membuka sebuah atmosfer yang akan membuat siswa berkeinginan untuk
mengembangkan gagasan yang ingin dijumpainya. Baik siswa maupun guru sama-sama memiliki tanggung jawab dalam sebuah diskusi.
Namun sering sekali, guru haruslah membuat semacam respons-respons “bimbingan”
(lead taking) untuk mengarahkan atau mempertahankan percakapan . Respon lead-taking ini menyangkut pertanyan yang
diberikan guru dan juga sangat membantu dalam memulai diskusi, menentukan
petunjuk dengan gaya terbuka atau memberikan beberapa pedoman mengenai materi
yang harus didiskusikan siswa,baik secara khusus maupun secara umum.
|
|
Penerimaan yang sederhana
Refleksi perasaan
Penguraian materi
|
1.
Menyusun
struktur
2.
Mengarahkan
pertanyaan
3.
Meminta
siswa memilih dan mengembangkan topik
4.
Bimbingan
tidak terarah dan pertanyaan-pertanyaan terbuka
5.
Dorongan
untuk berbicara
|
C.
Karakteristik
Model Pengajaran Tidak Terarah
a.
Sintak (Langkah-langkah)
Pengajaran
tak terarah menyajikan beberapa masalah yang cukup menarik. Pertama, adanya
pembagian tanggung jawab. Pada kebanyakan model pengajaran, guru secara aktif
membentuk kejadian-kejadian dan menuliskan berbagai macam aktivitas, namun
dalam model pengajaran tidak teraarah, kejadian-kejadian tersebut muncul dengan
sendirinya dan pola aktivitas-aktivitas akan selalu berubah-ubah. Kedua,
konseling dalam model tidak teraarah dapat menciptakan serangkaian respons yang
terjadi dalam rangkaian yang tidak terduga. Oleh karena itulah, untuk menguasai
pengajaran tidak terarah, guru harus mempelajari prinsip umum, berusaha
meningkatkan sensivitas siswa terhadap orang lain, menguasai skill tidak
terarah lalu mempraktikkannya dalam interaksi dengan siswa, memberikan respons
terhadap siswa, serta menggunakan skill yang tergambar dari repertoar
teknik-teknik konseling tidak terarah.
Tahap Pertama:
Menjelaskan Keadaan yang Membutuhkan Pertolongan
|
Tahap Kedua:
Menelusuri Masalah
|
Guru mendorong siswa
mengungkapkan perasaan dengan bebas
|
Siswa didorong untuk
menjabarkan masalah
Guru menerima dan
mengapresiasi perasaan-perasaan
|
Tahap Ketiga:
Mengembangkan Wawasan
|
Tahap Keempat:
Merencanakan dan Membuat Keputusan
|
Siswa mendiskusikan masalah
Guru menyemangati siswa
|
Siswa merencanakan urutan
pertama dalam proses pengambilan keputusan
Guru menjelaskan keputusan
yang mungkin diambil
|
Tahap Kelima:
Keterpaduan
|
Tindakan Di Luar Wawancara
|
Siswa mendapat wawasan lebih
mendalam dan mengembangkan tindakan yang lebih positif.
Sedangkan guru berfungsi
sebagai penyemangat
|
Siswa mulai melakukan tindakan
yang positif
|
b.
Struktur Pengajaran
Meskipun pengajaran tak tararah
sifatnya fleksibel dan tidak bias diperkirakan, Roger menegaskan bahwa
wawancara tak terarah memiliki sesuatu rangkaian. Rangkaian tersebut dibagi
kedalam beberapa tahap
yaitu:
Pada tahap
pertama, penjelasan mengenai keadaan yang membutuhkan bantuan. Tahap ini mencakup
serangkaian pertanyaan yang memberikan kebebasan pada siswa untuk mengungkapkan
perasaan, sebuah persetujuan mengenai fokus umum dalam wawancara, pernyataan
masala, diskusi-siskusi mengenai wawancara tersebut (jika memang akan
dilanjutkan) dan penetapan prosedur tatap muka. Tahap pertama ini biasanya
berlangsung selama sesi pertama dalam membahas masalah tertentu. Namun
penyusunan dan penjelasan yang diberikan oleh guru mungkin saja dibutuhkan
dalam beberapa waktu meskipun hal ini seringkali memberikan memberikan
kesimpulan yang berubah-ubah dalam menjabarkan kembali masalah dan kemjuan yang
diperoleh. Secara alamiah, komentar-komentar yang sudah tersusun dan terjabarkan
ini akan berbeda dengan masalah yang dihadapi siswa. Misalkan saja, negosiasi
kontrak akademi berbeda dengan menghadapi situasi-situasi problematik yang berhubungan
dengan perilaku. Pada tahap kedua, melalui penerimaan
guru dan kejelasan masalah, siswa didorong untuk mengungkapkan perasaan positif
dan negatif serta mengatakan dan menjelaskan masalah yang ada. Pada tahap ketiga, secara bertahap dan
