Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Metode Membaca dan Menulis Permulaan



PEMBELAJARAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN

Sebagaimana digariskan dalam kurikulum (paling tidak sejak Kurikulum Bahasa Indonesia 1987), tujuan akhir dari pengajaran bahasa Indonesia adalah siswa terampil berbahasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan berbahasa tercermin dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yakni keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pemerolehan keempat keterampilan berbahasa tersebut bersifat hierarkis. Artinya, pemerolehan keterampilan berbahasa yang satu akan mendasari keterampilan lainnya.

Dua jenis keterampilan berbahasa pertama, yakni menyimak dan berbicara  diperoleh seseorang untuk pertama kalinya di lingkungan rumah. Dua keterampilan berbahasa berikutnya, yakni membaca dan menulis diperoleh seseorang setelah mereka memasuki usia sekolah.

Oleh karena itu, kedua jenis keterampilan berbahasa ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama bagi murid-murid sekolah dasar di kelas awal. Kedua materi keterampilan berbahasa ini dikemas dalam satu paket pembelajaran yang dikenal dengan paket MMP (Membaca Menulis Permulaan).

Pada awal-awal persekolahan murid-murid kelas I SD, sajian pembelajaran yang utama untuk mereka adalah membaca dan menulis. Pembelajaran untuk kedua jenis keterampilan ini dikemas dalam satu paket yang biasa disebut paket MMP, paket membaca dan menulis permulaan. Melalui paket ini, untuk pertama kalinya para murid baru diperkenalkan dengan lambang-lambang tulis yang biasa digunakan untuk berkomunikasi. Sasaran utamanya adalah para murid kelas I SD memiliki kemampuan membaca dan kemampuan menulis pada tingkat dasar. Kemampuan dasar dimaksud akan menjadi landasan bagi keterampilan-keterampilan lain, baik dalam kehidupan akademik di sekolah, maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian MMP
MMP merupakan kependekan dari Membaca Menulis PermulaanSesuai dengan kepanjangannya itu, MMP merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas-kelas awal pada saat anak-anak mulai memasuki bangku sekolah. Pada tahap awal anak memasuki bangku sekolah di kelas 1 sekolah dasar, MMP merupakan menu utama.

Mengapa disebut permulaan, dan apa sasarannya? Peralihan dari masa bermain di TK (bagi anak-anak yang mengalaminya) atau dari lingkungan rumah (bagi anak yang tidak menjalani masa di TK) ke dunia sekolah merupakan hal baru bagi anak. Hal pertama yang diajarkan kepada anak pada awal-awal masa persekolahan itu adalah kemampuan membaca dan menulis. Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang ilmu lainnya di sekolah.

Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya, anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang bunyi-bunyi lambang tersebut. Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju pemilikan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana. Yang dimaksud dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya, yakni kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi bermakna disertai pemahaman akan lambang-lambang tersebut. Dengan bekal kemampuan melek wacana inilah kemudian anak dipajankan dengan berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang dapat diakses sendiri. Kemampuan menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada tingkat dasar atau permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan (mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna. Selanjutnya, dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-anak digiring pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang sudah dikuasainya. Inilah kemampuan menulis yang sesungguhnya.

Metode Pembelajaran MMP (Membaca Menulis Permulaan)
Sajian pertama pada awal-awal anak memasuki lingkungan sekolah adalah program MMP (Membaca Menulis Permulaan). Dalam pelaksanaan pembelajarannya, dikenal bermacam-macam metode pembelajaran MMP, yakni Metode Eja, Metode Bunyi, Metode Suku Kata (Silaba), Metode Kata (Lembaga Kata), Metode Global, Metode SAS, Metode Demonstrasi, Metode Ceramah, Metode Penugasan, dan Metode Tanya-Jawab.

1.      Metode Eja
Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajaranya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alfabetis. Huruf-huruf tersebut dihafal dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad.  Sebagai contoh A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f dan seterusnya dilafalkan sebagai [a], [be], [ce], [de], [e], [ef] dan seterusnya. Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang, tulisan, seperti a, b, c, d, e, f dan seterusnya atau dengan huruf rangkai a, b, c, d, dan seterusnya.
Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk bekenalan dengan suku kata dengan cara merangkai beberapa huruf yang sudah di kenalnya.
Misal:
b, a, d, u menjadi  b, a       →  ba (dieja /be-a/ → [ba] )
                               d, u      →  du ( dieja /de-u→ [du] )
                                ba-du     dilafalkan /badu/

b, u, k, u, menjadi  b, u      →  bu (dieja /be-u/ → [bu] )
  k, u        ku ( dieja /ka-u→ [ku] )
                                 bu-ku    dilafalkan /buku/
Proses ini sama dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menuliskan huruf-huruf lepas, kemudian dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata. Sebagai contoh, ambilah kata ‘badu’ tadi. Selanjutnya, anak diminta menulis seperti: ba - du  badu. Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh-contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, komunikatif dan pengalaman bahasa. Artinya, pemilihan bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit menuju hal-hal yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar, dengan kehidupan murid menuju hal-hal yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi murid.

2.      Metode Bunyi
Proses pembelajaran membaca permulaan dengan metode bunyi hampir sama dengan metode eja, perbedaanya terletak pada sistem pelafalan abjad atau huruf (baca : berapa huruf konsonan).
Sebagai contoh :
Proses pembelajaran membaca permulaan ini melalui proses pelatihan. Penguatan-penguatan yang diberikan dalam melaksanakan proses pembelajaran membaca permulaan melalui metode ini, mampu membangkitkan motivasi untuk terus belajar dan berlatih.
Metode ini sebenarnya merupakan bagian dari metode eja. Prinsip dasar dan proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan metode eja. Perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad (huruf-hurufnya).

3.      Metode Suku Kata
Langkah-langkah pembelajaran MMP dengan metode suku kata adalah :
a.         Tahap pertama, pengenalan suku-suku kata.
Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, cu, da, di, du, de, du, ka, ki, ku, ke, ku dan seterusnya.
b.         Tahap kedua perangkaian suku-suku kata menjadi kata.
Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkai menjadi kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya :
bo – bi
cu – ci
da – di
ka – ki
bi –  bu     
ca – ci       
du – da       
ku – ku
bi –  bi       
ci – ca        
da – du       
ka – ku
ba –  ca       
ka – ca       
du – ka       
ku – da
c.         Tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimat        
       sederhana.
Kegiatan tersebut dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat dimaksud, seperti tampak pada contoh berikut :
ka – ki          ku – da
ba – ca         bu – ku
cu – ci           ka - ki
d.          Tahap keempat, pengintregasian kegiatan perangkaian dan pengupasan (kalimat → kata-kata → suku-suku kata).

4.      Metode Kata                                                                                                 
     Proses pembelajaran MMP pada metode ini diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu. Kata ini kemudian dijadikan kata lembaga sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya, kata dimaksud diuraikan (dikupas) menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya,  dilakukan perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi kebentuk asal sebagai kata lembaga (kata semula). Metode ini dikenal juga sebagai Metode Kupas-Rangkai.

5.       Metode Global
Decroly.”Kemudian Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf. Langkah-langkah penerapan metode global adalah sebagai berikut:
1.        Memperkenalkan gambar dan kalimat

ini dadu


ini kuda

2.        Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata menjadi huruf huruf.
                                        
6.      Metode SAS (Structural, Analytic, Syntatic)
Merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan proses pembelajaran MMP bagi siswa pemula. Dalam proses operasionalnya metode SAS mempunyai langkah langkah berlandaskan operasional dengan urutan :
a.         Struktural yaitu menampilkan keseluruhan, guru menampilkan sebuah kalimat pada anak.
b.         Analitik yaitu melakukan proses penguraian, anak diajak untuk megenal konsep kata dan mulai menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata dan suku kata menjadi huruf.
c.         Sintetik yaitu melakukan penggabungan kembali kepada bentuk struktural semula, setelah kalimat diuraikan dari huruf dirangkai menjadi suku kata, suku kata menjadi kata dan kata menjadi kalimat semula.

Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep ‟kebermaknaan” pada diri anak. Akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman berbahasa pembelajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum KBM MMP yang sesungguhnya dimulai, guru dapat melakukan pra-KBM melalui berbagai cara. Sebagai contoh, guru dapat memanfaatkan rangsang gambar, benda nyata, tanya jawab informal untuk menggali bahasa siswa. Setelah ditemukan suatu struktur kalimat yang dianggap cocok untuk materi MMP, barulah KBM MMP yang sesungguhnya dimulai. Pembelajaran MMP dimulai dengan pengenalan struktur kalimat. Kemudian, melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh yang dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran membaca permulaan ini diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Proses penguraian/penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS, meliputi:
a.         Kalimat menjadi kata-kata.
b.          Kata menjadi suku-suku kata.
c.          Suku kata menjadi huruf-huruf
Bahan ajar untuk pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini tampak seperti berikut :

7.      Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah suatu teknik mengajar dengan memperagakan, mempertunjukan, atau menayangkan sesuatu. Siswa dituntut untuk memperhatikan objek yang didemonstrasikan. Contoh, guru menyediakan media berupa huruf-huruf (dalam kertas) yang tersusun secara acak, kemudian anak diperintahkan untuk merangkai huruf tersebut berdasarkan kata yang diucap oleh guru. Misalnya kata guru, buku, dan baca.