perlahan-perlahan, siswa mulai mengembangkan wawasan yang dimilikinya; siswa
merasakan ada makna baru dari pengalaman pribadinya. Pada tahap keempat, kosentrasi siswa
diarahkan untuk perencanaan dan pembuatan keputusan dengan mengacu pada masalah yang ada. Peran guru
pada tahap ini adalah menjelaskan dan membeberkan beberapa alternatif. Pada tahap kelima, siswa melaporkan
tindakan yang dilakonkannya,
mengembangkan wawasan, serta merencanakan tindakan yang lebih positif,
terpadu, dan menunjukan kemajuan. Struktur
pengajaran yang disajikan disini dapat dilangsungkan dalam satu secara atau
bahkan dalam beberapa rangkaian. Untuk kasus terakhir, tahap pertama dan kedua
dapat terjadi dalam tahap-tahap awal diskusi, dilanjutkan dengan tahap ketiga
dan keempat, dan tahap kelima pada akhir wawancara, atau jika ada tatap muka
lain dengan siswa yag kebetulan memiliki masalah mendadak tahap pertama hingga
keempat bisa dilangsungkan dalam satu pertemuan, dengan meminta mereka
menjelaskan perilaku dan wawasannya secara singkat. Disisi lain, sesi yang
melibatkan negosiasi kontrak akademik dipertahankan selama beberapa waktu
tertentu, dan konteks setiap pertemuan/tatap muka pada umumnya mencakup
beberapa peranan dan pembuatan keputusan, walaupun ada beberapa sesi yang
sepenuhnya digunakan untuk membeberkan sebuah masalah yang mungkin saja
terjadi. Hal yang sangat penting dalam hal ini adalah pemahaman siswa bahwa
dirinya memiliki tanggungjawab pada dampak/pengaruh yang akan mereka rasakan
dari pada tak berdaya mengatasi masalah-masalah yang datang dari luar.
c. Sistem
Sosial Sistem sosial dalam
strategi tidak terarah
mengharuskan guru berperan sebagai fasilitator
atau reflektor. Namun, hal yang paling penting untuk ditekankan adalah siswa
bertanggung jawab pada pengelolaan proses interaksi (kontrol); adanya pembagian
kewenangan antara siswa dan guru. Norma-norma dalam konteks ini menyangkut
ekspresi perasaan secara bebas dan kemandirian pikiran serta perilaku. Reward
untuk perilaku untuk hasil tertentu dan utamanya hukuman tidaklah ditetapkan
dalam strategi ini. Reward dalam wawancara tidak terarah (nondirectic
interview) lebih subtil dan bersifat intrinsik penerimaan pemahaman dan empati
dari guru. Pengetahun mengenai diri sendiri dan reward psikologis yang
diperoleh dari kepercaya dirian dikembangkan sendiri oleh siswa.
d.
Peran
/ Tugas Guru
Tugas-tugas
guru didasarkan pada upaya menggiring siswa pada ranah penelitian tentang
pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa berempati pada kepribadian dan
masalah yang dihadapi dan meespon dengan berbagai cara untuk membantu siswa
menjabarkan masalah dan perasaannya, mereka bertanggung jawab pada tindakan
mereka dan merencanakan sasara-sasaran dan metode-metode dalam mencapai
karakteristik siswa.
e. Sistem
Pendukung
Sistem pendukung dalan strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara. Jika
wancara adalah untuk menegosiasikan kontrak akademik, maka hal yang diperlukan
dalam pembelajaran terarah diri (self dicertid learning) harus tersedia dan
sesuai. Jika wawancara mencakup proses konseling menyangkut masalah-masalah
perilaku, harus ada sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal
semacam ini. Dalam kedua kasus tersebut situasi one to one mensyaratkan susunan
ruang yang memudahkan siswa untuk berpindah disepanjang penjuru kelas dan untuk
melakukan aktivitas yang berberda serta menyediakan waktu yang luas dan tidak
terburu-buru dalam membeberkan sebuah masalah dengan cukup mendetail untuk
wilayah kurikulum akademik semisal membaca, menulis, ilmu kesusastraan, dan
ilmu sosial membutuhkan deretan materi yang cukup memadai.
f.
Penerapan
Model pengajaran
tidak terarah bisa diterapkan untuk
beberapa jenis situasi permasalahan, seperti masalah pribadi, sosial,
dan akademik. Untuk kasus yang termasuk dalam permasalahan pribadi, siswa
menjelaskan perasaan mereka mengenai dirinya sendiri.
Untuk menggunakan model pengajaran
tidak terarah secara efektif, seorang guru harus mau dan berkeinginan kuat
untuk menerima dan menyadari bahwa siswa bisa mengerti dan menghadapi kehidupan
mereka sendiri. Kepercayaan mengenai kapasitas siswa dalam mengarahkan diri mereka
dikomunikasikan lewat sikap dan perilaku verbal guru.
Guru jangan berusaha untuk
menghakimi siswa. Peran yang demikian ini hanya akan membatasi kepercayaan diri
dalam diri siswa. Guru juga tidak diperkenankan
mendiagnosis masalah. Guru hanya berusaha untuk merasakan dunia siswa
menurut apa yang dilihat dan dirasakannya.
Konseling tidak terarah lebih
menekankan unsur-unsur emosional dalam suatu situasi dibanding aspek-aspek
intelektual. Dalam artian, konseling tidak terarah berupaya melakukan penyusunan
kembali bidang emosional dibanding aspek yang sepenuhnya menyangkut pendekatan
intelektual.
Salah satu fungsi terpenting dalam
pengajaran tidak terarah terjadi ketika suasana kelas menjadi hambar dan guru
pun melihat dirinya hanya menekan siswa melalui latihan dan segala hal yang
berkenaan dengan mata pelajaran. Seorang guru pada kelas keenam tengah
dilelahkan oleh kegagalan demi kegagalan
dari usaha kunonya dalam mengatasi masalah kedisiplinan dan kurangnya minat sebagian anggota kelas.
D.
Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran Sinektik
a. Kelebihan
1.
Model ini
dapat menjadi salah satu bimbingan layanan konseling kepada siswa.
2.
Model ini
dapat memberikan motivasi dan semangat belajar siswa.
3.
Model ini
dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan perasaan yang siswa
rasakan.
b. Kelemahan
1.
Kemampuan
komunikasi guru. Apabila guru kurang memiliki kecakapan dalam komunikasi, maka
akan mengurangi esensi dari model ini.
2.
Kemampuan
guru dalam meningkatkan suasana belajar. Apabila guru kurang cakap dalam meningkatkan
semangat belajar siswa, maka tujuan dari model pembelajaran ini tidak akan
tercapai.
3.
Model ini
menekankan pada keterbukaan pada diri siswa. Apabila siswa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya, maka model ini tidak dapat berlangsung sesuai ketentuannya.
4.
Model ini
lebih bergantung kepada apa yang dirasakan, tidak terlalu mementingkan konten
dan skill dalam sebuah aktivitas yang telah dirancang.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(R P P )
Sekolah : Sekolah Dasar
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas / Semester : V/ I
Pertemuan Ke- :
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
Hari / Tanggal : Rabu, 18 September 2017
A.
Standar
Kompetensi
1.
Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan
B.
Kompetensi
Dasar
1.3 Mengidentifikasi fungsi organ pencernaan manusia
dan hubungannya dengan makanan dan kesehatan
C.
Indikator
1.
Mengetahui
kandungan zat dalam makanan bergizi
2.
Menjelaskan
menu makanan bergizi seimbang
3.
Menggolongkan
bahan makanan yang sesuai dengan zat kandungannya.
4.
Mengetahui
makanan sehat dan makanan tidak sehat
D.
Tujuan
Pembelajaran
1.
Melalui proses pengungkapan perasaan siswa dalam kegiatan
tanya jawab, diharapkan siswa dapat:
a.
Mengetahui
kandungan zat dalam makanan bergizi
b.
Menjelaskan
menu makanan bergizi seimbang
c.
Menggolongkan
bahan makanan yang sesuai dengan zat kandungannya.
d.
Mengetahui
makanan sehat dan makanan tidak sehat
E.
Karakter
yang Dikembangkan
1.
Keberanian
2.
Kecakapan
3.
Kejujuran
F.
Materi
Pelajaran
1. Kandungan zat dalam makanan
bergizi
2. Menu makanan bergizi seimbang
3. Golongan (kelompok) bahan
makanan yang sesuai dengan zat kandungannya
4. Makanan sehat dan makanan tidak
sehat
G.
Metode
Pembelajaran
Tanya Jawab
H.
Kegiatan
Pembelajaran
1.
Kegiatan Awal (15% x 70 menit)
a.
Siswa dikondisikan untuk siap belajar dan
menyapa siswa dengan salam, membimbing siswa merapikan tempat duduk, berdo’a
bersama.
b.
Guru mengecek kehadiran siswa.
c.
Melakukan apersepsi dan memotivasi siswa untuk lebih bersemangat dalam
belajar.
d.
Menginformasikan kegitan-kegiatan apa saja
yang akan dilakukan selama pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
2.
Kegiatan
Inti (60% x 70 menit)
1)
Guru
memberikan pertanyaan mengenai /kondisi siswa pada saat itu, dan siswa
terdorong untuk mengungkapkan keadaannya pada saat itu dengan bebas.
Contoh
sebagian dialog:
Guru: “Apakah
kalian merasa lemas?”