8.      Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode yang mengajarkan sesuatu bahan dengan penuturan, penerangan, atau penjelasan bahasa lisan kepada siswa. Keberhasilan siswa melalui teknik ceramah sangat bergantung kepada kemampuan siswa dalam menyimak. Guru dapat menerangkan, dan menyambungkan abjad menjadi kata sampai kalimat secara lisan. Sehingga anak dapat fokus berdasarkan apa yang didengarnya serta mengikuti apa yang didengar dari guru. 

9.      Metode Penugasan
Metode penugasan adalah teknik pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk atau instruksi guru. Tugas dapat bersifat individu dan kelompok. Metode ini dapat dilakukan dengan cara memberi tugas kepada anak. Setelah anak memahami huruf dan bunyi huruf, guru dapat memberikan tugas. Misalnya, guru memberikan soal berupa huruf-huruf yang disusun secara acak, kemudian anak merangkai huruf-huruf tersebut berdasarkan kata yang diucapkan oleh guru. Contoh:
i-d-u-b            = budi
k-a-n-a            = anak
n-i-j-a-r          = rajin
                                                           
10.  Metode Tanya Jawab
Melalui pertanyaan guru memancing  jawaban tertentu dari siswa, jawaban yang diharapkan akan tercapai apabila siswa telah mempunyai pengetahuan, kesiapan, ingatan, atau juga penalaran tentang yang ditanyakan. Melalui metode ini dapat dikembangkan  keterampilan  mengamati, menafsirkan, menggolongkan, menyimpulkan, menerapkan, dan mengkomunikasikan. Dengan metode ini, guru dapat memancing anak dalam mengingat huruf-huruf yang membentuk suatu kata maupun kalimat. Contoh metode tanya jawab:
Guru   : “Apa saja huruf-huruf yang tersusun dalam kata ‘kelas’?
Murid : “huruf-huruf yang tersusun dalam kata ‘kelas’ yaitu k-e-l-a-s”.
Bahwa  ”tidak ada metode yang terbaik dan juga tidak ada metode yang terburuk”. Setelah mempelajari bermacam-macam metode yang biasa digunakan untuk pembelajaran MMP, kita dapat mengetahui bahwa setiap metode memilki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Oleh karena itu, sangatlah keliru jika ada orang yang beranggapan bahwa metode ini merupakan metode yang terbaik dan metode itu merupakan metode yang terburuk. Metode yang terbaik adalah metode yang cocok dengan pemakainya. Pada bagian ini, kita akan berlatih bagaimana melaksanakan pembelajaran MMP dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dengan mengambil salah satu metode tertentu. Tentu saja, model ini bukanlah satu-satunya acuan yang terbaik, sebab mengajar itu adalah seni. Masing-masing orang mempunyai gaya dan seni tersendiri dalam mengajar. Yang perlu kita pahami di sini, bukanlah persoalan teknik dan strategi mengajar, melainkan konsep-konsep pokok dan langkah-langkah pembelajaran MMP yang berlandaskan pada penggunaan metode MMP tertentu. Mengenai pemilihan metode pembelajaran MMP apa yang paling tepat digunakan oleh guru bagi pembelajar pemula tidaklah begitu penting. Guru dapat memilih metode MMP yang paling tepat dan paling cocok sesuai dengan situasi dan kondisi siswanya. Namun, penggunaan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), pendekatan komunikatif-integratif, dan CTL (Contextual Teaching and Learning) hendaknya benar-benar dilaksanakan oleh setiap guru

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. (1991/1992). Petunjuk Pengajaran Membaca dan Menulis Kelas I, II di Sekolah Dasar. Jakarta: P2MSDK.
Depdikbud. (1991/1992). Petunjuk Pelaksanaan Kegaiatan Belajar Mengajar
Kelas I, SD. Jakarta: Direktorat Dikdasmen.
Depdikbud. (1995/1996). Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Dikdasmen.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD/IBTIDAIYAHJakarta: Depdiknas.
Sugiarto, dkk. (1980). Metodik Khusus Bahasa Indonesia. Solo: Tiga Serangkai.
Supriyadi, dkk. (1991). Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia 2 (modul PPDG 2331). Jakarta: PPGSD Setara D-II.