Siswa: “Iya bu
lemas sekali”
2)
Siswa
didorong untuk menjabarkan perasaan/keadaannya kepada guru, dan guru
mengapresiasi.
Contoh
sebagian dialog:
Guru: “Kenapa
kalian bisa merasa lemas?”
Siswa: “Karena saya
tadi tidak sarapan bu, sehingga sekarang saya merasa lemas”
3)
Guru
dan siswa mendiskusikan perasaan/keadaan yang telah disebutkan oleh
siswa.
Contoh sebagian
dialog:
Guru: “Ayo
anak-anak, kira-kira kenapa ya kalau tidak sarapan kita bisa merasa lemas?”
Siswa: : “Karena
kalau kita makan, kita akan mendapatkan energi bu, jadi kalau kita tidak sempat
sarapan maka kita akan merasa lemas pada saat di sekolah”
Guru: “Makanan
seperti apa yang dapat menghasilkan energi?”
Siswa: “Makanan
yang bergizi bu , contohnya maknaan yang mengandung karbohidrat seperti nasi,
kentang, dan jagung”
Guru: “Benar
sekali, jadi bagaimana nih caranya agar saat kita di sekolah tidak merasa
lemas?”
4)
Siswa
dibimbing oleh guru, menyusun cara untuk menyelesaikan masalah yang ada
(solusi)
Contoh
sebagian dialog:
Siswa: “Jadi kita
harus rutin sarapan di rumah dengan makanan yang bergizi agar saat di sekolah
kita tidak merasa lemas”
Guru: “Makanan yang
bergizi itu yang mengandung apa saja?”
Siswa: “Makanan
yang bergizi itu yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral”
5) Siswa dan
guru menyimpulkan hasil dari tanya jawab, dan siswa dapat mengembangkan
wawasannya.
3.
Kegiatan
Akhir (25% x 70 menit)
a.
Siswa bersama guru menyimpulkan materi
yang telah dipelajari pada hari ini.
b.
Siswa diberikan tindak lanjut berupa
pemberian tugas menuliskan
macam-macam jenis makanan dan gizi yang terkandung di dalamnya, yang ada di
lingkungan sekitarnya.
c.
Siswa diintruksikan untuk mengkondisikan
diri merapihkan tempat duduk.
d.
Siswa bersama guru berdo’a untuk menutup
pembelajaran.
I.
Alat,
Media dan Sumber Pembelajaran
1.
Alat dan Media : LKS
2.
Sumber :
Buku Ilmu Pengetahuan
Alam kelas 5 (BSE), karya Munawar Kholil, dan Dini Prowida.
J.
Penilaian
1.
Penilaian
Proses
Penilaian proses siswa dalam mengungkapkan perasaan/keadaannya secara bebas.
2.
Penilaian
Hasil Belajar (Penilaian dalam kelas)
Penilaian hasil belajar
bersifat penilaian individu
dilihat dari hasil pengisian LKS.
3.
Instrumen
Penilaian
1. Lembar
pengamatan proses siswa belajar.
2. Lembar
Kerja Siswa (LKS).
4.
Kunci
Jawaban
Jawaban soal serta
kesimpulan materi yang siswa dapatkan dari hasil tanya jawab.
5.
Kriteria
Penilaian
a. Penilaian
tiap aspek menggunakan kriteria
Nilai
9 (Baik Sekali) jika maksimal
Nilai
8 (Baik) jika hamper maksimal
Nilai
7 (Cukup) jika sebagian besar baik
Nilai
6 (Kurang) jika hanya sebagian kecil baik
Nilai
5 (Sangat Kurang) jika tidak ada yang baik
b. Rata-rata
akhir decimal 0,5 atau lebih nilainya dibulatkan ke atas dan kurang dari 0.5
nilainya dibulatkan ke bawah.
c. Hasil
penilaian soal evaluasi hasil belajar siswa didapatkan dari jumlah poin jawaban
yang benar dikalikan 1.
d. Nilai
akhir penilaian menggunakan rumus:
NA adalah nilai akhir
N1 adalah rata-rata nilai proses belajar
N2 adalah rata-rata nilai hasil pengisian
LKS
Tasikmalaya, 24 Oktober
2017
|
|||
Mengetahui
|
|||
Kepala Sekolah,
………………………………..
NIP
|
Guru Kelas,
………………………………..
NIP
|
||
Sumber:
Huda, M. (2013). Model-Model
Pengajaran dan Pembelajaran. [Online]
Pembelajaran/.
Joyce, Weil,
& Calhoun. 2011. Models of Teaching,
Model-Model Pengajaran (edisi kedelapan). Terj. Achmad Fawaid dan Ateilla
Mirza. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kholil Munawar, Prowida. 2009. BSE Ilmu Pengetahuan Alam. [Online]
Tersedia: